Kewajiban Konstitusional Presiden Indonesia (9)

Amnesty International Indonesia menyebutkan, dari tahun 2019-2022 saja, 328 kasus serangan fisik terhadap pengunjuk rasa dengan 834 korban. Amnesty juga mencatat, 332 orang menjadi korban karena dijerat pasal “karet” UU ITE.

Oleh: Abdullah Hehamahua, Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (2005-2013)

“KEMUDIAN dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Inilah alinea terakhir (keempat) dari Pembukaan UUD 1945.

Pembukaan UUD 1945 di atas dengan tegas mewajibkan Presiden melakukan lima program raksasa: (1) Melindungi bangsa Indonesia; (2) Menjaga eksistensi wilayah NKRI yang aman dan damai; (3) Memajukan kesejahteraan umum; (4) Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (5) Terlibat aktif dalam memicu terciptanya perdamaian dunia.

Presiden, berdasarkan mukadimah di atas, wajib menjaga dan melindungi keselamatan 280 juta rakyat Indonesia. Malangnya, presiden Jokowi abai terhadap 850 petugas KPPS yang meninggal dunia dalam Pilpres 2019.

Presiden juga abai terhadap 52 orang pengunjuk rasa yang meninggal dunia sepanjang tahun 2019. Dan, bahkan Jokowi tidak ambil pusing atas meninggalnya 6 laskar FPI dan 52 pengunjuk rasa, ulah anak buahnya. Apalagi, 179 warga sipil di Papua meninggal karena kesalahan metode penanganan oleh apparat.

Tragisnya, Jokowi memaksa penduduk pulau Rempang, Nagari Air Bangis, Sumbar, dan PIK2, harus meninggalkan kampung halamannya demi proyek oligarki. Padahal, mereka turun-temurun tinggal di tanah leluhurnya sebelum ada Indonesia.

Siapa Bangsa Indonesia?

“Bangsa” menurut KBBI adalah kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Maknanya, anggota masyarakat yang berada di antara Sabang sampai Merauke adalah bangsa Indonesia. Sebab, asal keturunan mereka berasal dari dua rumpun dunia yang saling berbaur, Polinesia dan Melanesia.

Mohammad Yamin mengatakan, orang Indonesia adalah asli berasal dari wilayah Indonesia sendiri. Menurutnya, temuan fosil dan artefak lebih banyak dan lengkap di Indonesia daripada daerah lain di Asia. Yamin merujuk ke temuan fosil Homo atau Pithecanthropus Soloensis dan Wajakensis yang tidak ditemukan di daerah Asia lain termasuk Asia Tenggara.

Kelompok etnis asli orang Indonesia, mayoritasnya, orang Jawa, 40,06%. Sunda mencapai 15,51%. Melayu, 3,70%. Batak, 3,58%. Madura, 3,03%. Minangkabau, 2,73%. Lampung, 2,88%. Kelompok etnis minoritas lainnya, membentuk sekitar 28,51% dari populasi kelompok etnis "asli" di Indonesia.

Mayoritas etnis di Indonesia termasuk dalam ras keluarga rumpun Melayu Austronesia. Namun, terdapat juga minoritas ras Melanesia, seperti orang asli Papua, Maluku, Malut, dan NTT. Sisanya, keturunan Tionghoa, Tamil, Punjabi, dan Arab.

Penduduk Indonesia, sudah mencapai 280 juta jiwa. Mayoritas (51%) penduduk tinggal di pulau Jawa. Data juga menyebutkan, 95% orang Indonesia adalah pribumi. Sisanya, 5% keturunan negara asing, seperti Tionghoa, India, Belanda, dan Portugis. Mayoritas rakyat (87,18%) beragama Islam. Penduduk beragama lain: Protestan, 6,96%, Katolik, 2,91%, Hindu 1,69%, Budha, 0,05, dan Konfusianisme, 0,13%.

Ada lebih dari 300 kelompok etnis di Indonesia dengan 700 bahasa asli pribumi Indonesia. Penduduk Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, selain berbahasa nasional, mereka juga menggunakan bahasa daerah.

Presiden dan Warga Negara

Presiden Indonesia mendatang jangan meniru kejahatan Jokowi yang karena serakah, bersama oligarki mengusir penduduk pribumi yang sudah ratusan tahun menempati pulau Rempang, Batam sebelum ada Indonesia. Presiden mendatang juga jangan meniru kejahatan Presiden Jokowi yang membenarkan pengusaha memaksa penduduk pribumi di PIK2 menjual tanahnya dengan harga murah.

Presiden mendatang harus meniru pemerintah Jepang yang tetap menjalankan layanan kereta api hanya untuk mengangkut seorang murid SMA. Hal tersebut terjadi di Provinsi kepulauan Hokkaido, Jepang tahun 2016.

Kereta api jurusan kampung kecil, Kyu shirataki, Jepang, tetap beroperasi selama tiga tahun (2013 – 2016) hanya untuk melayani seorang penumpang. Beliau, seorang gadis remaja, Kana Harada, siswa SMA yang menjadi penumpang rutin. Siswi ini, selama tiga tahun, menggunakan jasa kereta tersebut pergi ke sekolah setiap pagi dan pulang pada sore hari. Pengelola jasa kereta api Hokkaido, baru menghentikan layanannya di rute tersebut setelah Kana Harada, tamat SMA.

Begitulah komitmen pemerintah Jepang dalam melindungi dan melayani hajat seorang warga negaranya, sekalipun harus mengeluarkan biaya relatif besar selama tiga tahun. Bandingkan dengan pemerintahan Jokowi yang menggusur paksa penduduk pulau Rempang, Batam hanya karena keinginan oligarki yang mau membuka proyek bisnis. Begitu pula kejahatan Jokowi yang memaksa penduduk pribumi di wilayah PIK2 agar menjual lahannya dengan harga murah demi kepentingan pengusaha nonpribumi.

Kebijakan-kebijakan Jokowi tersebut membuat masyarakat awam akan berpikir, jangan-jangan, Jokowi sejatinya keturunan China atau anak biologis kader PKI.

Presiden dan Penegakkan HAM

Presiden mendatang harus paham akan kewajibannya melindungi hak asasi setiap rakyatnya. Sebab, penggusuran paksa warga di Pulau Rempang, Batam, PIK-2, Banten, Nagari Air Bangis, Sumbar, dan penanganan kasus OPM di Papua, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.

Amnesty International Indonesia menyebutkan, dari tahun 2019-2022 saja, 328 kasus serangan fisik terhadap pengunjuk rasa dengan 834 korban. Amnesty juga mencatat, 332 orang menjadi korban karena dijerat pasal “karet” UU ITE.

Dari 2018 hingga 2022, Amnesty International Indonesia mencatat, setidaknya 94 pembunuhan di luar hukum di Papua. Setidaknya 179 warga sipil, meninggal.

Presiden mendatang harus paham, kasus penggusuran paksa di Pulau Rempang, PIK2, Nagari Air Bangis, dan OPM merupakan pelanggaran HAM berat.

Simpulannya, presiden mendatang, selain mengembalikan hak-hak penduduk di Rempang, Nagari Air Bangis, dan PIK2, juga memroses hukum pejabat, pengusaha, dan pihak-pihak terkait dalam proses pengusiran paksa rakyat di tiga daerah tersebut. In syaa Allah! (*)