Memenjarahkan Akal Sehat
Maka dalam memandang kehidupan pikiran Pancasila jelas sekali berbeda dengan pikiran Barat, yaitu Harmoni berbeda dengan Konflik, Individu dalam Kebersamaan berbeda dengan Individu bebas, sama dan dengan kekuasaan penuh.
Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila
GEGAP-gempitanya pernyataan Rocky Gerung semakin ramai, ada yang menyewa ibu-ibu untuk berdemo di rumah Rocky Gerung dan persekusi di setiap acara Rocky Gerung di daerah-daerah. Bahkan, di Yogyakarta dimotori oleh anggota DPR RI dari PDIP. Tak berhenti di situ, Moeldoko sebagai Kepala Sekretariat Presiden (KSP) juga memasang badan untuk memenjarakan si Akal Sehat.
Kasus ini adalah bukti bahwa kita tidak siap dalam berdemokrasi liberal seperti di Amerika. Tetapi kita masih juga menjalankan pilsung, pilpres, pilkada yang senua ini perangkat demokrasi liberal.
Kita mendewa-dewakan Demokrasi Liberal tetapi tidak siap untuk berbeda pikiran. Bahkan sekelas KSP saja tidak siap berbeda pikiran dengan kekuasaannya dan ingin memenjarahkan akal sehat.
Sebetulnya semua harus tahu bahwa mengganti UUD 1945 dengan UUD 2002 itu sama dengan mengganti ideologi Pancasila dengan Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme. Dan, menggusur semua nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Banyak yang tidak siap dengan perubahan pikiran Pancasila dengan pikiran Barat. Padahal pendiri negeri ini telah mengingatkan pada saat mendirikan negara buang jauh-jauh terhadap individualisme dan liberalisme.
BPUPKI Rapat besar pada tanggal 15-7-2605 (tahun Jepang) dibuka Jam 10.20 mengatakan (cuplikan):
”Maka oleh karena itu jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong menolong, faham gotong royong, faham keadilan sosial, enyakanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme daripadanya.“
Jadi mengapa pendiri negeri ini anti terhadap individualisme, liberalisme, kapitalisme, sebab semua itu sumber dari kolonialisme imperalisme yang menjadi dasar perjuangan bangsa ini untuk melawan dengan mengorbankan harta, darah dan nyawa.
Kita hidup tidak terlalu lama oleh sebab itu, sebagai anak bangsa, kita harus mempunyai kesadaran bersama, bahwa, kerusakan negara (seperti sekarang) ini, tentu, tidak dikehendakai oleh para pendiri bangsa seperti Soekarno, Hatta, Soepomo, Haji Agus Salim, Ki Bagus Hadi Kusumo, KH Wahid Hasyim dan pahlawan-pahlawan yang telah berjuang untuk melahirkan negara Indonesia.
Para pengamandemen UUD 1945 rupanya tidak memahami sistem yang mendasari UUD 1945, Sehingga, akibatnya amandemen yang dilakukan telah merusak sistem bernegara dan bahkan menghancurkan tata nilai negara dengan tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kalau kita cermati dalam bingkai tatanan negara berdasarkan Pancasila maka antara Rocky Gerung dengan para persekusinya sama saja.
Rocky Gerung melihat Presiden Jokowi menyerahkan IKN pada China adalah memberi karpet merah pada Imperalisme China, sehingga keluar perkataan "Bajingan Tolol".
Sementara mereka yang kontra terhadap Rocky Gerung masih berpedoman pada nilai-nilai Ideologi Pancasila. Padahal Ideologi Pancasila itu sudah tidak ada sejak UUD 1945 diamandemen. Itu yang diamandemen Ideologi Pancasila, mengapa? Sebab, Ideologi negara berdasarkan Pancasila ya UUD 1945 dan penjelasannya.
Melihat pernyataan Ricky Gerung ini dianggap tidak sesuai dengan Pancasila, padahal negeri ini sudah tidak berideologi Negara Pancasila.
Terjadilah benturan pemikiran dengan kejadian ini, apakah para kontra terhadap Rocky Gerung berani melakukan perubahan total mengembalikan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Moeldoko sebagai seorang mantan jenderal, mantan Panglima TNI, pasti mengerti bagaimana Ideologi negara berdasarkan Pancasila itu.
Dengan kejadian ini tentunya bisa berpikir tentang pokok masalah pada persoalan demokrasi Liberal yang ada saat ini sebetulnya kasus Rocky Gerung sama dengan kasus mencoba membajak Partai Demokrat. Moeldoko tidak pernah menjadi anggota Partai Demokrat, apalagi jadi pengurus, terus tiba-tiba memperkarakan dan ingin mengambil-alih Partai Demokrat, apa setara dengan ucapan Bajingan Tolol.
Ledjend Pur Sayidiman Suryohadiprojo menjelaskan pikiran barat dan pikiran Pancasila.
Pikiran Barat sangat berpangkal pada peran manusia itu sebagai Individu dalam kehidupan. Dunia Barat memandang Individu sebagai mahluk yang lahir dengan kebebasan penuh dan sama satu dengan yang lain (Men are created Free and Equal).
Kebebasan itu memberikan kepadanya hak untuk mencapai segala hal yang diinginkan. Ia hidup terpisah satu sama lain, masing-masing dilengkapi dengan kekuasaan penuh, sehingga ia segan berkumpul dengan individu lain.
Thomas Hobbes (1588-1679) berkata bahwa kondisi manusia ini adalah kondisi perang antara setiap individu dengan individu lainnya (bellum omnium contra omnes).
Karena dengan begitu sekuriti setiap individu selalu terancam, maka Ratio individu mendorongnya untuk memperoleh perdamaian dengan hidup bersama individu lain.
Jadi dalam pikiran Barat hidup bersama antara individu adalah karena dorongan ratio guna mengamankan sekuritinya melalui perdamaian. Itu berarti bahwa hubungan antara individu adalah selalu dalam bayangan Konflik. Inilah yang dinamakan Individualisme dan Liberalisme.
Pikiran Pancasila
Ketika Bung Karno pada 1 Juni 1945 menguraikan pandangannya yang beliau namakan Pancasila di depan Panitya Persiapan Kemerdekaan Indonesia, beliau menyatakan bahwa Pancasila beliau gali dari kehidupan bangsa Indonesia yang sudah berabad lamanya. Beliau mengatakan bahwa Pancasila adalah Isi Jiwa bangsa Indonesia.
Dalam Pancasila kehidupan digambarkan sebagai Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Tidak ada Manusia atau Individu yang hidup sendiri melainkan senantiasa dalam hubungan dengan individu lain dalam satu ikatan bersama.
Individu berada dalam Keluarga. Meskipun berada dalam satu keluarga tidak ada dua individu yang benar-benar sama, jadi selalu berbeda. Karena perbedaan itu individu hidup mengejar yang terbaik.
Akan tetapi perbedaan individu itu selalu berada dalam hubungan Keluarga, sehingga kehidupan individu selalu disesuaikan dengan kepentingan Keluarga (Ora sanak ora kadang, yen mati melu kelangan).
Sebaliknya karena individu adalah bagian permanent dari Keluarga, maka Keluarga mengusahakan yang terbaik bagi semua individu yang ada di dalamnya.
Maka dasar pikiran Pancasila adalah Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan yang berarti.
Kekeluargaan dan Kebersamaan. Hubungan antara individu dengan individu lain dan dengan Keluarga adalah selalu mengusahakan Harmoni atau Keselarasan. Bentuk dinamiknya adalah Gotong Royong.
Maka dalam memandang kehidupan pikiran Pancasila jelas sekali berbeda dengan pikiran Barat, yaitu Harmoni berbeda dengan Konflik, Individu dalam Kebersamaan berbeda dengan Individu bebas, sama dan dengan kekuasaan penuh.
Dalam kasus Rocky Gerung bukan soal diksi "Bajingan Tolol " tetapi kacamata yang kita pergunakan memang berbeda.
Kalau begitu apakah bangsa ini akan terus bertengkar sebab memang terjadi dua pandangan pandangan demokrasi Liberal dan Pandangan Pancasila yang sudah diamandemen tentu saja keruwetan-keruwetan ini harus diakhiri jika Kita sebagai bangsa ingin selamat kembali pada Pancasila dan UUD 1945 dengan murni dan konsekuen. (*)