Rocky Gerung Peniup Terompet
Yang tidak boleh itu mengancam jiwa, seperti yang pernah dilakukan oleh seorang anak muda keturunan yang jelas-jelas dan secara terang-terangan sudah mengancam Presiden Jokowi, tapi hingga kini dibiarkan bebas tak tersentuh hukum sama sekali.
Oleh: Andrianto Andri, Aktivis, Mantan Tapol Orba
PERKENALAN Saya dengan Rocky Gerung sudah lama sekali, waktu era 1990-an saat baru menginjak bangku kuliah, saya sering diajak para senior untuk lihat diskusi Reboan yang dibuat Fordem (Forum Demokrasi) di rumah Marsilam Simanjuntak.
Di sana sering saya lihat sosok Rocky Gerung yang berkesan pendiam. Biasanya diskusi diawali alm Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) berlanjut ke para tokoh oposan Orde Baru (Orba).
Nah, Rocky Gerung pasti didaulat untuk bicara. Seketika saya kagum dengan narasinya yang bisa imbangi Gus Dur.
Saya sering juga jumpa pada event diskusi yang kritis, biasanya digalang YLBHI, PIJAR, dan HUMANIKA. Ketiga Orpol ini tempat para oposan terdepan era Orba.
Saat era Orba saya jadi Ketua Humanika menggantikan Bursah Zarnubi. Humanika secara periodik selenggarakan diskusi di rumah Burzah Zarnubi. Rocky Gerung selalu jadi yang utama dihubungi meski lebih banyak berhalangan datang (waktu itu Saya mengira karena lebel Humanika yang Kanan).
Di kemudian hari baru saya tahu beliau hobi naik gunung yang bisa makan waktu berminggu dan berbulan-bulan. Saat itu belum ada alat komunikasi seperti hand phone.
Begitupun pasca Orba, era Reformasi saya didaulat dan dipilih langsung ratusan Aktivis ProDEM se Indonesia menjadi pimpinan eksekutif Sekjend Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM).
ProDEM yang saya pimpin sangat dinamis dan aktif menggalang kegiatan sehingga diperhitungkan oleh rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Puncaknya ProDEM bersama elemen buruh, mahasiswa, petani, nelayan dll lakukan demo terbesar selama SBY berkuasa Mei 2008 menentang kenaikan BBM.
Selain tiada hari tanpa demontrasi soal BLBI, Kenaikan BBM, Century Gate dll. ProDEM pun sering adakan diskusi rutin tiap bulan dan Rocky Gerung selalu jadi pembicara favorit.
Jadi, saya dan kawan-kawan aktivis tahu persis kritisme Rocky Gerung itu sudah sekian berganti Orde. Selama itu pula sosok Rocky Gerung tidak pernah berubah, bersahaja, sederhana dan tajam.
Era dulu tidak ada medsos jadi tidak dikenal Viral. Apalagi era Orba yang tertutup.
Saat ini Saya bersama Sekber KIB sudah meluruk berbagai kampus seperti UIN Alaudin Makasar, UIN Wali Songo Semarang, UIN Sunan Ampel Surabaya, UNS Solo, UMS Solo, Universitas Dr. Soetomo Surabaya dan gabungan BEM di Malang, gabungan BEM di Yogyakarta dll.
Rocky Gerung tajam menyoroti ketidakberesan pengelolan negara. Jadi saya pikir memang DNA beliau yang dianugrahi IQ tinggi dan kecerdasan alami.
RG pernah ikuti kuliah di 4 fakultas seperti Fisika, Ekonomi, Politik dan Filsafat. Semuanya memang tidak diselesaikannya.
Tapi istimewanya Beliau 15 tahun mengajar di Fakultas Sastra dan Budaya Jurusan Filsafat Universitas Indonesia, Kampus terkemuka.
Sangat langka sebagai dosen di UI apalagi beliau tidak mengambil gaji/honorarium selama mengajar itu. Rocky Gerung tiap zaman dan orde memang seperti itu adanya.
Jikalau rezim Joko Widodo yang ditopang oleh PDIP melakukan pemidanaan, sangatlah Ironi. Saya, Rocky Gerung, dan para Aktivis Pro Demokrasi punya saham kecil tumbangnya Orba, sehingga PDIP bisa berkuasa hari ini.
Sayapun terkesima ketika Sekber KIB adakan diskusi bersama 20 an BEM se-Yogyakarta: Rocky Gerung dipersekusi dihadang dan tidak diperbolehkan hadir.
Lucu dan ironisnya hal itu dilakukan oleh kader PDIP yang juga anggota DPR (saat Orba dia ini di mana?). Apakah si anggota DPR itu tidak tahu sejarah betapa persekusi yang dialami Megawati di era Orba?
Bukankah status Rocky Gerung masih orang bebas secara hukum.
Silogisme “Bajingan Tolol” itu punya makna kritis karena di ruang dialektika diskusi (Acara diskusi KSPSI jelang Aksi Sejuta Buruh Tolak Omnibuslaw).
Beda dengan sumpah serapah kader PDIP seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Tri Rismaharini yang acapkali memaki rakyat (lhat di TV pernah muncul). Apakah hardikan kotor hanya boleh buat rakyat? Tidak boleh buat penguasa?
Janganlah kesewenangan rezim Orba terhadap Megawati PDIP menjadi terulang saat kalian PDIP berkuasa. Kekuasaan tidaklah abadi.
Kontrol, kritik, cacian sepanjang dalam ranah dialetika diskursus diskusi sangatlah mulia. Bahkan di negara beradab, umpatan, makian langsung di hadapan Presiden itu hal biasa. Karena, Presiden adalah Fungsi/Jabatan not personal.
Yang tidak boleh itu mengancam jiwa, seperti yang pernah dilakukan oleh seorang anak muda keturunan yang jelas-jelas dan secara terang-terangan sudah mengancam Presiden Jokowi, tapi hingga kini dibiarkan bebas tak tersentuh hukum sama sekali.
Justru subtantif ucapan Rocky Gerung perihal penolakan IKN, KKN yang ganas (sudah 4 menteri era Jokowi jilid 2 yang dipenjara belum lagi pejabat di bawahnya), dinasti politik, pengelolan SDA, hutang dsb.
Jadi, biarkanlah Rocky Gerung terus bersuara. Tidak ada motif pribadi, apalagi mengancam kekuasaan. (Rocky suku Minahasa beragama Kristen/double minorty).
Untuk situasi dan kondisi hari ini, masih jauhlah angan-angan dapat menjadi Presiden. Biarkanlah Rocky Gerung meniupkan terompet sekeras-kerasnya ke telinga Penguasa.
Saya bersama 21 Mahasiswa (FAMI: Front Aksi Mahasiswa Indonesia gabungan kampus se-Jawa-Bali) diadili Penghinaan Presiden tahun 1994, dihukum 8 bulan penjara sesuai masa tahanan di rutan Salemba). (*)