Tangkap Juga Airlangga Hartarto
Memang ujungnya adalah bahwa pelanggaran hukum bisa diproses jika Presiden Prabowo memiliki keberanian untuk melakukan penegakan hukum secara konsekuen. Ini diawali dengan penggantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
DALAM aksi meminta pencabutan status PSN dan pembatalan proyek PIK 2 di depan Kantor Kemenko Perekonomian maka orasi para tokoh menekankan desakan penangkapan Aguan dan Presiden Joko Widodo yang memberi status PSN kepada proyek Aguan.
Dugaan balas jasa atau tukar guling bantuan Aguan ke Jokowi dalam proyek IKN. Aguan sendiri mengaku telah berjasa menyelamatkan muka Jokowi di IKN.
Sugianto Kusuma alias Aguan membangun jauh melebihi luas PSN dengan cara memanipulasi, melanggar RTRW, tidak memiliki RDTR serta menggarap Hutan Lindung yang belum berubah menjadi Hutan Konservasi. Memaksa rakyat untuk menjual tanah dengan harga murah.
Semua itu berkonsekuensi sanksi pidana. Pasal 70 UU Tata Ruang mengancam pengalih fungsi lahan dengan penjara 4 tahun. Sedang pemberi izin 5 tahun.
Pemaksaan atas rakyat termasuk pengusiran atau pemindahan penduduk yang dilakukan secara sistematis merupakan pelanggaran HAM berat, itu menurut UU 26 tahun 2000. Karenanya perlu pengusutan seksama soal upaya sistematis penurunan NJOP agar masyarakat dapat terusir dari tempat tinggal semula.
Adakah suap yang menjadi "kebiasaan" Aguan dilakukan kembali sebagaimana dahulu saat dalam kasus suap Pulau Reklamasi?
Jokowi dan Airlangga Hartarto tak bisa dipisahkan saat penerbitan Peraturan Menko Perekonomian Nomor 6 tahun 2024. Pemberian status PSN terhadap Kawasan BSD (Sinar Mas) dan PIK-2 (ASG dan SG) adalah pelanggaran hukum yang berpotensi korupsi. Ingat kasus kebijakan Tom Lembong yang memberi kesempatan swasta untuk impor gula ternyata dimasalahkan. Tom Lembong ditahan.
Jokowi dan Airlangga selayaknya ditangkap, ditahan, dan diadili untuk mempertanggungjawabkan penyalahgunaan jabatan yang bisa memberi keuntungkan kepada pihak swasta. Akibat penetapan PSN, maka Aguan dipastikan mendapat keuntungan besar. Jokowi dan Airlangga patut diduga melakukan kolusi dan korupsi. Permenko Nomor 6 tahun 2024 adalah bukti dari kejahatan melalui penyelundupan hukum.
Tangkap AJA adalah satu konsekuensi logis dari sanksi penyimpangan hukum. Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk melakukan penegakan hukum secara konsisten, "tidak ada yang kebal hukum," katanya.
Kolusi Aguan, Jokowi, dan Airlangga (AJA) adalah contoh kerjasama tidak sehat dalam pemberian kemudahan atas suatu proyek. PSN berdasar PP Nomor 42 tahun 2021 telah disalahgunakan.
Dalam aspirasi aksi Bara Kemang, Jum'at, 13 Desember 2024, di depan Kantor Kemenko Perekonomian yang mendesak pencabutan PSN dan pembatalan PIK-2 adalah koreksi serius penyimpangan kekuasaan yang berakibat pada penindasan atau perampasan hak-hak rakyat. Airlangga sendiri tidak bisa ditemui sehingga aspirasi peserta aksi diterima oleh Karo Umum Kemenko, Navis.
Surat Pernyataan aspirasi di depan gerbang utama disampaikan oleh Delegasi Said Didu, Marwan Batubara, Soenarko, Refly Harun, Eddy Mulyadi, Rizal Fadillah, Rustam Effendi, Memet Hakim serta Perwakilan dari UI Watch, Kappak ITB, Forum Alumni Unpad dan Voice of Banten.
Rekam jejak Airlangga kurang bagus. Di samping pernah diperiksa oleh Kejagung dalam kasus izin ekspor minyak sawit mentah dan turunannya, juga telah "berhasil" ditekan Jokowi untuk melepaskan jabatan Ketua Umum Partai Golkar untuk digantikan Bahlil Lahadalia.
Dipertahankannya Airlangga Hartarto menjabat lagi di Kabinet Prabowo dengan jabatan yang sama dinilai kontroversial dan dipaksakan.
Memang ujungnya adalah bahwa pelanggaran hukum tersebut bisa diproses jika Presiden Prabowo memiliki keberanian untuk melakukan penegakan hukum secara konsekuen. Ini diawali dengan penggantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Trio terduga pelaku kriminal untuk PIK-2 yaitu Aguan, Jokowi, dan Airlangga (AJA) bisa diproses serius jika Kapolri dan Jaksa Agung benar-benar terbebas dari dosa-dosa rezim Jokowi. (*)