Kriminalisasi Kepada Cak Imin Tidak Hentikan Pencapresan Anies Baswedan
Publik akan menggeruduk KPK, Kejaksaan Agung, dan Bareskrim Polri, menuntut semua aparat penegak hukum membongkar semua kasus dugaan korupsi yang masih diterbengkalaikan. Sangat banyak sekali.
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
NASDEM dan PKB setuju, Muhaimin Iskandar, alias Cak Imin, Ketua Umum PKB, mendampingi Anies Baswedan, sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden 2024.
Manuver Nasdem dan PKB membuat peta politik pemilihan presiden terguncang. Koalisi “kawin paksa” bubar. Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Nasdem-Demokrat-PKS, juga bubar. Demokrat menarik diri dari KPP.
Publik juga kaget. Apalagi pendukung Anies. Mereka was-was. Pikiran negatif berkelana. Mereka berpikir, duet Anies-Cak Imin hanya jebakan Jokowi untuk menjegal Anies dari pencapresan.
Mereka berimajinasi. Cak Imin akan segera ditersangkakan, Anies pun gagal menjadi calon presiden. Begitu pikiran publik.
Pendapat publik tersebut bukan tanpa dasar. Mereka mengamati, Jokowi akan melakukan segala cara untuk menggagalkan pencapresan Anies Baswedan. Seperti misalnya mencari-cari kesalahan di kasus formula-e. Atau intimidasi kepada partai pendukung, termasuk membiarkan upaya “kudeta” Partai Demokrat.
Imajinasi bahwa pencapresan Anies akan digagalkan, melalui “kriminalisasi” dugaan kasus korupsi Cak Imin sepenuhnya bisa dimaklumi. Terbukti, beberapa waktu yang lalu KPK menggeledah kantor Kementerian Ketenagakerjaan. Target: Cak Imin, katanya.
https://www.viva.co.id/berita/nasional/1633369-kpk-bakal-periksa-cak-imin-terkait-kasus-korupsi-pengadaan-sistem-pengawasan-tki?page=1
Kawan-kawan media juga kaget. Mewakilkan publik, bertanya-tanya, bagaimana nasib pencapresan Anies ke depan.
Pencapresan Anies Baswedan adalah sebuah keniscayaan. Meski Cak Imin “dikriminalisasi” kasus korupsi. Karena pencapresan Anies tidak tergantung dari status Cak Imin. Karena, pencapresan Anies didukung oleh Nasdem dan PKB yang sudah memenuhi persyaratan presidential threshold minimal 20 persen. Maka itu, status calon presiden Anies Baswedan sah.
Kalau Cak Imin “dikriminalisasi” kasus korupsi, maka Nasdem dan PKB hanya perlu mengganti calon wakil presiden pendamping Anies. Mungkin PKB akan menunjuk calon pengganti dari kalangan NU. Semua ini hanya masalah teknis. Tidak sulit.
Itupun kalau KPK dan pengadilan bisa mendakwa dan vonis Cak Imin sampai inkracht sebelum pendaftaran capres dan cawapres berakhir pada 25 November 2023. Apakah KPK dan pengadilan mampu? Selama belum ada putusan inkracht dari pengadilan, maka Cak Imin masih memenuhi syarat sebagai calon wakil presiden.
Kata “kriminalisasi” dengan tanda kutip, menunjukkan sebuah kondisi di mana KPK atau Aparat Penegak Hukum tidak melaksanakan proses hukum berdasarkan pertimbangan hukum secara murni. Karena, kenapa selama ini kasus dugaan korupsi Cak Imin, kalau memang ada, tidak pernah diproses? Kenapa, baru sekarang mau diperiksa, ketika Cak Imin dipasangkan sebagai calon wakil presiden Anies Baswedan?
Oleh karena itu, “kriminalisasi” kasus korupsi kepada Cak Imin akan memicu kemarahan publik secara luas. Khususnya kemarahan para pendukung PKB. Karena Joko Widodo, atau KPK, atau Aparat Penegak Hukum, akan dituduh mempermainkan hukum untuk kepentingan kekuasaan dan kepentingan kelompoknya.
Kali ini, publik mungkin akan melawan dengan keras, karena menyangkut kepemimpinan bangsa masa depan.
Publik akan menggeruduk KPK, Kejaksaan Agung, dan Bareskrim Polri, menuntut semua aparat penegak hukum membongkar semua kasus dugaan korupsi yang masih diterbengkalaikan. Sangat banyak sekali.
Publik menuntut, KPK, atau Kejaksaan Agung, atau Bareskrim Polri, wajib menuntaskan laporan dugaan korupsi Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka (dua putra Presiden Jokowi) bersama group Sinarmas.
Publik juga menuntut, KPK, Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri membongkar tuntas, sampai ke aktor intelektual, kasus korupsi penyelundupan nikel, korupsi penjarahan nikel blok Mandiodo, korupsi penjarahan kawasan hutan ilegal seluas 3,3 juta hektar, penyelundupan emas batangan, korupsi ekspor minyak goreng;
Kasus korupsi BTS, kereta cepat Jakarta Bandung, proyek jalan tol dan infrastruktur lainnya, dugaan TPPU Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan, dugaan korupsi dana PC PEN (Penanganan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional), dan masih banyak lainnya.
Untuk itu, publik menuntut semua aparat penegak hukum dan pemberantasan korupsi bersikap profesional.
Pergantian kepemimpinan nasional di depan mata. Jangan sampai sikap oportunis Anda, akhirnya mengorbankan kepentingan nasional, akan menjadi bumerang yang akan memenggal leher Anda. (*)