Rocky Gerung Sang Petarung

Bagi mereka, pembungkaman terhadap suara kritisnya akan semakin membuat mereka tertantang untuk lantang menyuarakan, mati satu tumbuh seribu, tidak akan ada kata gentar dan takut untuk tetap konsisten di jalur perjuangan membela rakyat dan menegakkan keadilan.

Oleh: Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi

SAYA cukup lama mengikuti sepak terjang Bung Rocky Gerung, meski berada dalam frekuensi yang sama tapi kami berada pada spektrum jalan yang agak berbeda. Ada pilihan yang sama tapi kadang jalan yang kami pilih berbeda. Dan itulah keindahan perjuangan merawat demokrasi.

Sebagai aktivis yang pernah mengalami masa-masa represif Orde Baru, hampir selama 13 tahun sejak tahun 1985-1998, kepiawaian Bung Rocky untuk menghindar dari delik adalah hal yang sama yang juga saya jalankan.

Bagaimana bisa menghindar dari delik dan berujung pada penangkapan dan pidana, meski tetap bersikap kritis dan menentang Orde Baru, saat itu. Perlawanan terhadap kebijakan Orde Baru yang represif dan melanggar HAM, yang kami bungkus dengan isu-isu tentang kemanusiaan, lingkungan, pendidikan, dan keadilan adalah alat kami melawan.

Padahal sejatinya adalah upaya untuk menggagalkan kebijakan represif Orde baru yang menginjak- injak martabat kemanusiaan. Sekaligus saat itu, saya termasuk dari sekian banyak orang yang dicari karena berjuang mengurusi masa depan anak-anak para tapol dan keluarganya dari kelompok Islam di Jawa Timur. Penjara menjadi tempat yang menanti.

Sehingga meski hari-hari ini saya tidak banyak dan hampir tidak pernah berkomunikasi, kecuali satu kali difasilitasi oleh kawan-kawan Jurnalis Muslim Jatim dan media lain, saya sangat mengenal dan memahami apa yang dilakukan oleh Bung Rocky.

Bagi saya, Bung Rocky adalah petarung sejati yang harus saya hormati, meski dalam beberapa hal saya juga belum sependapat, tapi itulah Bung Rocky, tetap piawai dalam memainkan isu sebagai bagian dari cara dia melawan rezim yang anti demokrasi dan seringkali menginjak-injak harga diri kemanusiaan.

Pada titik ini, saya kira kami sepaham, bahwa tidak boleh ada siapapun yang ada di Indonesia ini melawan UUD 1945 sebagai sebuah konsensus yang dibangun oleh para pendiri bangsa, dan kita bersepakat dengan konsensus itu. Tak perduli itu presiden atau siapapun yang mengatas-namakan kekuasaan.

Orasi Bung Rocky di hadapan para buruh di Bekasi, sejatinya bukanlah sesuatu yang aneh dan patut untuk disikapi secara reaktif, kecuali memang kita menjadi antek rezim dan anti demokrasi.

Apa yang disampaikan oleh Bung Rocky adalah sebuah kegelisahan tentang bahaya yang sedang mengancam demokrasi dan nasib rakyat, sehingga bagi Bung Rocky itu adalah suara yang harus dilantangkan.

Apakah itu Bung Rocky mengajak orang untuk makar? Tidak, Bung Rocky sedang mengajak rezim untuk berpikir, wahai penguasa, kalian sedang melakukan kebijakan yang salah, ini loh rakyatmu sedang berteriak meminta kalian dengar dan kalian perhatikan, dan sikap ini adalah sikap yang dilindungi Konstitusi.

Bung Rocky hanya ingin bahwa pemerintah janganlah berlaku sewenang-wenang kepada rakyat.

Bagi saya, sikap Bung Rocky dan orang orang yang sejalan dengan cara berpikirnya akan semakin tumbuh dan berkembang ketika rezim tetap berlagak anti demokrasi dan represif. Mereka inilah para suluh demokrasi.

Sebagai catatan penegas saya, mereka ini adalah saksi dan pelaku Reformasi 1998, pernah berada di dalam Majelis Aliansi Rakyat Indonesia yang dibentuk oleh Amien Rais. Diskusi-diskusi yang kritis sebagaimana kelompok-kelompok Ciganjur, yang dipandegani oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Amien Rais, dan Megawati Soekarnoputri adalah menu santapan tiap hari.

Ada baiknya bagi rezim saat ini mulai membuka diri dan mau menerima masukan dari kelompok- kelompok ini, karena mereka inilah sejatinya sang petarung yang cinta NKRI sejati. Para buzzer dan oligarki tak lebih hanyalah para benalu yang menumpang hidup. Mereka akan pergi saat kekuasaan tak manis lagi.

Bagi mereka, pembungkaman terhadap suara kritisnya akan semakin membuat mereka tertantang untuk lantang menyuarakan, mati satu tumbuh seribu, tidak akan ada kata gentar dan takut untuk tetap konsisten di jalur perjuangan membela rakyat dan menegakkan keadilan.

Masih ada waktu bagi rezim ini untuk kembali ke jalan yang benar, jalan yang sesuai dengan amanah konstitusi dan amanah reformasi, menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)