Tak Hanya Patung Garuda yang Gagal Total, Tapi Juga Desain "Nagara Rimba Nusa" di IKN?

Bahkan kalau mau diteliti lebih rinci lagi, hasil akhir Istana Garuda yang barusan dibangun ini pun malahan sebenarnya sudah "kudet" alias kurang update juga, karena hanya terdapat 34 (tiga puluh empat) pilar di depannya yang dimaksudkan menunjukkan jumlah provinsi Indonesia.

Oleh: KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen

AHAD kemarin (18/8/2024) artikel saya yang berjudul "Gagal Total, Patung Garuda IKN Kado 79 Tahun RI?" sangat viral dan ramai menjadi pembicaraan di semua platform media karena telah membongkar semua ketidak-akuratan (baca: kesalahan fatal) patung yang dalam pemberitaannya menghabiskan beaya senilai Rp 2 triliun (= 2.000 miliar rupiah) karya seniman NN yang sempat digembar-gemborkan diharapkan akan menjadi ikon kebanggaan IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara di Kalimantan Timur tersebut.

Mengapa gagal total? Jelas, karena patung yang seharusnya mengambil konsep dari Lambang Negara resmi Indonesia Burung Garuda Pancasila karya Sultan Hamid II, Menteri zonder Porto Folio jaman RIS (Republik Indonesia Serikat), ketika dibentuk Panitia Lambang Negara tanggal 10 Januari 1950.

Sebagai tambahan referensi, Panitia itu juga beranggotakan Ki Hajar Dewantara, MA Pallaupessy, M Natsir dan RM Ng Purbatjaraka. Sejak awal usulan desain Garuda ini sudah memegang Perisai yang berisi 5 (Lima/Panca) Sila dan akhirnya ditambahkan semboyan kalimat "Bhinneka Tunggal Ika" (Berbeda-beda tetapi tetap satu jua).

Sesuai pelajaran sekolah yang sudah diterima kita bahkan semenjak sekolah tingkat dasar, anak-anak SD saja mengetahu, Lambang negara Garuda Pancasila ini unsur-unsurnya menggambarkan Tanggal Proklamasi Kemerdekaan sesuai teks yang dibacakan Soekarno-Hatta: "Hari ke-17, bulan ke-8 tahun-05" yang peringatannya ke-79 kita peringati pada hari Sabtu, 17 Agustus 2024 (Dalam sejarahnya, Tahun-05 yang saat itu adalah tahun Showa-Jepang 2605, disesuaikan menjadi tahun Masehi 1945).

Angka 17 diwujudkan dengan jumlah helai pada sayap, angka 8 jumlah helai pada ekor dan angka 45 menjadi jumlah helai pada leher kepala burung Garuda. Secara hukum, aturan tentang Lambang Negara inipun sudah diatur secara rinci dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, lengkap dengan Detail Gambar dan Ukuran-ukurannya.

Jadi, perihal ini sudah merupakan aturan baku yang tidak boleh dilanggar sedikitpun, bahwa setiap visualisasi dari Lambang Negara Garuda Pancasila harus didasarkan pada pakem 17-8-45 sesuai UU di atas, tidak boleh tidak.

Demikian pula dengan konsep awal "Patung Garuda" yang dibuat oleh seniman NN ini pada desain awalnya di Instagram pribadinya sebagaimana disampaikannya sendiri kepada media pada hari Kamis, 1/4/2021 lalu, dia sendiri juga mengatakan: "bulu-bulu pada masing-masing sayap Garuda akan berjumlah 17 helai, 8 helai pada bagian ekor, 19 helai pada pangkal ekor, serta 45 helai bulu pada bagian leher".

Sekarang bagaimana hasil jadi atau realisasinya di IKN? Mostly kalau menurut pandangan mata masyarakat yang masih waras alias normal, yang tampak di sana hanya masing-masing terdiri atas 4 (empat) sudut lancip di masing-masing "bentangan sayap"-nya, lalu artinya apa itu?

Kemana angka 17-8-45 yang semestinya harus ada? Saya terust erang hampir tidak percaya bahwa seniman NN ini "kelupaan" atau salah desain dalam mewujudkan patungnya di IKN tersebut, karena angka-angka di atas adalah hal yang sangat basic atau elementer alias tidak mungkin dilupakan oleh masyarakat Indonesia yang mengerti sejarah Lambang Negaranya sendiri.

Oleh karena hanya memiliki masing-masing 4 (empat) ujung lancip di tiap sayapnya dan saat ini desain baja yang dipasang berwarna hitam gelap (yang katanya besok-besoknya akan berubah warna menjadi hijau setelah teroksidasi), apalagi ditambah bagian kepala (?) yang tidak terlalu jelas karena posisi menunduk (malu), maka praktis mayoritas masyarakat menyebut patung tersebut lebih mirip dengan spesies hewan jenis Microchiroptera (Kampret/Kalong/Kelelawarl, dibandingkan dengan hewan jenis Accipitridae Aquila (Elang/Rajawali, yang mirip karena memang hewan Garuda /Jatayu hanya ada dalam mitologi saja).

Netizen juga banyak yang menyebut sebagai Rumah si Lord Voldemort, penyihir Jahat dalam serial Harry Porter karya JK Rowling saking gelap dan mistisnya dipandang.

Tetapi sebenarnya selain Patung yang gagal total mepresentasikan sebagai Lambang Negara Garuda Pancasila tersebut justru ada hal lain yang sangat prinsip, yakni Konsep dasar desain IKN yang dulu sudah repot-repot diselenggarakan sayembara desainnya dan telah terpilih pemenang-pemenangnya, kini ternyata hasil sayembara tersebut tidak digunakan (?) dan malahan hanya dipakai konsep dari seniman NN juga.

Publik tentu masih ingat dengan konsep yang sangat bagus bernama "Nagara Rimba Nusa" yang justru telah resmi memenangkan Sayembara Desain IKN 2019. Desain karya studio desain Urban+ inilah yang mengalahkan 755 desain lainnya, misalnya "The Infinite City" (Juara 2), "Kota Seribu Galur" (Juara 3), "Zamrud Khatulistiwa" (Harapan 1) dan "Benua Rakyat Nusantara" (Harapan 2).

Konsep Nagara Rimba Nusa memiliki arti pemerintahan (Nagara), hutan (Rimba) dan pulau (Nusa) yang mengusung filosofi Tri Hita Karana (Alam, Manusia, dan Tuhan) yang di dalamnya terdapat elemen-elemen bangunan: Danau Pancasila, Plaza Bhinneka Tunggal Ika (Sila 1 Religi Nasional, Sila 2 Museum Peradaban Indonesia, Sila 3 Monumen Persatuan Indonesia, Sila 4 Plaza Demokrasi dan Sila 5 Transit & pasar rakyat).

Selain itu ada elemen Trias Politika dengan axis pemerintahan yang sejajar, yakni legislatif dan yudikatif kiri dan kanan) serta Istana Negara (tengah) yang merangkul. Kalau ingat Kaos yang saya pakai dalam Video statemen kemarin (Trias Corruptica), tentu ini merupakan sarkas dari yang sudah berubah jadi Executhieves, Legislathieves and Yudicathieves di Wakanda.

Namun ironisnya desain pemenang IKN yang awalnya ada Patung Adi Budaya, galeri nasional, Istana Negara (Beranda Astana, Masjid Astana) bahkan dilengkapi hutan bakau, kebun botani, hutan restorasi, hutan lindung, hutan biomass, hutan alga, Kota Mangrove, Eco-Wisata Hutan Hujan Tropis, Eco Wisata Orang Utan dan dirancang oleh 10 (sepuluh) arsitek yang berasal dari empat negara (Indonesia, Hong Kong, Singapura dan Malaysia), yakni Sofian Sibarani, Ardzuna Sinaga, Rahman Andra Wijaya, Vincentius Hermawan, Winarko Hadi Susilo, Tedy Murtedjo, Scott Christopher Dunn, Li Xiao Qing, Poh Seng Tiok & Jason David Zlotkowski ini tampaknya sudah tidak dipakai (?) dan hanya diganti dengan karya seniman NN saja seperti sekarang ini.

Kesimpulannya, sekarang masyarakat (harus terpaksa) maklum akan ketidaksesuaian antara desain Patung Garuda Pancasila yang gagah sebelumnya dan hanya bisa diwujudkan dengan patung (kelelawar menunduk), karena bahkan desain utama awal IKN "Negara Rimba Nusa" yang jelas-jelas sudah memenangkan sayembara dan mengalahkan 755 desain lainnya saja bisa (di) kalah (kan) oleh seniman NN dalam impelentasinya ini.

Bahkan kalau mau diteliti lebih rinci lagi, hasil akhir Istana Garuda yang barusan dibangun ini pun malahan sebenarnya sudah "kudet" alias kurang update juga, karena hanya terdapat 34 (tiga puluh empat) pilar di depannya yang dimaksudkan menunjukkan jumlah provinsi Indonesia.

Padahal semenjak 2 tahun lalu saja, berdasar UU Nomor 14,15,16 tahun 2022, jumlah Provinsi Indonesia kini sudah menjadi 38 (tiga puluh delapan) alias ada 4 pilar yang kurang/lupa dibangun, Ambyar.

Meski Ambyar, Saya tetap semangat untuk mengucapkan "Dirgahayu 79 tahun Republik Indonesia, 1945 – 2024. (*)