Putusan MK Itu Penyempurna Dinasti Politik Jokowi
Beberapa waktu lalu kakak beradik itu mengajukan permohonan Judicial Review (JR) Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu yang mengatur syarat usia minimal Capres-Cawapres 40 tahun. Mereka menguasakan gugatan ke advokat Arif Sahudi.
Oleh: Ubedilah Badrun, Analis Sosial Politik UNJ (Universitas Negeri Jakarta)
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan tentang syarat pernah menjadi kepala daerah bisa maju dalam pilpres meskipun usianya di bawah 40 tahun adalah putusan yang membuka pintu sempurnanya dinasti politik Joko Widodo karena dengan putusan itu terbuka pintu untuk anak Jokowi Gibran Rakabuming Raka bisa menjadi bakal calon Wakil Presiden. Putusan itu diketuk oleh paman iparnya sendiri sebagai Ketua MK Anwar Usman.
Tentu saja yang telah diuntungkan adalah Gibran dan seluruh kepala daerah karena semua kepala daerah atau mantan kepala daerah bisa menjadi capres atau cawapres meski usianya dibawah 40 tahun. Namun untuk momentum pemilu tahun 2024 yang paling diuntungkan atas putusan MK itu adalah Gibran Rakabuming.
Selain itu, putusan MK ini secara substantif kualitatif mengandung masalah yang sangat serius, karena yang dibolehkan seluruh kepala daerah semua level dari Provinsi hingga Kabupaten atau Kota.
Secara kualitatif sebenarnya untuk level walikota/mantan walikota/bupati belum cukup pengalaman untuk menjadi capres/cawapres langsung karena kecilnya skala kepemimpinan, tapi untuk mantan Gubernur atau Gubernur saya kira cukup untuk bisa melaju menjadi capres/cawapres karena skala kepemimpinanya lebih luas.
Selain bermasalah secara kualitatif putusan tersebut juga memungkinkan ditafsirkan ada conflict of interest karena mulai berlaku untuk pemilu 2024. Sebenarnya akan lebih terhindar dari tafsir conflict of interest jika putusan itu berlaku untuk pemilu tahun 2029.
Jadi secara umum putusan MK itu mudah terbaca terang benderang bahwa putusan MK itu dapat ditafsirkan sebagai penyempurna dinasti politik Jokowi.
Melansir catatan Solopos.com, dua anak muda Kota Solo penggugat batas usia Capres-Cawapres, yaitu Arkaan Wahyu Re A dan Almas Tsaqibbirru Re A, ternyata anak dari Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Almas anak nomor satu, Arkaan anak nomor dua.
Arkaan Wahyu Re A, merupakan mahasiswa Prodi Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Sedangkan Almas Tsaqibbirru Re A, merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) Solo.
Beberapa waktu lalu kakak beradik itu mengajukan permohonan Judicial Review (JR) Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu yang mengatur syarat usia minimal Capres-Cawapres 40 tahun. Mereka menguasakan gugatan ke advokat Arif Sahudi.
Arkaan lahir di Kota Solo pada 26 Desember 2002 yang beralamat di Jalan Awan 123 Ngoresan RT 001/RW 022 Kelurahan Jebres. Sedangkan Almas kelahiran Solo pada 16 Mei 2000, dengan alamat tempat tinggal yang sama.
Sayang Boyamin tidak mau berbicara banyak terkait dua anaknya itu, termasuk materi gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kuasa hukum Almas dan Arkaan, Arif Sahudi, menjelaskan poin penting yang membedakan materi gugatan kliennya dengan gugatan dari pemohon lainnya. Poin itu terkait syarat sedang atau pernah menjabat sebagai kepala daerah dan dipilih oleh rakyat.
“Poin pentingnya ya kami mengajukan batasan usia Capres dan Cawapres minimal 40 tahun, atau sosok yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala daerah dan dipilih langsung oleh rakyat. Itu poin krusialnya,” terang dia. (*)