Rajapaksa di Srilanka dan Joko Widodo

Maka, Rakyat mendatangi DPR untuk meminta agar Joko Widodo di berhenti sebagai Presiden, batalkan pemilu 2024 yang penuh kecurangan dan diskualifikasi paslon Capres-cawapres yang didukungnya.

Oleh: Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu

KEJADIAN yang dialami oleh Sri Lanka, di mana Presidennya Gotabaya Rajapaksa didemo Rakyatnya dan kabur, lalu Istana diduduki Rakyat.

Rajapaksa gagal urus negara, Hutang numpuk dan negara terancam bangkrut. Kejadian dua tahun lalu di Srilanka itu, mirip dengan yang terjadi di sini, saat ini.

Indonesia, hutang menumpuk, terbesar sepanjang sejarah RI, pemerintahan sebut, hutang 8000 triliun rupiah lebih, padahal DPR melalui Misbakhun, hutang negara saat ini: 20.000 triliun rupiah lebih.

Negara terancam bangkrut, maka jangan heran tahun depan pemerintah akan naikkan PPN 12% untuk tutupi hutang negara.

Belum lagi saat ini terjadi perlawanan Rakyat di mana-mana. Akibat dari Pemilu dan Pilpres Curang yang dianggap rakyat curang dan Politik Dinasti dan KKN Joko Widodo yang merusak.

Saat ini, Para Guru Besar, Dosen, dan Mahasiswa di berbagai Kampus mulai lakukan perlawanan atas rusaknya demokrasi, akibat pemilu dan pilpres curang, rusak konstitusi, rusak moral dan etika kekuasaan penguasa.

Rakyat juga terus-menerus mendatangi KPU, Bawaslu dan DPR mendesak dimakzulkannya Joko Widodo dari Kursinya, karena dianggap melanggar sumpah jabatan, UU dan Konstitusi.

Joko Widodo dinilai melanggar HAM oleh PBB, akibat pemaksaan hak pilih Rakyat kepada calon presiden yang didukungnya dengan memanfaatkan kekuasaannya. Melalui Bansos dan pemaksaan aparatur pemerintahan. Rakyat di perkosa hak-hak demokrasinya.

Tindakan Joko Widodo itu terlihat jelas saat mantan walikota Solo itu, nyatakan Cawe-cawe untuk bangsa dan negara. Nyatanya Cawe-cawe Joko Widodo itu hanya kamuflase untuk meloloskan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Suatu tindakan yang melanggar norma dan etika kekuasaan, langgar konstitusi dan hak demokrasi Rakyat.

Maka, Rakyat mendatangi DPR untuk meminta agar Joko Widodo di berhenti sebagai Presiden, batalkan pemilu 2024 yang penuh kecurangan dan diskualifikasi paslon Capres-cawapres yang didukungnya.

Saat ini meski bulan Ramadhan, di mana kaum Muslim diwajibkan berpuasa, tetapi semangat untuk melakukan perlawanan Rakyat untuk tegakkan kebenaran dan keadilan terus dilakukan.

Akan terjadi civil inobedience, perlawanan rakyat civil di seluruh negeri bila pemeriksaan melalui KPU memaksakan mensahkan hasil pemilu dan pilpres curang.

Jika terjadi Perlawanan Rakyat Semesta di berbagai pelosok negeri ini, bisa terjadi, nasib Joko Widodo akan sama seperti Presiden Rajapaksa di Srilanka.

Apalagi saat ini, kalau Rakyat protes dan lakukan demonstrasi baik di depan Istana, DPR, KPU maupun Bawaslu dan demonstrasi di berbagai kota, Joko Widodo pilih tinggalkan Indonesia.

Artinya: Joko Widodo lebih memilih melarikan diri atau menghindar dari protes dan kritik Rakyat dibanding harus menghadapinya.

Jadi, jika gelombang protes dan perlawanan rakyat semakin massif dan besar, bisa jadi, nasib Joko Widodo sama seperti Rajapaksa di Srilanka. (*)