Rocky dan Gerung Perlawanan

Boleh jadi bahwa Jokowi dan kroninya beserta para buzzer yang justru menghina rakyat dan pantas menerima hukuman Tuhan. Suara Rocky dan lainnya yang kritis menjadi cermin bahwasanya masih ada mental dan karakter patriotisme dan nasionalisme di negeri ini.

Oleh: Yusuf Blegur, Kolumnis dan Mantan Presidium GMNI

REZIM merampok kekayan alam untuk oligarki, Rocky Gerung merampok akal sehat penguasa untuk rakyat. Rocky itu kesadaran dan gerung perlawanan.

Pramoedya Ananta Toer pernah bersyair betapa kuasanya kerongkongan. Begitupun AD Donggo dengan dari lidah berawal kemerdekaan. Selaras itu Rocky Gerung juga terus memuntahkan narasi dan pilihan diksinya, kerap berupaya merekayasa ulang kedaulatan negara dan bangsa yang telah dirampas oligarki. Betapapun rezim kekuasaan dan oligarki identik dengan tirani dan sarat represi, rakyat akan selalu menemukan kanal perlawanan melalui pikiran, nurani, dan argumentasi.

Rocky tak hanya sekedar berfilsafat, ia juga telah mencairkan kebekuan otak publik yang setelah sekian lama melawan arus logika dan nurani. Pikiran dan mental rakyat yang kadung menikmati kesengsaraan dan penderitaan dari penjajahan yang up to date, mengalami "cultur shock" akibat diplomasi Rocky yang liar dan imajinatif.

Rocky menjadi manusia asing, menarik perhatian dan terlanjur digemari di tengah-tengah rakyat yang terbiasa hidup dengan kebodohan struktural dan sistemik, feodalisme yang laten dan juga kebiadaban modern.

Sejauh ini Rocky menjadi manusia yang paling lepas tanpa beban, memelopori barisan masyarakat yang sadar dan tercerahkan serta sekaligus menjadi pesuruh agama yang menyeru perintah amar ma'ruf nahi munkar. Rocky seorang diri tak ubahnya sedang mengambil-alih tugas institusi negara, para intelektual, pemuka agama, media massa dan partai politik yang sejatinya kesejahteraan rakyat ada di pundak mereka.

Dengan penguasaan filsafat yang menjalar cabang-cabang pemahaman ilmu pengetahuan yang luas, Rocky seperti memberi nutrisi bagi kesehatan negara dan bangsa. Gigih meluruskan jalan menyimpang penguasa.

Dengan bahasa yang unik dan langka, namun masalah-masalah konstitusi, demokrasi dan tema-tema vital yang menjadi denyut nadi kehidupan rakyat, tetap terasa gurih dan nikmat disuguhkan kepada khalayak.

Rocky begitu fasih memenuhi dahaga komunikasi, aspirasi dan konsolidasi publik, yang diibaratkan sebuah rahim sedang hamil tua mengandung gugatan dan pemberontakan. Terutama terhadap kedunguan, penghianatan dan kejahatan penyelenggara negara.

Statemen Rocky yang tegas dan lugas mengatakan, Jokowi bajingan yang tolol saat acara buruh yang dipimpin Jumhur Hidayat itu, sangat tidak beralasan dan tidak relevan jika dianggap sebagai penghinaan terhadap Joko Widodo. Pasalnya, Rocky sesungguhnya menjadi representatif dari kegelisahan sekaligus kemarahan rakyat terhadap perilaku dan kebijakan Jokowi sebagai presiden yang terlalu beresiko dan berbahaya bagi NKRI. Kasus IKN, Omnibus Law, UU Minerba, Kereta Cepat Jakarta Bandung, utang negara dan segunung kasus korupsi dalam pemerintahannya, menjadi wajar, lumrah dan sudah menjadi keharusan untuk disampaikan Rocky.

Terlebih ketika DPR, MPR, KPK, TNI, POLRI, media massa dan lembaga-lembaga negara penting dan strategis lainnya sudah tidak berdaya menjalankan peran dan fungsinya. Rocky telah menjadi jubir rakyat untuk berdiplomasi dengan penguasa.

Pikiran, sikap dan tindakan Rocky layak mewakili dan didukung rakyat. Ketika tulisan, suara dan aksi unjuk rasa yang menghadirkan kesadaran kritis terhadap distorsi rezim harus berhadapan dengan hukum kekuasaan. Maka narasi dan pilihan diksi Rocky menjadi rival sepadan dari perilaku menyimpang dan justifikasi kekuasaan.

Kalau saja di sana-sini berserakan laporan polisi dari para relawan Jokowi karena merasa terhina atas lontaran kata-kata “bajingan yang tolol” itu, sesungguhnya semakin menjadi pembuktian dan kebenaran Jokowi terlalu banyak dihinggapi dan dipenuhi gerombolan kedunguan.

Dungu, karena tak tahu malu dan tak sadar kalau apa yang telah dilakukan rezim kekuasaan yang menjadi budak oligarki dengan maraknya KKN, begitu rendah dan hina di mata rakyat.

Boleh jadi bahwa Jokowi dan kroninya beserta para buzzer yang justru menghina rakyat dan pantas menerima hukuman Tuhan. Suara Rocky dan lainnya yang kritis menjadi cermin bahwasanya masih ada mental dan karakter patriotisme dan nasionalisme di negeri ini.

Rocky dengan ketajaman kata tak lelah dan bosan menikam jantung penguasa. Sejatinya, Rocky yang merdeka, sedang mengobarkan gerung perlawanan. Akankah perlawanan bersanding dengan perubahan? Biarkan waktu yang menjawabnya.

Memelihara asa untuk menggapai perubahan, menghidupkan makna mencapai merdeka yang sebenarnya. (*)