Tiga Capres, Siapa Berani Berantas Korupsi?
Jadi jelas, hanya satu capres yang bisa diharapkan punya komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi. Tolok-ukurnya adalah terletak pada rekam jejak, rekam karya dan rekam prestasi selama kepemimpinannya dalam pemerintahan.
Oleh: Yusuf Blegur, Kolumnis dan Mantan Presidium GMNI
UNTUK menilai siapa di antara ketiga capres yang punya komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi, sesungguhnya bukan perkara yang sulit.
Sebelum bicara komitmen pemberantasan korupsi saat terpilih menjadi presiden, rakyat perlu tahu siapa yang saat menjadi capres masih terlibat atau setidaknya terindikasi ikut menikmati kejahatan korupsi. Ada capres yang masih diselimuti polemik keterlibatannya dalam korupsi.
Sebut saja soal pengelolaan anggaran Kemenhan dengan pembelian alutsista bekas dan proyek food eastate yang gaga,l bahkan berimbas menjadi kejahatan lingkungan. Ada juga capres yang disinyalir terlibat E-KTP dan kasus Wadas.
Mana mungkin capres terlibat korupsi bisa punya komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi? Malah seharusnya, capres yang diduga terlibat korupsi harus diusut tuntas terlebih dulu kasusnya sebelum resmi ditetapkan KPU menjadi capres.
Jangan karena menjadi bagian atau irisan rezim kekuasaan, capres-capres bermasalah itu bisa melenggang bebas menjadi capres.
Jadi capres, yang sesungguhnya tidak layak dan tidak terhormat, tapi bisa ikut kontestasi pilpres 2024 karena dilindungi dan didukung rezim kekuasaan yang memang juga terstigma publik sarat korupsi.
Bahkan selain diterpa isu korupsi, ada capres yang tidak memenuhi syarat etika dan moral kepemimpinan. Selain temperamen dan emosional, pasangan cawapresnya juga dinilai cacat hukum saat pamannya yang ketua MK mendongkraknya. Jadi, 2 capres yang ada hanya capres abal-abal dan rongsokan.
Dua capres bermasalah yang mengandalkan cawe-cawe presiden dan bergantung pada dukungan kekuasaan yang mengendalikan aparat, disinyalir melakukan pencucian uang dan beraroma korupsi untuk memenangkan capresnya. Dua capres yang terlanjur dianggap publik sebagai boneka dan budak oligarki yang ikut andil besar dalam merusak tatanan konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
Jadi jelas, hanya satu capres yang bisa diharapkan punya komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi. Tolok-ukurnya adalah terletak pada rekam jejak, rekam karya dan rekam prestasi selama kepemimpinannya dalam pemerintahan.
Hanya capres yang memiliki kapasitas dan integritas dengan beragam prestasi dan penghargaan yang bisa optimal dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Capres yang sukses memimpin DKI Jakarta tersebut telah membuktikan keteladanan diri untuk tidak terlibat korupsi sehingga bisa disematkan pemimpin bersih dan berwibawa (clean and Clear).
Capres dan cawapres yang memiliki nomor urut satu itu, secara lugas dan terbuka menyatakan akan bertindak tegas pada koruptor, selain penjara, capres yang didukung rakyat itu juga berani mengampanyekan memiskinkan para koruptor sebagai agenda penting juga saat terpilih menjadi predsiden. Alhamdulillah dan insyaa’ Allah. Aamiin.
Tak mungkin badan berlumur kotor mengaku bersih. Sekali koruptor selamanya akan menjadi koruptor. (*)