Jokowi Harus Dinyatakan Melalui TAP MPR RI Sebagai Presiden Cacat Bangsa
Lebih tragisnya, Prabowo malah ditunggangi dan dijadikan pembantu Jokowi, karena fakta hukum, Prabowo di kabinet pemerintahan Jokowi dijadikan Menhan, yang harus setia kepada Jokowi, dalam masa 5 tahun, karenanya Prabowo Tidak Punya Hutang Budi Kepada Jokowi.
Oleh: Damai Hari Lubis, Pengamat Hukum dan Politik Mujahid 212
SETELAH proses pemilu dengan segala tahapan agenda hukum yang sudah dilalui, maka terlepas dari pro dan kontra, terima atau tidak, oposisi, atau pro atau berkoalisi, suka tidak suka, sejak pada 20 Oktober 2024 setelah serah terima jabatan kepresidenan dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto mesti diakui keabsahannya sebagai Presiden RI ke-8.
Dan dalam hubungan hukumnya dengan Jokowi, "andai kelak" ternyata kecurigaan publik selama ini kepada Jokowi terkait kepemilikan dan/atau penggunaan ijazah Palsu S-1 dari Fakultas Kehutanan UGM terbukti telah melalui proses investigasi dan penyidikan, hingga dakwaan dan tuntutan serta putusan pidana, sesuai KUHAP (due process dan equal), lalu inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Maka;
Dengan adanya vonis inkracht tersebut, maka akan melahirkan historis hubungan hukum dan politik dalam perspektif sosiologi hukum, dengan segala dampak negatifnya terhadap administrasi atau Ketatanegaraan RI.
Implikasi hukum atas kebenaran materiil atau secara hakekat, bahwa legalitas hukum Jokowi itu selama mengikuti beberapa kompetisi dalam dua kali pemilu Pilpres berikut hasilnya adalah cacat demi hukum. Karena persyaratan hukum yang Jokowi gunakan sebagai kontestan pemilu pilpres beralaskan kejahatan (delik).
Sehingga dari sisi karakter kepribadian Jokowi pastinya anomali dari role model atau amoral, ada karakteristik kriminal, yang dapat ditandai dengan adanya modus operandi menggunakan ijazah palsu untuk misinya menjadi Walikota Surakarta, lalu berlanjut ijazah palsu digunakan sebagai persyaratan Pilgub DKI Jakarta, kemudian ia lanjutkan lagi untuk mengikuti Pemilu pilpres sebanyak dua kali (2014 dan 2019).
Indikasi dari perbuatan delik yang dilakukan oleh Jokowi secara berulang tersebut, disebabkan perbuatan tindak pidana berlanjut atau berulang atau delik konkursus (samenloop).
Oleh sebab unsurnya adalah delik yang dilakukan Jokowi lebih dari satu kali dan kesemuanya, belum ada yang diadili serta dilakukan Jokowi secara dolus/mens rea atau berkehendak sengaja dan berencana, karena terbukti beberapa kali delik dilakukan dalam tempus yang berbeda (beberapa kali pemilu). Sehingga, Jokowi pastinya pribadi yang pantas untuk menjadi bakal pemimpin bangsa ini.
Lebih tragisnya, Prabowo malah ditunggangi dan dijadikan pembantu Jokowi, karena fakta hukum, Prabowo di kabinet pemerintahan Jokowi dijadikan Menhan, yang harus setia kepada Jokowi, dalam masa 5 tahun, karenanya Prabowo Tidak Punya Hutang Budi Kepada Jokowi.
Justru sebaliknya dihinakan oleh seorang yang tak layak berkompetitor dengan seorang Letnan Jenderal TNI alumni Akmil, Eks Komandan Kopassus tentara elite angkatan darat, serta eks Pangkostrad.
Maka tipikal perilaku kriminal Jokowi, mutatis mutandis berdampak negatif, bakal terus eksis serta menjadi sejarah yang debatebel kebenaranya di kalangan anak bangsa yang kelak tidak kunjung selesai, selebihnya menjadi misteri historis "rahasia kejahatan negara" yang berlanjut.
Hal yang tak masuk akal di alam kehidupan modern, transparansi dan demokrasi, serta sia-sia, jika negara mau berkonspirasi melakukan kejahatan sejarah hukum, demi individu dengan track record, berperilaku buruk (bad character), "bekas" pemimpin perusak bangsa atau the character of the nation's destroyer leader, sehingga gejala-gejala cacat moral sejarah ini wajib dihentikan melalui proses hukum oleh pemerintahan baru yang berkuasa.
Sebab lainnya RI adalah negara hukum, bukan negara para bandit dan demi memenuhi makna dari pada fungsi dan manfaat hukum (kepastian dan keadilan) serta perilaku Jokowi yang membodohi seluruh bangsa dan menginjak-injak harkat martabat lembaga negara dan pernah menipu bakal presiden Prabowo selaku individu dan eks lawan pada dua kali pemilu pilpres, tidak karena kerugian materil dan immaterial Prabowo, lalu malah dijadikan "pembantunya" yang harus ndoro.
Selanjutnya demi wibawa hukum dan keadilan, dan jatidiri kepemimpinan Prabowo kelak dari sisi sejarah bagi seluruh bangsa dan negara ini, yang hakiki, namun oleh sebab hukum dan sejarah bangsa sebagai ilmu pengetahuan, dan untuk mempersulit jika ada kelompok masyarakat yang ingin berusaha memutar-balikkan fakta sejarah hukum (Jo. sejarah kejahatan Gestapu PKI), maka Jokowi ideal dinyatakan melalui ketetapan hukum (TAP MPR RI) sebagai presiden cacat bangsa.
Serta segala akibat hukumnya, pemerintahan Prabowo, kelak harus mencabut, merevisi, dan mengganti semua produk hukum dan semua diskresi, sepanjang dan terbatas terhadap segala sistem dan ketentuan dan/atau diskresi yang memang nyata merugikan bangsa dan negara ini termasuk produk regulasi yang terindikasi nepotisme. (*)