Peta Jalan Pemakzulan

Elemen masyarakat semakin menguat dalam sikap "mosi tak percaya". Aspirasi meminta Jokowi mundur juga terus menggelinding. Petisi 100 yang menggaungkan "makzulkan Jokowi" Intensif bekerja melakukan sosialisasi dan konsolidasi.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

TERIAKAN "makzulkan Jokowi" ternyata bukan halusinasi atau sikap frustrasi. Semakin dekat kepada masa akhir jabatan justru kondisi yang ada mengarah pada pemakzulan. Joko Widodo semakin sulit untuk mengakhiri dengan normal, apalagi bagus.

Jokowi sudah tidak semangat untuk membuat prestasi melainkan sedang bermanuver untuk menyelamatkan diri dengan membuat boneka atau mungkin berlindung pada “kakak besar”, Xi Jinping, Presiden China.

Peta jalan menuju pemakzulan sudah terlihat akibat manuver blunder Jokowi sendiri. Diawali dengan melempar wacana tiga periode, perpanjangan masa jabatan serta penundaan pemilu. Semua dinilai melanggar Konstitusi.

Peta pelanggaran utama lain adalah:

Pertama, Perppu Omnibus Law ketenagakerjaan yang bermuara pada UU Cipta Kerja baru. Buruh marah dan menentang keras melalui aksi turun ke jalan dan gugatan uji materiel. Seluruhnya tidak berhasil. Potensi gerakan buruh lanjutan di samping mogok adalah desakan pemakzulan Jokowi.

Kedua, hubungan erat dengan China yang melampau batas kerjasama normal. Kasus Rempang membuka kedok penghianatan negara oleh Jokowi yang "menjual" wilayah dengan mengusir penduduk pribumi Melayu. Demikian juga "penyerahan" IKN untuk menjadi bagian program BRI China. Hal ini menjadi alasan kuat bagi pemakzulan segera.

Ketiga, membangun politik dinasti untuk meneguhkan oligarki. Dengan mengorbitkan Gibran Rakabuming Raka, putranya, sebagai Cawapres melalui perekayasaan MK yang diketuai adik ipar Anwar Usman. Lalu menjadikan Kaesang Pangarep sebagai Ketum PSI, partai yang bakal menjadi kendaraan politik keluarga. "Off side" atas ambisi dan proteksi ini menjadi celah serangan rakyat untuk pemakzulan.

Pemakzulan Jokowi atas desakan rakyat kepada DPR/MPR semakin dekat. Akan tetapi jika kerentanan menukik lebih tajam dan desakan meningkat lebih masif, maka Jokowi bisa saja terpaksa mengambil jalan mengundurkan diri sebagaimana terjadi dalam peristiwa 1998.

Internal pendukung Istana terlihat tidak solid. Koalisi partai politik yang semula di bawah kendali Jokowi kini terpecah oleh kepentingan masing-masing. Hal ini merupakan kondisi yang rawan bagi pertahanan Jokowi. Sisa koalisi yang mendekat bukan berarti membela, apalagi melindungi dirinya, melainkan hanya memanfaatkan atau tersandera.

Perseteruan tajam yang terjadi antara Megawati Soekarnoputri dengan Jokowi menambah peluang bagi terjadinya impeachment atau pemakzulan. Jokowi dan keluarga dianggap sebagai bapak dan anak durhaka kepada PDIP. Sementara itu 54 persen kursi DPR kini disinyalir berada di blok lawan politik Jokowi.

Elemen masyarakat semakin menguat dalam sikap "mosi tak percaya". Aspirasi meminta Jokowi mundur juga terus menggelinding. Petisi 100 yang menggaungkan "makzulkan Jokowi" Intensif bekerja melakukan sosialisasi dan konsolidasi.

Sementara di ruang sidang pengadilan, gugatan Ijazah Palsu Jokowi juga terus berlanjut. Efek dari semua itu tentu pada pemakzulan Jokowi.

Jokowi adalah masalah bangsa, karenanya penyelesaian masalah dimulai dari lengsernya Jokowi. Pillres ke depan akan lebih aman tanpa cawe-cawe Jokowi. Fenomena politik yang berkembang menunjukkan bahwa pemakzulan Jokowi dari jabatan Presiden terasa semakin dekat.

Politik dapat berubah dengan cepat dan tidak terduga. (*)