Israel Terpuruk dan Dipermalukan

Belakangan semakin banyak orang sadar bahwa Israel adalah negara penjajah. Dan penjajahan harus dienyahkan dari muka bumi. Sedangkan Palestina adalah bangsa yang terjajah. Meskipun demikian, mereka memiliki pejuang-pejuang tangguh yang gagah berani.

Oleh: Nasmay L. Anas, Wartawan Senior

KECAMUK perang antara Israel dan para pejuang Hamas masih terus berlangsung. Sudah lebih dari satu minggu. Eskalasinya bukannya menurun. Tapi malah meningkat. Dengan keterlibatan faksi pejuang lain seperti Hizbullah dan kemungkinan bergabungnya beberapa pihak lain yang juga mengemuka.

Gempuran roket Hamas sejak Sabtu subuh (07/10) lalu itu mengejutkan. Tidak hanya bagi Israel. Tapi juga bagi banyak orang di berbagai belahan dunia. Situasi tersebut melahirkan beberapa penafsiran baru.

Di antaranya: Pertama, kian terpuruknya Israel sebagai negara penjajah satu-satunya yang paling menonjol sampai saat ini. Kedua, lahirnya persatuan yang lebih kuat di kalangan umat Islam dan munculnya solidaritas baru terhadap perjuangan bangsa Palestina dari sejumlah negara besar dan penting.

Bagaimanapun, serangan mendadak Hamas tak pelak mampu mempermalukan negara Yahudi itu. Sebab, kekuatan Israel yang dibangga-banggakan selama ini ternyata hanya isapan jempol. Hal itu dibuktikan dengan keberhasilan para pejuang Hamas melepaskan 5.000-an serangan roket dari Jalur Gaza. Tanpa dapat dideteksi oleh sarana pertahanan super canggih Iron Dome. Memporakporandakan beberapa lokasi penting di negara Yahudi itu.

Kota-kota seperti Tel Aviv, Askelon, Sderot dan beberapa daerah lain, termasuk beberapa daerah Palestina yang diduduki secara paksa oleh Israel, dalam tempo singkat berubah jadi neraka. Tidak sedikit bangunan yang menjadi sasaran tembak roket Hamas berubah jadi lautan api yang menyala hebat.

Apalagi satuan-satuan tempur berani mati Hamas tidak hanya menembakkan roket. Mereka juga menyerbu masuk ke sejumlah wilayah pemukiman warga Israel. Menggunakan sepeda motor dan pesawat paralayang. Meruntuhkan sejumlah pagar penghalang yang dibuat negara Yahudi itu selama ini. Sangat tidak terbayangkan sebelumnya bagaimana itu bisa terjadi.

Pada hari peribadatan Sabat Yahudi, yang diyakini sebagai hari keselamatan dalam Yudaisme, tengah malam Sabtu (7/10/2023) lalu, warga Yahudi dibuat berhamburan lari terbirit-birit untuk menyelamatkan diri.

Menyusul serangan darat, laut dan udara yang diberi nama Serangan Badai Al-Aqsha oleh para pejuang Hamas. Sebuah serangan besar-besaran yang dilakukan secara mendadak dan luput dari perhatian intelijen Israel, yang katanya paling hebat sedunia.

Seperti dilansir Al Jazeera, lebih dari 1.000 orang di pihak Israel tewas. Dan setidaknya 921 orang Palestina juga terbunuh dengan lebih dari 4.600 lainnya terluka.

Di samping itu, diberitakan juga di banyak media bahwa pasukan Hamas berhasil menangkap dan menawan sejumlah tentara dan petinggi militer negara Yahudi itu.

Jumlah korban diperkirakan terus meningkat. Tidak hanya di kalangan warga Yahudi Israel, tapi juga rakyat sipil Palestina. Menyusul serangan balasan yang dilancarkan sangat gencar oleh satuan-satuan militer Israel, dalam operasi militer yang dinamakan "Pedang Besi".

Dukungan AS dan Sekutunya

Beberapa negara besar pendukung utama Israel seperti Amerika Serikat (AS), Inggris dan Uni Eropa tentu menyadari betapa terpuruknya Israel menghadapi gempuran hebat Hamas. Karena itu, Presiden AS Joe Biden segera mengeluarkan pernyataan keras.

Dia menegaskan, AS mendukung penuh Israel. Ia menyebut komitmen Washington agar Tel Aviv mempunyai apa yang dibutuhkannya untuk menjaga rakyatnya, membela diri, dan meminta pertanggungjawaban Hamas.

Seperti disampaikan Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, Ahad (8/10/2023), Washington juga memerintahkan pemindahan Kelompok Serangan Kapal Induk USS Gerald R. Ford ke Mediterania Timur yang lebih dekat ke Israel. Siap-siap menambah skuadron pesawat tempur F-35, F-15, F-16, dan A-10 Angkatan Udara AS di wilayah tersebut. Begitu juga aneka amunisi untuk mendukung negara Yahudi itu.

Seperti biasa, Inggris dan Uni Eropa juga mengeluarkan pernyataan keras dengan mengecam keras serangan Hamas. Yang tiada hentinya mereka cap sebagai kelompok teroris. Tanpa mengakui bahwa justru Israel dengan satuan-satuan militerlah yang selama ini hari demi hari melakukan aksi-aksi terorisme negara terhadap rakyat Palestina yang tidak berdosa. Di Gaza dan beberapa daerah pendudukan lainnya.

Meski demikian, mereka tidak menyadari bahwa sebagian warga Yahudi mulai menyadari mitos bahwa bumi Palestina yang mereka duduki sekarang adalah the promised land (daerah yang dijanjikan), seperti yang digaungkan selama ini tetaplah hanya mitos. Kedamaian yang mereka angan-angankan ternyata jauh panggang dari api. Akibat kebijakan pemerintah mereka sendiri yang tidak henti memperluas wilayah pendudukan, dengan menindas warga sipil Palestina.

Kritikus sastra, penulis esai, filsuf dan novelis terkenal Prancis-Amerika, Francis George Steiner, misalnya, dengan tegas mengatakan bahwa eksistensi Israel tidak berdiri di atas alasan-alasan yang logis. Sehingga konsep bangsa Yahudi sebagai “the chosen people” secara historis telah menjadi lumpuh, karena mereka akan terbawa kepada tindakan agresi, ekspansi dan dominasi.

Terbukti, apa yang dikatakan Steiner itu nyata dilakukan oleh pemerintahan Zionis Israel di tanah Palestina sekarang ini.

Dan dengan judul “Israel Menghembuskan Nafas Terakhirnya”, penulis top Zionis, Ari Shavit, membeberkan perasaannya di surat kabar Ibrani “Haaretz”. Dia menulis, “Tampaknya kita sedang menghadapi orang-orang yang paling sulit dalam sejarah, dan tidak ada solusi bagi mereka selain mengakui hak-hak mereka dan mengakhiri pendudukan. Tampaknya kita telah melewati “point of no return” (titik tidak bisa kembali lagi).”

Ditambahkannya, jika situasinya seperti ini, maka tidak ada lagi selera untuk tinggal di negeri ini. Tidak ada lagi selera untuk menulis “Haaretz”, dan tak ada lagi selera untuk membaca “Haaretz”. Kita harus melakukan apa yang disarankan Rogel Alfer dua tahun lalu.

Yaitu meninggalkan negara itu. Jika "ke-Israel-an" dan ke-Yahudi-an bukan merupakan faktor penting dalam identitas, dan jika setiap warga negara "Israel" memiliki paspor asing. Tidak hanya dalam arti teknis, tetapi juga dalam arti psikologis. Maka persoalannya sudah selesai.

Anda harus mengucapkan selamat tinggal kepada teman dan pindah ke San Francisco, Berlin atau Paris.

Dari negeri-negeri nasionalisme ekstrim baru Jerman atau negeri-negeri nasionalisme ekstrim baru Amerika, kita harus melihat dengan tenang dan menyaksikan "Negara Israel" menghembuskan nafas terakhirnya.

Bantuan untuk Hamas

Sebuah tafsiran lain dari kondisi yang ada sekarang, meningkatnya eskalasi perang antara Hamas dan Israel hari-hari ini semakin membukakan mata banyak pihak. Bahwa tindakan membabi buta AS dan sekutu-sekutunya dalam mendukung Israel melahirkan perlawanan yang kian membesar pula. Buktinya, sekarang Hamas tidak sendiri.

Hizbullah yang merupakan organisasi Politik dan Paramiliter dari kelompok Syiah yang berbasis di Lebanon dan paling ditakuti Israel sekarang mulai ikut campur. Wakil Ketua Hizbullah, Naim Qassem, mengatakan pihaknya tidak akan terpengaruh oleh seruan agar mereka tidak melakukan intervensi dalam konflik Hamas-Israel.

Kini banyak yang mempertanyakan sikap beberapa negara besar lain yang berseberangan dengan AS dan sekutunya. Apakah negara-negara seperti Rusia, China dan Korea Utara berkemungkinan ikut terlibat atau melibatkan diri, bila eskalasi konflik kian meningkat? Sejauh ini, masing-masing negara itu memang masih menahan diri untuk berkomentar. Tapi tidak bisa dipungkiri, mereka menaruh perhatian besar terhadap konflik ini.

Yang jelas, beberapa persenjataan yang digunakan Hamas sekarang disebut-sebut berasal dari Korea Utara.

Sedangkan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang secara diplomatis menyerukan penghentian perang, tapi sempat diberitakan siap mengirimkan pasukan Muslim untuk mendukung Palestina. Yaitu bala tentara Muslim dari Chehnya. Presiden Chehnya Ramzan Kadyrov menyatakan, siap mengirimkan pasukan untuk membantu Palestina memerangi Israel.

Begitu juga China. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan bahwa pihaknya merasa sedih dan prihatin serta mengutuk dengan keras tindakan yang telah merugikan warga sipil. China juga memiliki pandangan yang mirip dengan Rusia. Beijing mengatakan solusi dari konflik keduanya adalah negara Palestina yang merdeka.

Di berbagai negara muslim, kini muncul aksi-aksi demonstrasi menentang perlakuan jahat dan kejam tidak berprikemanusiaan Israel dan mendukung kemerdekaan Palestina. Bahkan menyusul serangan Hamas Sabtu pekan lalu, aksi demonstrasi untuk menuntut kemerdekaan Palestina juga pecah di New York, AS.

Belakangan semakin banyak orang sadar bahwa Israel adalah negara penjajah. Dan penjajahan harus dienyahkan dari muka bumi. Sedangkan Palestina adalah bangsa yang terjajah. Meskipun demikian, mereka memiliki pejuang-pejuang tangguh yang gagah berani.

Yang bangga mengatakan: "Today nearly everything is made in China...except for courage- it's made in Palestine." Hari ini hampir segalanya dibuat di China...kecuali keberanian. Ia dibuat di Palestina. (*)