Gantung dan Penggal Kepala Jokowi
Sejarah sudah membuktikan di Athena dari Solon hingga Pericles demokrasi tegak setelah semua raja yang tergolong despotis bengis dipenggal kepalanya dan para pendukungnya dikejar hingga ke tempat-tempat persembunyiannya.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
ERNEST Hemingway, novelis dan pengarang cerita pendek, dan wartawan Amerika mengatakan: Segala sesuatu yang benar-benar jahat seringkali dimulai dari kepolosan.
Pada akhir Joko Widodo lengser dari kekuasaannya, Litbang Kompas masih merilis hasil survei yang dilakukan pada 27 Mei hingga 2 Juni 2024 terkait citra positif Presiden Jokowi. Sebanyak 89,4 persen responden menilai citra Jokowi baik jelang akhir jabatan Oktober mendatang (atas suruhan siapa).
Berbeda waktu, survei ini hampir sama ketika Jokowi dipromosikan CIA oleh Kompas untuk mem- "blow up" Jokowi sehingga menjadi "Media Darling" dan populer di tengah masyarakat Indonesia, secara besar-besaran, menjelang Pemilihan Presiden 2014. Peluang tipuan masih terbuka lebar.
Dari awal dipromosikan saat Pilpres 2014 sampai menjelang akhir masa jabatannya, framing yang dimainkan relatif sama, pencitraan bahwa Jokowi memang hidup dalam kesederhanaan seolah-olah merupakan ciri khas yang melekat pada setiap aspek kehidupannya.
Jokowi sendiri linglung tidak merasakan ada titah Tuhan kepada Malaikatnya mencatat semua gerak-gerik manusia dengan tidak ada ruang sedikitpun tempat manusia untuk memanipulasi tingkah-lakunya, alam kompak mengawasinya sejak manusia lahir sampai datang ajalnya.
Jokowi pada akhir masa kabatannya menampakkan dirinya dengan telanjang sifat depotisnya. Despotisme berarti tiran, dominasi melalui ancaman hukuman dan kekerasan, atau absolutisme atau diktatorisme.
Jokowi muncul watak aslinya menjadi monster, makhluk menakutkan yang mengintai di tempat-tempat gelap dan horor dengan nafsu ingin memangsa rakyat sebagai santapannya.
Bersama keluarganya menampakkan hidup liar hanya memburu kekuasaan, hidup hedonis menjadi budak dan pengemis oligarki. Sebagian penjilatnya masih menyembah dengan berbagai dalih dan rekayasa dungu dan tololnya.
Tidak ada lagi tempat dan ruang mengaku pejuang kebaikan, keadilan dan kebenaran tersisa tinggal menunggu pengadilan rakyat.
Kemarahan rakyat dan mahasiswa Jogjakarta dan Solo dalam aksi treatikalnya menggambarkan hukuman untuk Jokowi dengan cara dipenggal dan digantung kepalanya di atas tiang gantungan.
Sejarah sudah membuktikan di Athena dari Solon hingga Pericles demokrasi tegak setelah semua raja yang tergolong despotis bengis dipenggal kepalanya dan para pendukungnya dikejar hingga ke tempat-tempat persembunyiannya.
Sebagian aktivis pergerakan sudah meminta tutup semua bandara, Jokowi jangan sampai lari dari kejaran dan hukuman rakyat akan digantung dan dipenggal kepalanya. (*)