Jika Menang Jujur Mengapa Takut Hak Angket?
Sekarang rakyat sedang membaca apakah PDIP, Nasdem, PKB, PKS serius untuk menggulirkan Hak Angket itu. Sementara PPP dinilai masih plintat-plintut dalam keraguan. Mungkin menunggu "pembeli".
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
AKTIVIS dan penulis aktif Muslim Arbi mempertanyakan apakah Prabowo Subianto senang jika dia menang secara curang? Pertanyaan ini menarik dan menggelitik mengingat Prabowo adalah purnawirawan TNI yang tentu terikat pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.
Jiwa satria adalah tuntutannya. Sayangnya kecurangan sudah menjadi tuduhan atas keunggulan di atas 50 persen pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
Sejak dukungan Presiden Joko Widodo dinyatakan khususnya pasca Gibran dititipkan, maka rakyat sulit menerima bahwa "kemenangan" Prabowo – Gibran itu murni dan bersih. Jokowi menggerakkan semua mesin pemerintahan yang menjadikan kemenangan Prabowo – Gibran karena dukungan dari Jokowi sebagai kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
KPU sendiri di tengah kekacauan angka-angka hingga saat ini belum secara resmi menetapkan pemenang, tapi sungguh gila justru eforia "kemenangan" Prabowo telah berlangsung bagai sebuah teror. Jorok sekali politik Jokowi bersama Prabowo – Gibran ini. Menginjak-injak martabat rakyat.
Keraguan akan kemenangan bersih sudah pasti ditepis oleh kubu Prabowo – Gibran, dan bahkan anjuran balik dilempar yaitu bahwa pihak Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo harus menerima kekalahan dengan legowo. Bila tidak puas maka ajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bukan tak paham adanya prosedur MK, akan tetapi semua tahu MK itu bukan lembaga peradilan independen, melainkan Mahkamah yang rentan intervensi. Di sisi lain MK hanya mengadili bukan menyelidiki. Oleh karena itu prosesnya juga menjadi sumier. MK dipastikan tidak akan mampu menemukan terjadinya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif.
Hak penyelidikan politik oleh DPR adalah pilihan terbaik untuk membongkar dugaan kecurangan brutal yang melibatkan Jokowi dan rezimnya. Dari pusat hingga daerah. Penggunaan Hak Angket semestinya diterima oleh semua pihak, khususnya partai politik untuk membuktikan apakah Pilpres 2024 berjalan jujur dan adil atau tidak.
Sebagaimana pernyataan aktivis Muslim Arbi tentang jiwa Ksatria Prabowo, maka Prabowo dan Partai Gerindra harus berani menegaskan kesiapan untuk menjadi partai pendukung Hak Angket. Namun tanda-tanda ke arah sana tampaknya tidak ada. Yang ada adalah upaya Jokowi dan rezim untuk menggagalkan penggunaan Hak Angket tersebut.
Sekarang rakyat sedang membaca apakah PDIP, Nasdem, PKB, PKS serius untuk menggulirkan Hak Angket itu. Sementara PPP dinilai masih plintat-plintut dalam keraguan. Mungkin menunggu "pembeli".
Lalu, sejauh mana pula "tertuduh" partai-partai pendukung Prabowo – Gibran, seperti Golkar, PAN, dan Demokrat gigih menolak Hak Angket?
Hak Angket adalah batu ujian. Jika ada partai-partai politik atau anggota DPR yang mendukung dan memperjuangkannya maka mereka adalah barisan aspirasi rakyat. Adapun partai dan anggota DPR yang menolak, itulah wajah-wajah penghianat bangsa dan penyembunyi kebenaran yang pantas ditempatkan sebagai musuh rakyat.
Mereka adalah para penjilat dan penghamba kecurangan. Penjahat politik yang harus segera dibasmi oleh gelombang perlawanan rakyat. Cepat atau lambat. (*)