Tragedi Gaza Berlanjut: Standar Ganda dan Kemunafikan Amerika Serikat
Sejarah akan mencatat sikap dan tindakan kita terhadap krisis ini. Saya berharap, semua pihak untuk bersatu dan bekerja menuju solusi yang adil dan damai bagi rakyat Palestina, serta untuk mempertahankan kredibilitas dan integritas moral di panggung internasional.
Oleh: Imam Shamsi Ali, Imam Besar Masjid Islamic Center New York
DI balik reruntuhan Gaza, senja masih menorehkan warna oranye di langit yang penuh debu. Anak-anak Palestina dengan mata sembab, cekung, dan perut kosong kelaparan di antara puing-puing, lirih suaranya memecah sunyi yang suram. Lalu sejurus kemudian, ledakan terdengar lagi.
Di sudut-sudut jalan yang hancur, bunga liar tetap tumbuh, mengingatkan pada kekuatan hidup yang tetap menjalar. Angin laut membawa harapan, menyusup ke setiap celah, menggugah mimpi akan perdamaian. Gaza, meski terluka, terus berdetak.
Bahwa kerusakan dan bencana yang ditimbulkan oleh kekejaman Israel ini telah melampaui batas pemahaman manusia.
Terlalu banyak korban warga sipil tak berdosa, terutama anak-anak dan wanita. Infrastruktur dasar seperti sekolah, rumah, rumah sakit, dan bahkan tempat ibadah telah dihancurkan.
Jutaan orang kini berada di bawah ancaman kematian kolektif karena kelaparan dan malnutrisi akibat pencegahan oleh Israel Penjajah terhadap bantuan kemanusiaan untuk mencapai mereka yang sangat membutuhkan.
Situasi ini menimbulkan kesedihan mendalam dan keprihatinan global, terutama karena dunia tampak naif dan tidak mampu melakukan apa pun untuk menghentikan kekejaman ini.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi yang didirikan untuk menangani krisis seperti ini, yang tampak tidak berdaya dalam menghadapi pembunuhan massal, pembersihan etnis yang dilakukan oleh Israel Penjajah.
Lebih mengecewakan lagi, negara-negara kuat yang sering mengklaim sebagai pembela hak asasi manusia, kebebasan, dan martabat manusia, tampak bersekongkol dengan Israel.
AS, Inggris, Jerman, dan negara-negara lain menunjukkan wajah sebenarnya sebagai pelayan dari negara yang tampaknya kebal tersebut. AS, secara khusus, menunjukkan dirinya sebagai pelayan dan pembela yang kuat yang sering tunduk pada kehendak Israel Penjajah.
Melawan Narasi Zionis dan Sekutunya
Bahkan ketika beberapa elit politik di negara ini cukup berani untuk menentang perlakuan tidak manusiawi terhadap Palestina, negara ini tetap melanjutkan dukungannya terhadap tindakan genosida Israel Penjajah di Gaza.
Bahwa masalah Palestina – Israel bukanlah sekadar "konflik" seperti yang sering digambarkan oleh media.
Konflik biasanya melibatkan benturan antara dua pihak yang setara, baik dalam bentuk fisik seperti perang atau non-fisik seperti perbedaan pendapat. Namun, yang terjadi antara Palestina dan Israel adalah pendudukan oleh satu pihak terhadap pihak lainnya.
Ini adalah masalah pendudukan dan yang diduduki. Menyebutnya sebagai "konflik" adalah cara yang salah dan menyesatkan untuk mencoba meminimalkan ketidakadilan yang parah.
Bahwa solusi untuk masalah ini sebenarnya sangat jelas dan sederhana: akhiri pendudukan dan biarkan Palestina memiliki negara merdeka dan berdaulat.
Dengan demikian, solusi dua negara yang sering dipropagandakan akan menjadi kenyataan. Tapi, AS, yang sering mengklaim sebagai mediator antara Palestina dan Israel Penjajah, justru menjadi penghalang besar bagi terwujudnya solusi dua negara ini.
Standar Ganda AS
Dengan hak veto di Dewan Keamanan PBB, AS telah memblokir hampir semua resolusi yang mendukung solusi tersebut, termasuk resolusi terbaru untuk mengakui Palestina sebagai anggota penuh PBB.
Situasi ini menunjukkan wajah sebenarnya dari AS ketika berurusan dengan masalah Palestina – Israel. Ini semua tentang mendukung Israel Penjajah secara membabi-buta, meskipun rakyatnya sendiri mulai bangkit untuk menentangnya.
Demonstrasi dan protes terjadi di seluruh negeri, khususnya di kampus-kampus, di mana tidak hanya mahasiswa, tetapi juga beberapa anggota fakultas menunjukkan perlawanan.
Lebih memalukan lagi, AS, yang mengklaim sebagai juara hak asasi manusia dan keadilan untuk semua, telah mengambil bagian atau memimpin banyak perang di seluruh dunia, termasuk di Timur Tengah (Afghanistan, Irak, Libya, Suriah, dan lainnya).
Dengan dalih yang indah dan justifikasi yang digunakan, semua perang itu hanya menghasilkan kejahatan dan penderitaan bagi kehidupan manusia. Irak dan Libya, yang dulu merupakan negara makmur, setelah perang dengan dalih "kebebasan", hak asasi manusia, dan keadilan, rakyatnya tidak mendapatkan apa-apa selain penderitaan yang menyakitkan.
Bukti jelas dari standar ganda dan kemunafikan AS ketika berurusan dengan hak asasi manusia, kebebasan, martabat, dan keadilan.
Dengan berulangkali menghalangi jalan bagi Palestina untuk memiliki negara merdeka dan juga berdaulat yang diakui oleh komunitas internasional melalui keanggotaan penuh di PBB, Amerika Serikat, yang mengklaim sebagai juara demokrasi, kebebasan, dan keadilan, telah kehilangan kredibilitasnya.
Bahwa komunitas internasional harus mengambil sikap yang lebih tegas dan adil terhadap krisis ini. Pentingnya solidaritas global dalam menghadapi ketidakadilan ini dan mendesak negara-negara untuk tidak menutup mata terhadap penderitaan rakyat Palestina.
Sangat menyedihkan melihat dunia begitu pasif dalam menghadapi tragedi kemanusiaan ini.
Kita harus menyuarakan keadilan dan mendukung hak-hak dasar manusia yang dilanggar di Palestina. Ini bukan hanya tentang Palestina dan 'Israel', tetapi tentang kemanusiaan kita secara keseluruhan.
Sejarah akan mencatat sikap dan tindakan kita terhadap krisis ini. Saya berharap, semua pihak untuk bersatu dan bekerja menuju solusi yang adil dan damai bagi rakyat Palestina, serta untuk mempertahankan kredibilitas dan integritas moral di panggung internasional.
Adalah tugas kita untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan bahwa penderitaan rakyat Palestina berakhir. Kita tidak bisa diam lagi. Dunia harus bertindak sekarang.
Dengan situasi yang semakin kritis di Gaza dan wilayah Palestina lainnya, bahwa seruan saya ini merupakan pengingat yang kuat akan pentingnya tindakan global yang tegas dan bermoral. (*)