Syarat Formil: Senjata Pamungkas Para Pelegitimasi Kejahatan Pemilihan Presiden

Saat teknologi pemilu menjadi senjata pamungkas yang berpotensi dimanipulasi, maka kepercayaan publik terhadap proses demokrasi terancam. Melalui pengawasan yang ketat, audit independen, dan keberanian lembaga hukum untuk mengejar kebenaran, integritas pemilu dapat dipulihkan.

Oleh: Agus M Maksum, Praktisi IT Terkait Pemilu, Pengajar Digital Techopreneur

Pendahuluan:

DEMOKRASI yang sehat bergantung pada pemilu yang adil dan transparan. Namun, saat teknologi yang seharusnya menjadi alat penguat demokrasi malah berpotensi dimanipulasi, maka pondasi kepercayaan publik terhadap sistem pemilu menjadi goyah.

Kasus yang melibatkan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik KPU (SIREKAP) di Indonesia telah memunculkan kekhawatiran serius akan adanya kecurangan sistemik yang bisa mengubah arah demokrasi.

Artikel ini menggali kedalaman isu tersebut melalui lensa hukum, teknologi, dan tanggung jawab sosial, serta menyoroti pentingnya audit digital forensik sebagai langkah krusial untuk memulihkan integritas proses demokrasi.

Kontroversi Desain SIREKAP dan Potensi Kecurangan:

Kecemasan terhadap desain dan penggunaan SIREKAP mencuat ketika Dr. Leony, seorang pakar IT ITB, menunjukkan bahwa perubahan desain entry data C-Hasil dan kewenangan edit data yang seharusnya bersifat eksklusif di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) diubah tanpa mengubah Peraturan KPU (PKPU).

Hak edit yang diberikan kepada tingkat Kabupaten atau bahkan Pusat membuka celah untuk manipulasi data. Bukti adanya perbaikan (edit hasil) atas 154.541 TPS oleh KPU menambah kuat dugaan terjadinya kecurangan dalam Pemilihan Presiden 2024, mengubah SIREKAP dari sekadar sistem menjadi saksi bisu atas potensi kejahatan pemilu.

Peran Hukum dalam Menjamin Integritas Pemilu:

Pengacara kenamaan seperti Yusril Ihza Mahendra dan Hotman Paris Hutapea telah memanfaatkan syarat formil tersebut sebagai senjata menghambat hadirnya kebenaran materiil dengan menyoroti kompleksitas hukum yang sering terlewat oleh publik.

Dalam konteks hukum pidana, syarat formil yang merupakan prosedur dan formalitas hukum harus dipenuhi untuk mengadili sebuah kasus. Namun, ketika syarat formil ini dipertanyakan, bisa terjadi cacat hukum yang mengaburkan fakta yang mengarah pada kebenaran material.

Hal ini sering menjadi titik lemah dalam sistem peradilan pidana: bukti yang jelas dan nyata bisa diabaikan karena alasan teknis, bukan substansial.

Pentingnya Audit Digital Forensik:

Audit digital forensik menjadi penting dalam kasus yang melibatkan teknologi informasi seperti SIREKAP. Audit ini bisa mengungkap baris kode dan potensi backdoor yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan hasil yang tidak adil. Namun, hambatan formalitas dan batas waktu yang tidak masuk akal sering menjadi penghalang dalam pelaksanaan audit ini, menciptakan situasi di mana bukti yang dapat membuktikan kebenaran dan keadilan diabaikan.

Hakim dan Pencarian Kebenaran Material:

Dalam sistem hukum yang adil, hakim memiliki peran penting dalam mengabaikan hambatan formil yang tidak substantif dan fokus pada pencarian bukti material. Sebuah negara demokrasi tidak bisa menerima hasil pemilu yang dipertanyakan karena kekurangan dalam sistem yang digunakan untuk menentukan hasil tersebut. Karena itu, penting bagi lembaga peradilan untuk mengambil langkah proaktif dengan memerintahkan audit digital forensik yang independen.

Tanggung Jawab Lembaga Penyelenggara Pemilu:

Lembaga penyelenggara pemilu juga harus memastikan bahwa teknologi yang digunakan tersebut memenuhi standar keamanan dan integritas yang tertinggi. Mereka harus bersedia untuk membuka sistem terhadap pemeriksaan publik dan ahli independen untuk memperkuat kepercayaan publik dalam proses pemilu.

Peran Publik dalam Menjaga Integritas Demokrasi:

Publik memainkan peran kritis dalam memastikan bahwa keadilan dan transparansi bukan hanya dijunjung tinggi dalam teori, tetapi juga dalam praktik. Kewaspadaan dan tuntutan dari warga negara untuk pemilu yang adil dan bebas dari manipulasi merupakan komponen penting dalam menjaga kesehatan dan vitalitas demokrasi. Kegigihan masyarakat dalam menuntut kebenaran dan keadilan adalah tugas bersama yang harus dilakukan tanpa lelah untuk menjaga martabat bangsa dan kedaulatan rakyat.

Kesimpulan:

Kasus yang melibatkan SIREKAP dan kecurangan pemilu di Indonesia menggambarkan betapa kompleks dan rentannya proses demokrasi dalam era digital. Pemilu yang adil dan transparan adalah pilar demokrasi, dan setiap indikasi kecurangan harus ditanggapi dengan serius dan diinvestigasi secara menyeluruh.

Audit digital forensik merupakan langkah penting dalam proses investigasi ini, memberikan peluang bagi pengungkapan kebenaran dan keadilan.

Para Hakim dan lembaga peradilan harus berani mengabaikan hambatan formil dan fokus pada pembuktian material. Sementara itu, lembaga penyelenggara pemilu wajib memastikan bahwa teknologi yang mereka gunakan adalah yang terbaik dan terbuka untuk ditinjau secara independen. Peran aktif publik dalam menuntut keadilan dan transparansi selama ini juga sangat penting untuk mempertahankan kepercayaan pada sistem demokrasi.

Penutupan:

Saat teknologi pemilu menjadi senjata pamungkas yang berpotensi dimanipulasi, maka kepercayaan publik terhadap proses demokrasi terancam. Melalui pengawasan yang ketat, audit independen, dan keberanian lembaga hukum untuk mengejar kebenaran, integritas pemilu dapat dipulihkan.

Harapan untuk demokrasi yang lebih kuat dan adil terletak pada tindakan kolektif kita semua – mulai dari pengambil kebijakan hingga setiap warga negara – untuk memastikan bahwa setiap suara yang dihitung dengan benar dan setiap pemilu mencerminkan kehendak rakyat yang sejati. (*)