Korupsi BTS 4G Kominfo: Kejagung Wajib Periksa Pernyataan dan Opini Audit BPK

Dugaan manipulasi audit BPK menguat, karena berdasarkan audit BPKP, telah terjadi kerugian keuangan negara dalam pelaksanaan proyek BTS 4G Kominfo, dengan nilai mencapai Rp 8,03 triliun.

Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies

“BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) sebetulnya telah mengendus berbagai permasalahan dalam proyek yang dimulai pada 2020 ini. BPK melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terkait proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) di tahun 2021. Anggota BPK Achsanul Qosasih mengatakan laporan itu sudah diserahkan kepada DPR maupun Presiden. Dia mengatakan laporannya juga sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung.”

Begitu penggalan berita tentang pengakuan Anggota BPK itu yang dimuat Tempo, 29 Mei 2023: https://nasional.tempo.co/amp/1731029/mengingat-kembali-temuan-bpk-di-kasus-korupsi-bts-pemborosan-rp-15-triliun-dan-kontrak-janggal.

Dari hasil pemeriksaan PDTT tersebut, BPK mengaku menemukan segudang masalah yang sudah dilaporkan kepada Presiden dan DPR. Tiga diantaranya adalah 1) Pemborosan Anggaran Rp 1,5 triliun, 2) Pengadaan BTS tidak sesuai ketentuan, dan 3) Keanehan dalam Pelaksanaan Tender.

Pengakuan anggota BPK ini sangat penting untuk diselidiki lebih lanjut dan lebih dalam, agar bisa mengungkap misteri korupsi BTS di Kominfo: siapa yang menutupi dan melindungi korupsi BTS 4G.

Karena pengakuan anggota BPK tersebut mengandung kontroversi dan kejanggalan.

Pertama, BPK mengaku sudah menyerahkan hasil pemeriksaan (PDTT) proyek BTS, yang berisi segudang masalah, kepada Presiden dan DPR.

Berdasarkan laporan BPK tersebut, DPR seharusnya memanggil Presiden dan Menteri Kominfo untuk minta penjelasan atas temuan BPK tersebut.

Tampaknya, sejauh ini tidak terdengar DPR minta penjelasan dari pemerintah, sampai akhirnya kasus korupsi BTS 4G ini terbongkar.

Apakah, dengan demikian, berarti DPR mengabaikan laporan audit BPK tersebut? Apakah dengan demikian berarti DPR menutupi dan melindungi masalah BTS 4G yang diungkap BPK?

Kedua, “temuan” segudang masalah audit BPK pada proyek BTS 4G ternyata tidak tercermin di dalam hasil audit BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo): 2020 dan 2021.

Sebaliknya, BPK malah memberi opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) atas hasil audit tersebut, untuk tahun 2020 dan 2021.

Opini WTP tersebut mencerminkan BPK tidak menemukan masalah sama sekali terkait pengelolaan keuangan di Kementerian Kominfo, alias sempurna.

Opini WTP ini bertolak belakang dengan hasil pemeriksaan PDTT BPK yang mengaku menemukan segudang masalah: kalau ada segudang masalah, opini audit tidak bisa WTP; kalau opini audit WTP berarti tidak ada masalah!

Berarti, satu dari dua hal tersebut tidak benar, alias bohong, atau manipulatif: apakah opini WTP manipulatif, atau pengakuan ada temuan segudang masalah manipulatif?

Maka itu, pemberian opini WTP diduga untuk menutupi dan melindungi fakta sebenarnya, bahwa ada segudang masalah dalam proyek BTS 4G Kominfo.

Ketiga, dugaan manipulasi hasil audit, dengan memberi opini WTP, sangat masuk akal. Karena, di dalam hasil audit, BPK menyatakan, jumlah BTS yang sudah selesai dibangun pada 2021 mencapai 4.197 unit, dari target 4.200 unit, atau praktis mencapai 100 persen, sehingga BPK memberi opini WTP terhadap laporan keuangan pemerintah dan Kementerian Kominfo, yang artinya BPK secara resmi menyatakan tidak ada masalah sama sekali dengan proyek BTS?

Meskipun kemudian ditentang sendiri, seperti pengakuannya di Tempo tersebut di atas bahwa BPK sudah menemukan segudang masalah dalam proyek BTS.

Dugaan manipulasi audit BPK menguat, karena berdasarkan audit BPKP, telah terjadi kerugian keuangan negara dalam pelaksanaan proyek BTS 4G Kominfo, dengan nilai mencapai Rp 8,03 triliun.

Selanjutnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, ternyata hanya 985 BTS yang selesai dibangun pada tahun 2021, bukan 4.197 BTS seperti tercantum dalam audit BPK. Untuk itu, BPK harus mempertanggungjawabkan hasil auditnya, apakah ada unsur manipulasi.

Kejaksaan Agung harus menyelidiki siapa aktor utama di balik dugaan manipulasi hasil audit tersebut, atau apakah ada uang imbalan untuk memanipulasi hasil audit?

Karena, menurut kesaksian beberapa terdakwa korupsi BTS, ada aliran uang diberikan kepada orang yang bernama Sadikin, hingga pertengahan 2022. Jumlahnya mencapai Rp 40 miliar.

Oleh karena itu, Kejaksaan Agung harus bisa membongkar siapa Sadikin sebenarnya, dan hubungannya dengan audit BPK yang memberi opini WTP untuk Tahun Anggaran 2020-2021. Kejaksaan Agung juga wajib usut pengakuan BPK, apakah benar ada laporan segudang masalah yang sudah disampaikan kepada Presiden dan DPR.

Semoga peran BPK di lingkaran korupsi BTS 4G menjadi terang dan tuntas. (*)