Putusan MK dan Kejatuhan Jokowi
Kampus sebagai basis intelektual dan moral pun telah turun ke gelanggang terdepan. Sehebat apa pun kekuasaan itu, dipertahankan dengan cara bathil dan haram, dengan langgar konstitusi dan abaikan Demokrasi akan tumbang juga.
Oleh: Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) dan Kejatuhan Joko Widodo alias Jokowi adalah dua hal yang bisa disebut sebagai sebab dan akibat.
Putusan MK dalam gugatan Pilpres, akan menjadi sebab dan penyebab munculnya gerakan yang lebih besar lagi, jika satu dan lain hal di bawah tekanan Istana.
Istana nekad meloloskan Gibran Rakabuming Raka, meski melanggar konstitusi dan UU. Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 yang menyebabkan Ketua MK Anwar Usman terpental dari kursinya adalah di bawah tekanan Istana. Meski akhirnya Paman Usman hilang dari kursi ketua. Putusan Nomor 90 itu merusak: hukum, konstitusi, dan UU. Bahkan, putusan itu cacat moral dan etika.
Putusan MK tersebut telah menimbulkan kegoncangan politik secara nasional, dan kegaduhan masyarakat, karena putusan itu membawa malapetaka hukum dan politik.
Putusan itu menjadikan Cawapres Gibran sebagai “Anak Haram Konstitusi”. MK harus menganulir putusan itu dengan mendiskualifikasikan Gibran, Putera Joko Widodo itu.
Karena, Gibran lolos sebagai Cawapres, maka Presiden Jokowi mengerahkan segala daya dan kemampuan yang dimilikinya sebagai Presiden dan kepala pemerintahan, melakukan apa saja untuk memenangkan puteranya. Gibran menjadi pertaruhan kekuasaan Ayahnya: Jokowi.
Dengan kekuasaan dan kekuatan politik yang digenggam oleh Joko Widodo. Semua termobilisasi struktur kekuasaan yang ada di bawahnya: Menteri, Gubernur, Kepala Daerah sampai tingkat Lurah dan Kepala Desa.
Anggaran APBN pun diakali untuk biayai Bansos, sebagaimana dikatakan oleh Anthony Budiawan di depan Sidang Mahkamah yang dipimpin oleh Suhartoyo itu.
Profesor Magnis Suseno pun memandang, perbuatan Presiden Joko itu sebagai perbuatan mafia, karena dianggap mencuri Bansos yang Hak Orang Miskin untuk kepentingan politik dan kekuasaan Jokowi.
Akibat dari itu semua maka terakumulasilah suara yang mencapai puluhan juta yang diklaim sebagai suara sah untuk memenangkan Pilpres 2024.
Bagaimana kemenangan itu dikatakan sah, jika suara rakyat diperoleh dengan cara menyalah-gunakan kekuasaan, dan langgar UU dan konsisten dan dengan intimidasi para pemilik suara?
KPU, Bawaslu, dan DKPP pun seperti menjadi Timses yang diarahkan Istana. Ketiganya tak berdaya digugat di Depan Hakim Mahkamah Konstitusi. Dan, semua Kecurangan itu, semua telanjang di mata publik. Publik pun tahu semua kecurangan itu terbukti.
Sistem Sirekap dan sistem IT pun ditelanjangi oleh pakar dan Ahli yang dihadirkan oleh Pemohon 01 dan 03.
Meski sejumlah Menteri dihadirkan, atas perintah Presiden, politisasi Bansos tak dapat dibantah.
Jika MK tidak menganulir Gibran yang adalah Anak Haram Konstitusi, dan membatalkan hasil dari kecurangan Pilpres 2024 oleh KPU, maka MK akan menjadi sebab pemicunya Gerakan Rakyat terus-menerus dan akan menjadi Gelombang Revolusi.
Karena Rakyat pasti berkesimpulan bahwa MK tidak memutus sesuai dengan Fakta Persidangan. Publik sudah tahu Fakta persidangan: KPU, Bawaslu, dan DKPP tidak berkutik di depan Mahkamah demikian juga pihak terkait, yakni Paslon 02 tak bisa membantah secara meyakinkan Hakim MK.
Kekuatan Massa yang lakukan Aksi bergelombang dan berjilid-jilid sejak dari KPU, Bawaslu, DPR dan MK akan terus aksi tanpa henti sampai Joko Widodo tumbang.
Karena Rakyat sudah sampai pada kesimpulan, semua kerusakan: Etika, Moral, Hukum, Konstitusi dan UU bahkan Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi pun turut hancur akibat kekuasaan Jokowi yang semena-mena dan sewenang-wenang.
Jokowi telah menjadi tiran dan penguasa otoriter dan Anti demokrasi dan Kedaulatan Rakyat.
Jokowi telah menjadi common enemy. Putusan salah MK akan menghantarkan Jokowi menjadi musuh dan amarah Rakyat.
Putusan salah MK menjadi sebab dan akibatnya adalah tumbangnya kekuasaan otoriter dan despotik Jokowi dan kroni-kroninya.
Jika Kekuasaan suatu Rezim abai terhadap suara Rakyat. Kejatuhannya tinggal menghitung hari. MK dapat mempercepat atau memperlambat kejatuhan Jokowi dari kursi kekuasaan.
Apalagi Tokoh-tokoh yang ikut membesarkan Jokowi saat ini, berramai-ramai telah menentang dan melawannya. Demikian juga para Civitas Akademika dari berbagai Kampus.
Kampus sebagai basis intelektual dan moral pun telah turun ke gelanggang terdepan. Sehebat apa pun kekuasaan itu, dipertahankan dengan cara bathil dan haram, dengan langgar konstitusi dan abaikan Demokrasi akan tumbang juga.
Beberapa Presiden Indonesia tumbang oleh Kekuatan Rakyat seharusnya menjadi pelajaran. Jangan lecehkan dan abaikan Suara Rakyat.
Tsunami kekuatan Rakyat akan dapat menggulung, jika gelombang suara Rakyat saat ini di abaikan.
Merdeka. Allahuakbar. (*)