Polri Wajib Periksa Tindakan Kekerasan dan Persekusi Terhadap Rocky Gerung

Kapolri juga wajib usut tuntas, siapa di belakang sekelompok masyarakat tersebut yang melakukan tindakan membahayakan (nyawa) orang lain, yang sedang diperiksa di wilayah Kepolisian Republik Indonesia.

Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

TERNYATA wanita berkaus putih pelabrak Rocky Gerung usai memenuhi panggilan Bareskrim Polri terkait laporan dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu seorang caleg PDIP di Cianjur.

Seperti dilansir DetikJabar, wanita yang aksinya terekam kamera dan viral di media sosial tersebut merupakan warga Kabupaten Cianjur dan bakal calon legislatif (Bacaleg) di Dapil 3 Cianjur.

Menurut Bendahara DPC PDI Perjuangan Kabupaten Cianjur Sunandar Hendri, perempuan tersebut bernama Noviana Kurniati yang tinggal di daerah Cipanas Cianjur.

Sunandar juga memastikan Noviana merupakan bacaleg DPRD dari PDIP di Daerah Pemilihan 3 Kabupaten Cianjur untuk wilayah Cipanas, Pacet, Cikalongkulon, dan Sukaresmi.

"Iya dia orang Cianjur. Dia juga mendaftarkan diri sebagai caleg dari PDIP untuk Dapil 3 Cianjur. Saya mengenali dia setelah lihat video yang beredar. Itu memang Novi (panggilan Noviana)," ujar dia saat dihubungi melalui telepon seluler, Jumat (8/9/2023).

Menurut dia, pihaknya belum mengetahui apakah aksi yang dilakukan Noviana tersebut merupakan gerakan pribadi, komunitas, atau pergerakan mengatasnamakan partai.

Tindakan yang perlu dilakukan terhadap Noviana adalah:

Pertama, PDIP wajib memecat anggotanya, Noviana, yang terlibat aksi kekerasan dan main hakim, dan juga membatalkan pencalonan legislatifnya .

Karena, Indonesia adalah negara hukum. Bagaimana bisa, ada seorang caleg (calon legislatif) berperilaku otoriter, memaksakan kehendaknya sendiri, di muka halaman Kepolisian Republik Indonesia? Kalau terpilih jadi anggota legislatif, akan dibawa ke mana negara ini?

Rocky Gerung ketika itu sedang menjalankan kewajibannya sebagai warga negara, memenuhi panggilan Polisi dan proses hukum yang sedang berjalan.

Seharusnya, setiap orang wajib menghormati proses hukum ini, tidak bisa main hakim sendiri, apalagi dengan tindakan kekerasan.

Kedua, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus memeriksa Noviana dan kawan-kawan yang bertindak main hakim sendiri, di muka halaman Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, dengan menggunakan kekerasan dan intimidasi, seolah-olah hukum tidak berlaku bagi mereka. Apakah benar mereka kebal hukum sehingga bisa berbuat seenaknya di depan Markas Besar Polri?

Kapolri juga wajib usut tuntas, siapa di belakang sekelompok masyarakat tersebut yang melakukan tindakan membahayakan (nyawa) orang lain, yang sedang diperiksa di wilayah Kepolisian Republik Indonesia.

Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan bahwa polisi tidak bisa lagi menjaga keamanan warga negara, seperti dijamin konstitusi, bahkan di muka halamannya sendiri.

Tanpa tindakan hukum secara tegas kepada mereka yang main hakim sendiri, maka tindakan kekerasan seolah-olah dibolehkan di Republik ini, sehingga akan menjadi preseden buruk, dan akan diikuti oleh pihak-pihak atau daerah-daerah lainnya. Terbukti, tindakan kekerasan juga terjadi di Sleman.

Semoga Kapolri Listyo Sigit Prabowo segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar Indonesia tidak menjadi negara barbar, di mana setiap orang bisa main hakim sendiri. (*)