Catatan Tragedi Gaza dan Dakwah Islam

Yang terpenting dari semua itu ternyata warga Amerika dan Eropa yang menerima Islam tersebut terinspirasi oleh ketangguhan (soliditas) iman dan kekuatan mental serta kesabaran warga Gaza. Mereka terinspirasi jika iman (faith) merupakan fondasi kuat kehidupan yang menjadikan manusia “stabil dan tegar” menghadapi rintangan kehidupan yang tidak jarang di luar nalar manusia biasa.

Oleh: Imam Shamsi Ali. Diaspora Indonesia dan Imam di kota New York

AKHIR-akhir ini mata kita tak bisa dipungkiri lagi untuk melihat berbagai realita yang justeru mungkin tidak pernah terbayangkan oleh benak kita sebelumnya. Berbagai realita di hadapan mata tersebut menjadikan banyak orang geleng kepala, seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi di hadapan matanya. Kita pastinya menerima ragam peristiwa itu sebagai bagian dari QadarNya. Itulah realita. Realita yang menyisakan seribu satu pertanyaan di benak manusia.

Kali ini saya akan memberikan beberapa catatan yang mungkin akan menjadi “dzikrayaat” (memori) sejarah dalam perjalanan kehidupan manusia. Pastinya catatan-catatan ini kelam sifatnya. Namun, pada akhirnya tak satu peristiwa apapun yang terjadi dalam hidup manusia kecuali memiliki makna dan hikmah yang mungkin hanya Allah yang tahu.

Pertama, tentu peristiwa pembantaian (mass killing), ethnic cleansing (pembasmian etnik) dan genosida (genocide) oleh penjajah dan penjahat Israel terhadap bangsa Palestina menjadi catatan besar.

Pengrusakan total (total destruction) terhadap infrastruktur Gaza; rumah-rumah warga, sekolah, rumah-rumah sakit, hingga ke rumah-rumah ibadah (Masjid dan gereja) menjadi peristiwa yang pastinya akan dicatat oleh sejarah kemanusiaan kita. Kejahatan kemanusiaan (crime against humanity) dan kejahatan perang (war crime) ini sudah melampaui semua batas-batas logika manusia sehat.

Kedua, catatan dampak negatif yang menyakitkan (painful) dari kejahatan penjajah Israel itu tidak bisa dijelaskan lagi dengan kata-kata (described by words). Selain pengrusakan dan genosida, juga ancaman kematian massal akibat kelaparan dan malnutrisi sebagai akibat penghalangan bantuan kemanusiaan untuk masuk Gaza oleh penjajah dan penjahat Israel. Belum lagi ratusan ribu yang luka dan terancam meninggal dunia karena tiadanya penanganan medis yang diperlukan.

Ketiga, catatan lain adalah dampak negatif yang mungkin tidak banyak diantisipasi oleh banyak kalangan. Yaitu dampak emosional dan mental effect yang tidak ringan. Walaupun sejujurnya saya terkagum-kagum dengan kesabaran dan ketabahan warga Gaza, namun harus disadari pula jika kemarahan dan rasa dendam yang saat ini tertanam tidak saja di kalangan warga Gaza khususnya anak-anak dan generasi muda.

Tetapi, kemarahan itu juga sedang terbangun tinggi dan kuat hampir di seluruh penjuru dunia, termasuk di kalangan non Muslim. Intinya impian masa depan dunia yang aman serasa semakin jauh. Dan sejujurnya, kelompok manusia yang paling terancam masa depannya akibat kejahatan Zionist Israel ini adalah kaum Yahudi sendiri. Mereka adalah umat yang merasa dibenci dan terancam yang disebabkan oleh perilaku dan kejahatan sebagian dari mereka sendiri.

Keempat, catatan yang juga tidak kalah pentingnya adalah bahwa tragedi Gaza telah menampakkan kebenaran secara nyata dan kebatilan juga semakin nyata. Realisasi “Liyuhiqqal haqqa wa yubthilul bathila” semakin nyata.

Manusia yang berkarakter double standard dan munafik semakin menampakkan diri. Mereka yang memang lurus dan jujur dalam kemanusiaan dan nilai-nilai kehidupan juga semakin jelas. Salah satunya adalah exposure dunia Barat, termasuk Amerika, yang selalu menampilkan diri sebagai “pahlawan kebebasan, demokrasi dan keadilan”, dengan tragedi Gaza semua itu semakin nyata sebagai kemunafikan yang memalukan (shameful).

Tapi tidak kalah pentingnya justeru beberapa negara mayoritas Muslim yang nampak tidak peduli, bahkan cenderung membela pihak kezholiman. Saya terkejut dan malu ketika saya Umrah baru-baru ini ternyata McDonald dan Starbucks masih saja ramai justeru di pelataran masjidil Haram dan masjid Nabawi. Sebagian yang lain memiliki mental kerdil. Mereka menjadi ketakutan untuk terbuka membela Palestina.

Tidak tanggung-tanggung sebagian tokoh-tokoh agama dalam ceramah-ceramah dan tulisan mereka sekalipun khawatir membela Palestina secara terbuka. Yang juga mamalukan, justeru di saat mahasiswa-mahasiswa di kampus ternama di Barat bangkit, dunia Islam nampaknya membisu dan tuli.

Tragedi Gaza dan Dakwah Islam

Catatan kelima yang ingjn saya sampaikan juga bahwa Allah seringkali melakukan hal-hal dalam kehidupan ini di luar batas nalar manusia. Salah satunya Allah biasa membuka pintu-pintu “nushroh” (pertolongan bagi agamaNya dengan cara yang tidak disangka-sangka). Dan bahkan, tidak jarang pertolongan itu justeru datang dari arah yang berseberangan dengan logika biasa manusia.

Pengalaman saya yang singkat di Amerika mengajarkan itu dengan sangat jelas dan terbuka. Justeru seringkali keadaan-keadaan tertentu yang kita anggap menjadi tekanan bagi Islam dan pemeluknya justeru berbalik menjadi jalan kemudahan bagi agama dan umat.

Di saat ternampakkan agama dan pemeluknya tersudutkan justeru di situlah Allah bukakan jalan-jalan kemudahanNya.

Peristiwa Nine Eleven (9/11) atau apa yang dipopulerkan sebagai serangan “teror” ke Amerika khususnya New York City dan Pentagon pada ahun 2001 lalu adalah salah satu peristiwa yang dianggap atau bahkan (dicurigai) dirancang (designed) untuk menghancurkan reputasi Islam.

Peristiwa yang menggoncang dan mengubah wajah hubungan internasional itu menjadikan Islam oleh sebagian kalangan dianggap telah selesai. Peristiwa 9/11 itu adalah kuburan bagi Islam yang dianggap telah menemukan kematiannya.

Tapi sebagai saksi mata dan salah seorang pelaku sejarah itu saya disadarkan bahwa “mereka berencana, dan Allah berencana. Dan Allah adalah sebaik-baik Perencana” (Al-Quran).

Rencana jahat mereka untuk membungkam dan menghentikan langkah Islam dengan peristiwa 9/11 itu justeru berbalik menjadi pembuka cahaya Islam yang menerangi nurani banyak warga Amerika. Ketika Islam dipropagandakan sebagai “inspirasi dan ajaran terorisme”, tuduhan itu justeru berbalik menjadi sumber cahaya kehidupan bagi banyak warga Amerika dan dunia Barat.

Dengan tereksposnya Islam, walaupun untuk tujuan jahat, justeru menjadikan warga Amerika semakin “curious” (penasaran dan ingjn tahu) tentang hakikatnya. Salah satu karakter orang Amerika yang positif adalah kuriositas (keingin-tahuan) yang tinggi dan spirit of searching (semangat mencari). Mereka kemudian mencari kebenaran dari berbagai tuduhan jahat kepada agama ini.

Dalam proses pencarian itulah mereka tak bisa lagi menghindar. Cahaya tersebut begitu terang- benderang meneràngi hati nurani manusia untuk kembali menghidupkan fitrahnya. Maka bangsa Amerika ketika itu berbondong-bondong mempelajari dan bahkan menerima agama ini sebagai jalan hidupnya.

Konon kabarnya, ketika itu persentasi warga Barat yang menerima Islam sebagaj jalan hidupnya meningkat hingga 400%. Peningkatan yang sangat signifikan itu berusaha diredam atau diremehkan (undermined) dengan mengecilkan estimasi jumlah warga umat Islam di Amerika.

Terkadang dan bahkan dikecilkan hingga hanya sekitar tiga juta orang. Padahal sebelum terjadi 9/11 jumlah umat Islam di Amerika sudah diperkirakan antara 5-7 juta orang. Aneh, tapi itulah kenyataannya.

Yang ingjn saya garis bawahi kali ini adalah bahwa apa yang dulu terjadi dengan peristiwa 9/11 kini kembali terjadi dengan keadaan yang berbeda.

Dalam beberapa hari terakhir ini banyak disebutkan bahwa jumlah warga di Barat dan berbagai belahan dunia, khususnya Amerika dan Eropa termasuk Jepang dan Korea, justeru mengalami peningkatan signifikan hingga 400%.

Dan, yang lebih mengejutkan lagi mayoritas mereka yang menerima Islam itu adalah anak-anak muda, terdidik, professional, dan native born (penduduk asli kelahiran negara itu).

Yang terpenting dari semua itu ternyata warga Amerika dan Eropa yang menerima Islam tersebut terinspirasi oleh ketangguhan (soliditas) iman dan kekuatan mental serta kesabaran warga Gaza. Mereka terinspirasi jika iman (faith) merupakan fondasi kuat kehidupan yang menjadikan manusia “stabil dan tegar” menghadapi rintangan kehidupan yang tidak jarang di luar nalar manusia biasa.

Jika saja kita ikuti media sosial (Facebook. Instagram, TikTok, dan lain-lain), maka dengan mudah kita menemukan dokumentasi “konversi atau reversi” warga di berbagai belahan dunia khususnya di Barat itu. Berbagai foto dan video menampilkan gelombang anak-anak muda dan warga menerima Islam sebagai jalan hidup mereka.

Karenanya tidak berlebihan jika saya menyebut Tragedi Gaza, dengan segala perih dan kesedihan yang ada, sebagai salah satu cara Allah SWT untuk membukakan pintu-pintu hidayah bagi hamba-hambaNya. Dan karenanya pula perkenankan kita semua menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada warga Gaza atas ketauladanan mereka di jalan dakwah.

Semoga pengorbanan mereka menjadi motivasi dan jalan kemenangan, tidak saja bagi bangsa Palestina. Tapi kemenangan umat Muhammad SAW di seluruh penjuru dunia. Amin! Terima kasih Gaza! (*)