Menteri Akan Gemetar di Depan Hakim

Curang berarti perang, itu slogan sebelum Pilpres. Kini dugaan curang telah menggema ke mana-mana. Perang telah dimulai dengan perang hukum di Mahkamah Konstitusi. Menteri pun dipanggil untuk masuk dalam kancah peperangan.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

KESEPAKATAN Hakim Konstitusi untuk memanggil empat Menteri Kabinet Presiden Joko Widodo sehubungan adanya dugaan penyimpangan dana bansos untuk kepentingan kampanye pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka mendapat apresiasi.

Pemanggilan para Menteri tersebut dilakukan untuk mengklarifikasi keterangan saksi dan keperluan informasi bagi Hakim Konstitusi pada persidangan gugatan Pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar.

Kecuali Mensos Risma, para Menteri mungkin akan gemetar mendapat berita buruk itu. Muhajir Effendi, Airlangga Hartarto dan Sri Mulyani berada dalam dilema antara memberi keterangan jujur, mengeles atau berbohong. Terbayang diskusi intensif sedang dilakukan berjamaah antara Presiden, Menteri dengan Kuasa Hukum. Tidak mungkin tanpa arahan. Berbagai opsi dibahas. Pusing juga tampaknya.

Mensos Risma tanpa beban, sebab ia adalah korban dari penyerobotan kewenangannya. Justru keterangan Risma akan memberatkan Muhajir, Airlangga, dan Sri Mulyani. Bansos yang awal dinilai strategis bagi pemenangan ternyata di luar dugaan menjadi bencana elektoral. Asalkan tidak ada kongkalikong "tanya-jawab" Hakim dengan Menteri, maka Menteri-menteri itu akan stress dicecar pertanyaan di ruang "mundur kena maju kena".

Para Kuasa Hukum KPU dan Pasangan 02 harus memutar otak dalam mendesain berbagai upaya untuk melepaskan Menteri-menteri terkait dari jeratan dan cengkeraman "bahaya" persidangan MK.

Tuduhan penyalahgunaan dana bansos saat kampanye merupakan masalah serius. Presiden juga disebut-sebut terlibat. Nah, terkuak atau tidak skandal kecurangan Pemilu khususnya Pilpres 2024 dari pintu bansos akan dilihat dan dibaca publik ke depan.

Pasangan 02 yang mengajukan diri sebagai Pihak Terkait sebenarnya tidak memiliki urgensi untuk hadir selain menjadi "pengacau persidangan" mengganggu dan mencoba mempengaruhi Hakim MK dengan argumen dangkal dan celetukan-celetukan tidak bermutu.

Sekelas Prof. Yusril Izha Mahendra saja tidak paham uraian pakar ekonomi Anthoni Budiawan, bahkan menyebut dengan ahli nujum segala. Konyol sekali. Belum lagi Hotman Paris yang ber-ha ha he he. Yang tidur juga ada.

Menteri-menteri penyimpang Bansos akan mulai diinvestigasi oleh Majelis Hakim MK di depan persidangan Jum'at 5 April 2024. KPU maupun Pihak 02 untuk tahap ini telah gagal menjegal kemauan Hakim untuk menghadirkan para Menteri, meski menutupi dengan pernyataan pura-pura gembira.

Menteri yang kelak gelagapan menjawab pertanyaan Majelis Hakim akan menjadi pintu dari kekalahan KPU dan Prabowo – Gibran.

Pada Jum’at ini, 5 April 2024 adalah hari sidang terakhir sebelum lebaran, maknanya keterangan Menteri akankah menjadi parcel lebaran bagi rakyat yang mendambakan informasi jujur atas proses Pemilu yang bobrok? Dana bansos Rp 296 triliun tahun 2024 lebih tinggi Rp 20 triliun jika dibanding tahun sebelumnya yang diduga dikorupsi Rp 50 triliun penting untuk mendapatkan penjelasan dari Menteri terkait.

Biasanya pembagian bansos dilakukan pada bulan Maret tetapi pada tahun 2024 dilakukan pada bulan Januari-Februari intensif menjelang pencoblosan. Ini menjadi indikasi politisasi bansos itu.

MK memanggil pula DKPP yang telah mengadili KPU dan menyatakan Ketua KPU telah melanggar etika karena menerima pendaftaran Gibran tanpa ada perubahan PKPU terlebih dahulu. Keterangan DKPP yang ingin didengar Hakim menunjukkan, MK hendak melihat proses yang dilakukan, artinya tidak semata pada angka-angka yang dihasilkan.

Curang berarti perang, itu slogan sebelum Pilpres. Kini dugaan curang telah menggema ke mana-mana. Perang telah dimulai dengan perang hukum di Mahkamah Konstitusi. Menteri pun dipanggil untuk masuk dalam kancah peperangan.

Keterangan Saksi dan penjelasan Menteri adalah tembak-menembak di ruang pengadilan. Meski ringan bahasa Jokowi mempersilakan Menterinya dipanggil, namun pemanggilan ini tentu di luar dugaan. Menteri yang bersalah akan gemetar di depan Hakim. (*)