Nilai 100 untuk Polri!
Kemudian sejak pemerintahan Presiden Megawati diubah dari 18 Agustus menjadi 1 Juni setiap tahun, dinyatakan sebagai kelahiran Pancasila, dan dibiarkan oleh Jokowi selaku Kepala Negara yang berarti ikut membenarkan hal itu.
Oleh: Sugeng Waras, Kolonel Purnawirawan, Ketum Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia (FPPI)
MENYIKAPI kata-kata Rocky Gerung ketika berkegiatan di Jombang, Jawa Timur, polisi menolak laporan beberapa orang relawan Jokowi karena dianggap bukan penghinaan terhadap Presiden/ Kepala Pemerintahan/Kepala Negara!
Berbeda pengertian Presiden dengan Joko Widodo. Bahwa presiden adalah sebuah jabatan yang harus dihormati dan tidak boleh dihina, tetapi Jokowi adalah manusia biasa seperti halnya manusia- manusia lainnya, yang boleh dipuji apabila melakukan hal-hal baik, sebaliknya boleh dimaki apabila terbukti melakukan hal hal yang salah, apalagi jika manusia itu memiliki peran dan tanggung-jawab yang berakibat kepada orang banyak, seperti Jokowi sebagai presiden yang setiap kebijakan akan berdampak kepada orang banyak atau rakyatnya.
Lahirnya RUU/UU BPIP/HIP, Omnibus Law/Cipta Kerja, Pembangunan IKN, RUU KUHP yang baru dan pembubaran IDI serta akan dibangunnya 30 Rumah Sakit di Indonesia oleh China, Jokowi akan mengeluarkan kebijakan kebijakan yang tidak populer atau tidak pro rakyat, yang mengutamakan proses abal-abal yang meyimpang dari UUD 1945, yang berpotensi merugikan rakyat sendiri.
Ini termasuk ucapan-ucapan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) ketika menyampaikan yang esensinya bahwa bangsa Indonesia belum memiliki kualitas seperti China, sehingga pembangunan IKN lebih dipercayakan kepada tenaga-tenaga manusia China yang dianggap lebih hebat daripada bangsa Indonesia sendiri.
Entah setan apa yang membisikkan ke telinga LBP, sehingga terlontar kata-kata seperti itu kepada bangsanya sendiri. Meskipun secara umum mungkin ada benarnya, tetapi menjadi tidak etis jika diucapkan secara vulgar di hadapan orang banyak.
Juga ucapan ucapan Megawati Soekarnoputri yang menyelewengkan sejarah lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 seperti yang tertera di kantor-kantor hingga detik ini, bahkan tidak layak hidup di negeri ini jika masih ada yang memasalahkan 1 juni 1945 sebagai hari kelahiran Pancasila.
Tentu saja ucapan manusia-manusia yang berperan sebagai pejabat strategis di atas, tidak boleh berkata seenak udelnya yang bisa menyinggung bahkan menyakiti hati orang-orang yang mengerti.
Fakta sesungguhnya bahwa 1 Juni adalah konsep awal Pancasila yang digagas oleh Bung Karno bersama beberapa orang, yang selanjutnya masih terus diperbaiki oleh perwakilan-perwakilan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh-tokoh adat, dan panitia sembilan.
Dan, selanjutnya disempurnakan lagi akibat usulan dari saudara-saudara kita dari Indonesia Timur dengan mengganti poin kesatu Pancasila yang esensinya berbunyi Ketuhanan yang mewajibkan para pemeluknya menjadi Ketuhanan yang Maha Esa seperti yang kita ikuti hingga detik ini, di mana saat itu terjadi pada tanggal 18 Agustus 1945, yang kemudian diperingati setiap tahun sekali pada tanggal 18 Agustus sebagai lahirnya Pancasila.
Kemudian sejak pemerintahan Presiden Megawati diubah dari 18 Agustus menjadi 1 Juni setiap tahun, dinyatakan sebagai kelahiran Pancasila, dan dibiarkan oleh Jokowi selaku Kepala Negara yang berarti ikut membenarkan hal itu.
Inilah yang perlu disadari oleh seluruh bangsa Indinesia, bahwa sesungguhnya bukan hanya masalah tanggal, tetapi terkait maknanya.
Demikian semoga saja TNI-POLRI, yang berperan sebagai garda terdepan dan benteng terakhir NKRI benar-benar dapat diandalkan, sehingga akan terwujud untuk mengantisipasi, mencegah dan bertindak terhadap potensi kecurangan-kecurangan pemilu legislatif, pilpres dan pilkada tahun 2024 yang LUBER dan Jurdil.
Allohu Akbar… Merdeka! (*)