Iblispun Akan Ditipu Jokowi

Peringatan terus diarahkan kepada Jakowi, bahwa turbulensi bisa dijinakkan apabila pelaku dan penyebabnya dengan jujur memperlihatkan wajah buruknya. Memperbaiki diri atau mundur dari jabatannya sebagai presiden.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

SEMULA semua mengira arahan Bapak Presiden Joko Widodo sangat penting, serius, dan gawat ketika memberi arahan dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin, 24 Juni 2024.

Ternyata seperti sedang membuat "sinema" dengan simulasi seni mengkomunikasikan ide, cerita, tampilan sinetron, dipermak dengan rasa indahnya tipuan seolah-olah dalam suasana sakral dan semuanya benar.

Presiden Joko Widodo meminta para pembantunya (kementerian dan lembaga): "Harus menjadi perhatian yaitu stabilitas politik. Ini penting agar jangan sampai ada turbulensi politik, agar transisi dari pemerintah sekarang ke pemerintahan berikut ini mulus dan baik".

Presiden Jokowi menyampaikan agar jajaran kementerian dan lembaga berhati-hati mengenai isu-isu yang berkembang setiap hari.

"Delirium dan Asmenia" tetap nempel pada Jokowi di duga makin kacau, mengalami kebingungan dan hilangnya kesadaran terhadap apa yang dikatakan dan apa yang sedang terjadi dengan segala resikonya.

"Turbulensi politik" didefinisikan sebagai "situasi di mana peristiwa, tuntutan berinteraksi dengan cara tidak konsisten, tidak terduga atau tidak dapat diprediksi" (Ansell & Trondal, 2017).

Presiden tampak kurang paham bahwa terjadinya "turbulensi politik" karena terjadinya konflik sosial, politik, ekonomi dari kepemimpinan politik yang tidak konsisten, terus-menerus selalu menciptakan kekacauan dan tipuan.

Kekacauan yang berpotensi terjadiya turbulensi politik bisa diatasi dan diakhiri, antara lain dengan perubahan rezim segera mundur untuk dapatnya memulihkan bentuk tatanan pemerintahan yang menyimpang agar tetap pada arah dan jalur konstitusi.

Perasaan rakyat bahwa turbulensi telah menjadi kondisi kronis dan endemik di Indonesia. Bahwa kondisi ini tidak dapat diatasi dengan satu faktor tunggal hanya meminta kementerian dan lembaga untuk menjaga isu-isu yang berkembang.

"Apalagi penyebab terjadinya turbulensi politik sumbernya dari Jokowi sendiri". Yang menciptakan krisis politik dan ekonomi akut berkepanjangan merayap memengaruhi berbagai sektor yang lebih luas, menyebar melintasi batas-batas politik, menghasilkan berbagai krisis yang saling berinteraksi.

"Interaksi sosial, ekonomi, dan politik di antara pihak-pihak yang tersebar luas dan bertingkat akan semakin cepat – menghasilkan interaksi dengan kecepatan, skala, dan cakupan yang mengejutkan (Hong & Lee, 2018 )."

Turbulensi politik yang berpotensi mengganggu stabilitas dan dimediasi dapat dengan mudah berubah menjadi aliran latihan kebakaran yang konstan (Cottle, 2006).

Jokowi mengabaikan saran dari para ahlinya untuk memperbaiki diri karena potensi turbulensi, telah meningkatkan konflik politik yang menantang norma dan mekanisme mediasi konflik yang ada.

Semuanya sudah terlambat karena kegelisahan terhadap turbulensi seperti "Jokowi membuat sinema tipuan" ingin dengan cepat menyusun puzzle (salah satu permainan di dalamnya ada kegiatan membongkar dan menyusun kembali kepingan-kepingan satu gambar menjadi bentuk gambar yang utuh), sayang gambarnya sudah kabur dan potongan-potongannya tidak cocok satu sama lain (ambyar).

Peringatan terus diarahkan kepada Jakowi, bahwa turbulensi bisa dijinakkan apabila pelaku dan penyebabnya dengan jujur memperlihatkan wajah buruknya. Memperbaiki diri atau mundur dari jabatannya sebagai presiden.

Turbulensi terus membesar karena: para aktor penyebabnya terus bersembunyi dan memperumit keadaan dan tidak ada niat untuk mengatasi dan menyelesaikannya.

Ketika turbulensi menjadi lebih endemik karena nilai stabilitas dan fleksibilitas tidak terlayani dengan baik justru Jokowi terus merasa benar dan menipu ada kambing hitam sebagai penyebabnya.

Adalah sinyal terang benderang ada tipuan Jokowi seperti tidak memahami sebab terjadinya turbulensi politik. Sekalipun sudah merasakan getaran, akibat dan resikonya akan menimpa dirinya.

Stop merekayasa sinema tipuan, apa kalau bisa Iblispun akan ditipu? (*)