Gibran Menang, Yang Dilantik Anies?

Peristiwa seperti ini pernah terjadi setidaknya di 4 negara yang pernah membatalkan hasil pilpres. Empat negara tersebut adalah Kenya, Austria, Maladewa, dan Ukraina. Keempat negara tersebut membatalkan hasil pilpres karena terbukti melakukan kecurangan secara TSM.

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News

MESKI akhirnya KPU menetapkan Paslon 02 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka pada Rabu, 20 Maret 2024, sebagai “pemenang” Pilpres 2024, namun belum tentu yang dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024 nanti Prabowo – Gibran.

Mengapa? Karena mengingat dari bukti-bukti yang ada, Pilpres 2024 ini berlangsung curang secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang perolehan suaranya sangat menguntungkan paslon 02 dengan praktik penggelembungan suara hampir merata di sebagian besar TPS.

Jadi, setidaknya masih ada waktu sekitar 6 bulan untuk bisa mengubah peta hasil Pilpres 2024.

Itu bisa terjadi jika aksi demo yang terus berlangsung secara periodik ini berhasil memaksa Joko Widodo mundur dari jabatannya berhasil, maka akan sangat mudah mengubah Paslon 01 Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar jadi pemenangnya.

Ma’ruf Amin yang menggantikan Jokowi sebagai Presiden, akan mengambil keputusan yang sangat radikal dengan menyatakan, Prabowo – Gibran didiskualifikasi. Keputusan itu diambil berdasarkan pertimbangan stabilitas politik dan bukti-bukti pencurangan Pilpres 2024 yang terungkap di DKPP.

Berdasarkan putusan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) dan tidak perlu ada bukti pencurangan itu, karena putusan DKPP juga berkekuatan hukum atas pengakuan Komisioner KPU saat di persidangan.

Dalam putusannya itu, DKPP memberi sanksi kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan sejumlah anggota KPU karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Sanksi yang diberikan berupa peringatan keras terakhir.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito ketika membaca putusan di Gedung DKPP pada Senin, 5 Februari 2024, yang disiarkan langsung di YouTube DKPP.

Adapun selain Hasyim, enam anggota KPU lainnya yang diberi sanksi, termasuk Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap. Sanksi tersebut berdasarkan empat laporan yang diajukan ke DKPP.

Empat laporan yang diajukan itu antara lain oleh Demas Brian Wicaksono dalam kasus dengan Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

Dalam putusan ini, DKPP menilai ketua dan anggota KPU terbukti melakukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada Rabu, 25 Oktober 2023. Padahal saat itu peraturan KPU masih mengharuskan calon memiliki usia minimal 40 tahun.

“(Para teradu) terbukti melakukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” kata majelis hakim.

Menurut majelis, terungkap fakta dalam sidang pemeriksaan bahwa para teradu justru menerbitkan surat nomor 1145/PL.01-SD/05/2023 perihal tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tertanggal 17 Oktober 2023.

”Para teradu berdalih tindakan itu sebagai bentuk pelaksanaan Pasal 14 huruf c UU Pemilu yang menyatakan KPU berkewajiban menyampaikan semua informasi penyelenggaraan pemilu kepada masyarakat,” kata majelis.

Namun, majelis menganggap alasan itu tidak relevan karena ketika suatu putusan MK telah dimuat dalam berita negara RI, maka setiap orang dianggap sudah mengetahui. Teradu, menurut majelis, baru mengirimkan surat permohonan konsultasi kepada DPR pada tanggal 23 Oktober 2023 atau tujuh hari setelah putusan MK diucapkan.

Majelis juga menyatakan, tindakan para teradu dalam menindaklanjuti putusan MK dengan bersurat lebih dahulu kepada pimpinan partai politik tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah PKPU No. 1/2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di Lingkungan KPU.

”Tindakan para teradu yang tidak segera melakukan konsultasi kepada DPR dan pemerintah untuk melakukan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan,” kata majelis.

Menurut majelis, para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden tahun 2024 setelah putusan MK karena telah terjadi perubahan terhadap syarat calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2024.

Terlebih, PKPU sebagai peraturan teknis sangat dibutuhkan untuk menjadi pedoman cara kerja KPU dalam menerima pendaftaran bakal capres dan cawapres pascaputusan MK.

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (24) menyebutkan, DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.

Sesuai Pasal 159 ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, wewenang DKPP yaitu 1. Memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan;

  1. Memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, “termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain”. 3. Memberikan sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode etik; dan 4. Memutus pelanggaran kode etik.

Sebelumnya, para pengadu mendalilkan KPU melanggar kode etik penyelenggara pemilu karena telah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres pada Rabu, 25 Oktober 2023.

Menurut pengadu, tindakan KPU menerima pendaftaran hingga menetapkan Gibran sebagai bakal cawapres tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebab, KPU belum merevisi Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.

Dengan demikian, pendaftaran Gibran seharusnya tidak diterima karena aturan di PKPU Nomor 19/2023 masih mengatur syarat calon berusia minimal 40 tahun.

Meskipun kecewa dengan putusan hakim yang hanya memberikan sanksi peringatan keras, kuasa hukum dalam perkara 135-PKE-DKPP/XII/2023, Sunan Diantoro, menyatakan komisioner KPU telah melanggar kode etik atas penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka.

”Dengan begitu, terbukti dan jelas Gibran itu mengakibatkan beberapa lembaga negara rusak dan orang-orang di dalamnya dinyatakan melanggar etik. Kita tentu ingat MK dan hakimnya dinyatakan melanggar etik berat, dan sekarang KPU dinyatakan melanggar etik meski kami kecewa. Harusnya komisioner dinyatakan diberhentikan secara tidak hormat,” katanya.

Kuasa hukum pengadu lainnya, Patra M Zen, mengatakan, Ketua KPU mestinya dijatuhi sanksi berat karena sebelumnya pernah dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir pada April 2023.

”Kalau hari ini diberi peringatan yang sama, besok KPU curang melanggar kode etik lagi, maka peringatan keras lagi. Tidak selesai-selesai ini. Jadi, kami sampaikan semestinya putusan khusus terhadap Ketua KPU adalah peringatan keras terakhir dan pemberhentian,” ujarnya.

Sementara itu, di tempat terpisah, Ketua KPU Hasyim Asy’ari enggan mengomentari putusan itu karena merupakan kewenangan penuh dari DKPP. Terlebih dalam konstruksi Undang-Undang Pemilu, KPU berada pada posisi teradu dalam sidang DKPP.

Dalam setiap persidangan perkara itu, ia dan enam unsur pimpinan KPU selalu mengikuti proses persidangan dan memberikan argumentasi jawaban, keterangan, serta alat bukti terkait.

Di persidangan Komisi Informasi Pusat (KIP), semua pernyataan KPU secara nyata merupakan pembohongan publik. Tidak tanggung-tanggung, total kesalahan Sirekap mencapai 154.541 TPS, dari 638.497 TPS yang sudah diinput. Sangat masif.

Pembohongan publik KPU terus terbongkar. Sebelumnya KPU mengatakan, semua data Pemilu (server) ada di Indonesia. Tetapi, dalam persidangan di KIP, KPU mengaku menempatkan data Pemiliu di Singapore, bekerja sama dengan perusahaan IT raksasa asal China, Alibaba.

Dari uraian singkat di atas, jelas sekali bahwa sumber masalah terkait pencurangan Pilpres 2024 berawal dari Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023, yang memberi peluang Gibran ikut kontestasi Pilpres sebagai cawapres Prabowo.

Putusan Majelis Kehormatan MK yang diketuai Jimly Assidiqqi yang telah memutus “Paman” Anwar Usman melanggar “etik berat” dan mencopot jabatannya sebagai Ketua MK maupun Putusan DKPP yang memutuskan Ketua beserta anggota KPU tadi, bisa menjadi dasar hukum untuk diskualifikasi Gibran, meski sudah ditetapkan sebagai paslon “pemenang” Pilpres 2024 oleh KPU.

Jika jalur MK “rawan” terjadi putusan yang berpotensi ada intervensi pihak Istana lagi, karena di MK juga masih ada Anwar Usman, maka jalur Mahkamah Agung (MA) bisa dicoba dilakukan. Meminta Fatwa MA agar mendiskualifikasi Gibran.

Peristiwa seperti ini pernah terjadi setidaknya di 4 negara yang pernah membatalkan hasil pilpres. Empat negara tersebut adalah Kenya, Austria, Maladewa, dan Ukraina. Keempat negara tersebut membatalkan hasil pilpres karena terbukti melakukan kecurangan secara TSM.

Pembatalan dilakukan oleh MK atau Mahkamah Agung masing-masing negara. MA Kenya akhirnya memutuskan: membatalkan hasil pemilu pada 1 September 2917. Karena berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan, MA Kenya memastikan adanya kecurangan dalam pelaksanaan pemilu.

Hasilnya, kemenangan Presiden petahana Uhuru Kenyatta dinyatakan gugur. MA memerintahkan KPU setempat melakukan pemungutan suara ulang selambat-lambatnya 60 hari setelah putusan diketok.

Sebelumnya, Uhuru meraup suara sebanyak 54,2%. Sang petahana mengalahkan penantangnya, Raila Odinga, yang mendapatkan 44,7% suara.

Sementara 1,1% sisanya dinyatakan tidak sah. Dalam putusannya, majelis hakim berpendapat, sebesar apapun selisih suara akan gugur apabila dilaksanakan sesuai konstitusi. Pemilu ulang kemudian dilaksanakan pada 26 Oktober 2017.

Jadi, sekelas negara Kenya saja bisa mempunyai Hakim yang jurdil. Masa’ sebesar Indonesia tidak mampu melakukan hal yang sama bila terbukti ada kecurangan. Semangat Para Hakim MK. Kami tahu kalian adalah wakil Tuhan yang Amanah. Begitu pendapat Ncing AK7 @Prabow0Fans (11.57 AM · 23 Jun 2019).

“Ternyata mereka lebih punya otak dan hati nuraninya jalan.. berani katakan benar itu adalah benar dan curang adalah bagian dari kedzoliman terhadap masyarakat. Keren!” Tulis Firman Damopolii @firmandamopoli (11.14 AM · 23 Jun 2019).

Mungkinkah MK atau MA berani mencontoh negara Kenya dengan mendiskualifikasi paslon 02 yang terbukti telah melakukan pencurangan? (*)