Mulai Fokus Pembuktian Ijazah Palsu Jokowi
Kewajiban hukum Jokowi di depan persidangan ialah harus menunjukkan ijazah asli baik Sekolah Menengah maupun Perguruan Tinggi. Bacaan bisa dimulai saat "mediasi" maupun dalam tahap "pembuktian" baik pembuktian surat atau saksi.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
GUGATAN 5 warga negara berkaitan dengan simpang siur tentang status keaslian atau keabsahan ijazah SMA dan PT Presiden Jokowi akan dimulai disidangkan Senin 9 Oktober 2023 di PN Jakarta Pusat. Gugatan perdata mengenai perbuatan melawan hukum diajukan oleh Bambang Tri, Muslim Arbi, Hatta Taliwang, M Rizal Fadillah, dan Taufik Bahaudin.
Tentu, sebagai warga negara kelimanya memiliki kedudukan hukum kuat dalam rangka peran serta masyarakat untuk menciptakan ketertiban, kejelasan dan kepastian hukum, wujud dari kemerdekaan berpendapat, serta memenuhi prinsip keterbukaan informasi publik yang dijamin undang-undang. Gugatan perdata adalah pilihan agar ada kesetaraan hukum antara para pihak. Termasuk Presiden dan pejabat publik lainnya.
Gugatan perdata diajukan mengingat dalam kasus pidana Bambang Tri di PN Surakarta nomor perkara 319/ Pidsus/2022/PN SKT yang diputus terbukti melakukan penyiaran berita bohong mengenai ijazah palsu Jokowi yang telah menimbulkan keonaran sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 UU 1 tahun 1946 ternyata dianulir oleh PT Semarang dan MA RI.
Apalagi, putusan MA yang memperkuat Putusan PT Semarang menyebutkan, Bambang Tri hanya terbukti melanggar UU ITE.
Di sinilah masalah pokok itu, artinya bahwa secara hukum Bambang Tri tidak terbukti menyiarkan berita bohong soal dugaan ijazah palsu. Ini berarti pula terbukti bahwa ijazah asli Jokowi tersebut memang tidak ada dan tidak satupun pihak yang dapat membuktikan keaslian ijazah Jokowi.
Kasus perdata yang mensyaratkan adanya kerugian tentu telah dipenuhi baik kerugian sebagai warga negara yang memiliki Presiden berijazah tidak jelas bahkan palsu maupun secara khusus bahwa salah satu Penggugat terpaksa mendekam dalam penjara. Perbuatan melawan hukum penguasa (onrechtmatige overheids daad) harus dilawan. Hukum harus ditegakkan.
Melalui gugatan perdata di PN Jakarta Pusat ini seluruh rakyat Indonesia dapat melihat dan membuktikan tentang ada atau tiadanya ijazah asli Jokowi.
Kewajiban hukum Jokowi di depan persidangan ialah harus menunjukkan ijazah asli baik Sekolah Menengah maupun Perguruan Tinggi. Bacaan bisa dimulai saat "mediasi" maupun dalam tahap "pembuktian" baik pembuktian surat atau saksi.
Majelis Hakim berkewajiban untuk berlaku adil dan bertanggung jawab kepada hukum. Mandiri dan merdeka dari tekanan dan kepentingan kekuasaan. Bahwa, melandaskan hanya kepada Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sejarah nantinya akan mencatat atas sikap dan putusan hukumnya.
Proses gugatan perdata ini terbuka untuk umum karenanya publik bisa mengikuti atau memantau jalannya persidangan. Media adalah alat kontrol yang efektif. Kasus ini akan berdampak luas jika memang Presiden Jokowi tidak mampu membuktikan keberadaan ijazah asli yang dimilikinya. Apalagi dalam gugatan ini pihak-pihak lain diharapkan "membantu" mencari kebenaran hukum.
Kiranya gugatan perdata ini bisa menjawab pertanyaan rakyat "adakah ijazah asli Pak Jokowi?" Atau "apakah Presiden Jokowi itu memalsukan atau menggunakan ijazah palsu?"
Fakta di ruang hukum akan berbicara. Sembilan kuasa hukum yang dipimpin Prof Eggi Sudjana akan berjuang keras. (*)