Hari Ajal Kekuasaan Jokowi Telah Tiba
Ada kemungkinan besar Prabowo akan fokus pada agendanya sendiri, memperkuat posisinya dan hubungannya dengan Megawati, sementara Jokowi dan keluarganya harus bersiap menghadapi dampak politik dan hukum yang mungkin datang menghampiri.
Oleh: M. Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya
HARI ini, Ahad, 20 Oktober 2024, merupakan momen yang tidak terelakkan dalam sejarah politik Indonesia. Joko Widodo, presiden yang selama sepuluh tahun telah menorehkan jejak panjang di negeri ini, harus menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada penerusnya, Prabowo Subianto.
Bukan sekadar serah terima jabatan, hari ini mencerminkan sebuah transisi yang sarat dengan simbol dan makna. Di balik seremoni megah, ada kecemasan yang mendalam yang mungkin menggelayuti hati Jokowi.
Tidak akan ada lagi sambutan tepuk tangan yang meriah dari para pendukung yang dulu mengelu-elukannya sebagai pemimpin rakyat. Tak ada lagi sorotan kamera yang menyanjung setiap gerak dan langkahnya.
Kini, Jokowi berdiri di ambang sejarah, meninggalkan kekuasaan yang selama ini ia genggam erat. Namun, bukan kebanggaan yang terlihat dalam ekspresinya, melainkan ketidakpastian dan rasa gelisah. Di balik senyumnya yang datar, terselip kegundahan yang tidak bisa ia sembunyikan.
Selama beberapa tahun terakhir, khususnya menjelang akhir masa kepemimpinannya, tekanan demi tekanan semakin kuat menghimpit Jokowi. Skandal keluarga, mulai dari gaya hidup hedonis hingga dugaan keterlibatan dalam kasus gratifikasi, telah mencoreng citra yang dahulu bersih.
Tak hanya itu, serangan terhadap Prabowo yang diduga datang dari lingkaran keluarganya melalui akun Fufufafa yang 99,9% akurasinya adalah milik Gibran Rakabuming Raka, putera Jokowi yang kini Wapres telah menambah rumit situasi. Jokowi menyadari, pada akhir kekuasaannya bukanlah sebuah perpisahan yang anggun, melainkan akhir yang penuh beban.
Momen ini bukan hanya soal melepaskan kekuasaan, tapi juga ketakutan akan apa yang akan datang setelahnya. Prabowo, meskipun selama bertahun-tahun menjadi rekan politik, bukanlah sosok yang bisa dipandang sebelah mata.
Pertanyaan besar menghantui Jokowi: Akankah Prabowo mengusut berbagai skandal yang menghampiri dirinya dan keluarganya? Akankah peralihan kekuasaan ini menjadi awal dari pertanggungjawaban atas segala kontroversi yang selama ini menumpuk?
Rasa takut ini semakin nyata dengan melihat gelagat para loyalisnya yang mulai menjauh. Mereka yang dulu berada di lingkaran kekuasaannya kini bergerak perlahan menuju Prabowo, mencari perlindungan di bawah bayang kekuasaan baru. Inilah ironi kekuasaan; saat kejayaan berakhir, mereka yang dulu setia kini berbalik, meninggalkan sang pemimpin dalam kesendirian.
Bagi Jokowi, hari ini adalah hari penyerahan. Namun, lebih dari itu, ini adalah hari pertanyaan besar: Bagaimana sejarah akan mengingat dirinya? Sebagai pemimpin yang membawa Indonesia ke era baru, atau sebagai sosok yang terseret dalam pusaran politik keluarga dan korupsi? Hanya waktu yang akan menjawab.
Kecemasan Jokowi bukan hanya soal kekuasaan yang terlepas dari genggamannya, tetapi juga tentang apa yang akan terjadi setelah kekuasaan itu berpindah tangan. Salah satu faktor utamanya adalah bagaimana Prabowo, sosok yang kini menjadi presiden, akan membentuk pemerintahannya.
Di balik layar, tersiar kabar bahwa dalam proses seleksi calon menteri, Gibran putra Jokowi yang baru saja terpilih sebagai Wakil Presiden – tidak dilibatkan secara signifikan dalam diskusi. Ini tentu menjadi pukulan bagi Jokowi yang sebelumnya berharap posisi Gibran akan memberinya pengaruh lebih besar dalam pemerintahan baru.
Pertemuan antara Prabowo dan Megawati hari ini menambah kecemasan Jokowi. Megawati, Ketua Umum PDIP yang dikenal memiliki pengaruh besar dalam politik Indonesia, pernah berperan besar dalam mengangkat Jokowi ke panggung politik nasional.
Kini, dengan posisi Megawati yang tetap kuat, sementara Jokowi mulai ditinggalkan, ada bayangan bahwa Prabowo akan lebih mengutamakan kesepakatan politik dengan Megawati daripada menjaga warisan Jokowi. Kecemasan ini semakin terasa karena posisi Jokowi semakin terisolasi, terutama dengan Megawati yang lebih condong kepada Prabowo ketimbang dirinya.
Prabowo, yang dulu pernah berseberangan dengan Jokowi, kini menjadi simbol perubahan yang tidak nyaman bagi mantan presiden itu. Sikap Prabowo yang tampak tenang dan tegas setelah dilantik, menunjukkan bahwa ia siap mengambil kendali penuh, tanpa harus bergantung pada Jokowi atau keluarganya.
Apalagi, dengan tidak dilibatkannya Gibran dalam penentuan kabinet, jelas bahwa Prabowo ingin menunjukkan bahwa pemerintahan yang akan ia bentuk adalah pemerintahan yang independen, bukan perpanjangan tangan kekuasaan lama.
Keputusan Prabowo ini tentu membuat Jokowi semakin terpojok. Ia kini harus menghadapi suatu kenyataan bahwa pengaruhnya, bahkan melalui Gibran, tidak lagi relevan dalam proses politik yang tengah berjalan. Kekhawatiran terbesar Jokowi adalah bahwa Prabowo, meski dalam beberapa tahun terakhir menjadi sekutu politik, bukanlah sosok yang akan dengan mudah melindunginya atau keluarganya dari berbagai tekanan.
Ada kemungkinan besar Prabowo akan fokus pada agendanya sendiri, memperkuat posisinya dan hubungannya dengan Megawati, sementara Jokowi dan keluarganya harus bersiap menghadapi dampak politik dan hukum yang mungkin datang menghampiri.
Kegelisahan Jokowi ini bertambah seiring spekulasi bahwa Prabowo mungkin akan mengevaluasi kembali beberapa kebijakan dan keputusan penting yang diambil di era Jokowi, termasuk potensi investigasi terhadap skandal yang melibatkan lingkaran keluarganya.
Jokowi menyadari bahwa ia tidak lagi memiliki kekuatan atau perlindungan yang sama seperti sebelumnya, dan hari ini adalah awal dari fase baru yang penuh ketidakpastian.
Hari ini, di tengah keanggunan pelantikan dan senyum-senyum diplomatis, Jokowi mungkin mulai merenung dalam hati: Inilah ajal kekuasaannya, di mana tidak hanya kekuasaan yang ia lepaskan, tetapi juga pengaruh, kontrol, dan mungkin nasib masa depan politik keluarganya.
Satu hal yang pasti, hari ini menandai akhir kekuasaan Jokowi, namun awal kecemasan baru yang harus ia hadapi di luar panggung kekuasaan. Selamat jalan Jokowi, Selamat menyusuri gorong gorong sejarah kegelapan. (*)