Anies Kok Dicawapreskan
Gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) agar batas usia Capres dan Cawapres diturunkan dari 40 tahun ke 35 tahun belum tentu berhasil. Upaya yang diduga dimaksudkan agar Gibran bisa lolos sebagai Bacawapres Prabowo juga menuai berbagai penentangan.
Oleh: Nasmay L. Anas, Wartawan Senior
JADWAL pendaftaran Bakal Calon Presiden (Bacapres) dan Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) semakin dekat. Tinggal menghitung hari. Karena itu dapat dipastikan bahwa masing-masing pihak dalam koalisi partai akan meningkatkan manuver politik. Terutama dalam menetapkan duet Bacapres dan Bacawapres masing-masing.
Berkenaan dengan itu, kita melihat kasak-kusuk para elit partai pendukung masing-masing calon kian meningkat dalam beberapa hari belakangan ini. Dari sekian banyak manuver itu, ada yang kelihatan lucu bin ajaib.
Misalnya, apa yang diusulkan seorang petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Said Abdullah. Ketua DPP PDIP yang juga Ketua Banggar DPR itu membayangkan Bacapres Ganjar Pranowo bisa bergabung dengan Anies Baswedan menjadi satu kekuatan.
Lebih lucu lagi, karena Said mengusulkan agar Anies yang merupakan Bacapres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) itu disandingkan dengan Ganjar sebagai Bacawapresnya. Menurut dia, baik Ganjar maupun Anies adalah dua tokoh muda yang cerdas. Kedua tokoh itu memiliki kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni untuk memimpin bangsa ini ke depan.
Padahal KPP sudah sejak jauh hari telah menetapkan mantan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai Bacapres. Bukan Bacawapres.
Bagaimanapun, manuver PDIP ini tentu menarik perhatian publik. Baik para elit partai dari KPP maupun publik langsung memberikan respon cepat terhadap manuver ini. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, tegas menolak untuk menjadikan Anies Baswedan sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid menilai wacana duet Ganjar-Anies sah-sah saja disampaikan. Namun, PKS tidak dalam posisi menyetujui.
"Ya kalau sekarang kan siapa saja boleh wacanakan ya. Tapi PKS kan sudah komitmen untuk menjadikan Pak Anies bukan cawapres, tapi jadi capres dengan Demokrat dan NasDem. Kita konsisten di sana," kata Hidayat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Lebih lanjut, Hidayat menegaskan, “PKS tidak tergoda untuk menjadikan Pak Anies hanya sebagai cawapres. Kita menginginkan beliau sebagai capres untuk menghadirkan perubahan, untuk bisa lebih baik.”
Hal senada juga diungkapkan Ketua DPP Partai Nasdem, Taufik Basari. Ia menegaskan, hingga saat ini Nasdem terus mendorong Anies menjadi capres.
"Kita sangat percaya Mas Anies sangat mampu memimpin bangsa ini sebagai presiden. Jadi kita tetap mendorong Mas Anies sebagai calon presiden," ujar Taufik di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Di mata publik, terkesan wacana ini tidak hanya dipandang lucu bin ajaib, tapi sekaligus menyiratkan ketakutan PDIP untuk menghadapkan Ganjar dan Anies “head to head” dalam Pilpres 2024 mendatang. Ini pun seandainya Ganjar berhasil maju pada putaran kedua bersama Anies. Seandainya Prabowo gugur pada putaran pertama. Jangan pernah dibantah bahwa ketakutan itu ada.
Rasanya semua orang tahu, sejak dulu sampai sekarang, Anies tetap ditempatkan di nomor buncit dalam setiap laporan lembaga survei. Yaitu survei-survei yang dalam bahasa publik adalah survei berbayar. Di mana ditengarai Anies tidak dalam posisi mampu membayar lembaga survei, sehingga dia selalu dikalahkan dalam berbagai laporan lembaga survei dimaksud.
Tetap Dijegal
Meski demikian, banyak yang mempertanyakan, termasuk Anies sendiri: Kenapa dia dijegal, sebagaimana yang sering diperbincangkan di ruang publik? Jadi lucu, kalau dia memang tidak pernah unggul dalam laporan lembaga survei, kenapa harus ditakuti?
Dan, wacana menyandingkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut sebagai Bacawapres Ganjar tak dapat dipungkiri merupakan bagian dari upaya men-downgrade Anies. Dan, itu bisa saja dipandang sebagai bagian dari upaya penjegalan.
Persoalannya, bila Anies tergoda menanggapi tawaran itu, tentu PKS dan Demokrat tidak akan terima. Begitu juga para relawan yang benar-benar mengharapkan terjadinya perubahan pasca pemilu mendatang. Karenanya, bila demikian, dapat dipastikan pencalonan Anies Baswsedan akan mengalami kegagalan.
Melihat berbagai perkembangan terakhir itu, baik Joko Widodo sebagai presiden yang sudah ngaku cawe-cawe maupun PDIP yang mencalonkan Ganjar, tentu menyadari bahwa elektabilitas Anies yang selalu dikebiri lembaga survei itu sebenarnya tak tertandingi.
Karenanya wacana menjadikan Anies sebagai Bacawapres Ganjar semakin memperlihatkan kepanikan. Karena keduanya merasa bahwa Anies akan menang dalam Pilpres 2024. Tentu saja, bila dia berhasil maju sebagai Bacapres dan pemilu terselenggara secara langsung, umum, bebas dan rahasia (luber).
Tetapi kekuatiran bahwa pemilu tidak akan berlangsung luber itu tetap tidak hilang.
Dalam sebuah narasinya mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana pernah mengungkapkan, “Jokowi terbaca mendukung paslon Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno. Lalu juga mencadangkan sokongan kepada Prabowo Subianto-Airlangga Hartarto, sambil tetap berusaha menggagalkan pencapresan Anies Baswedan.” Demikian narasi Denny dalam tulisannya yang dikutip dari Medcom, Kamis, 27 April 2023.
Dan Denny mengungkap paling tidak 10 cara yang dilakukan Jokowi untuk menjegal Anies pada Pilpres 2024. Misalnya, melempar opsi menunda pemilu 2024, memperpanjang masa jabatan presiden dan memakai tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memukul lawan oposisi dan merangkul kawan koalisi.
Dalam hal ini, termasuk menggunakan KPK menersangkakan Anies dalam kasus korupsi. Last but not least, upaya Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dalam men-“copet” kepemimpinan Partai Demokrat. Yang menurut penilaian banyak pihak tentu dengan sepersetujuan Presiden. Terbukti semuanya tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkan Jokowi.
Kegagalan demi kegagalan dalam menjegal Anies tampaknya tidak bisa dihindari. Apalagi ketika jadwal pendaftaran Bacapres plus Bacawapres tinggal menghitung hari.
Banyak yang beranggapan bahwa Anies sendiri juga kesulitan mendapatkan Bacawapres dalam KPP. Toh sampai hari ini masih belum ada kejelasan siapa yang akan dipilih Anies sebagai Bacawapres pendampingnya kelak.
Sejumlah nama seperti Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Puteri Mantan Presiden Gusdur Yenny Wahid, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sudah sering mengemuka. Tapi sejauh ini tetap belum ada yang ditetapkan. Karenanya isu ini mudah di-”goreng” pihak lawan.
Tapi bersamaan dengan itu, jangan lupa, baik Ganjar Pranowo maupun Prabowo Subianto juga menghadapi kenyataan yang lebih kurang sama. Tidak dapat ditolak kenyataan bahwa Ganjar juga kesulitan mencari Bacawapres yang mampu mendongkrak elektabilitasnya yang memang tidak begitu menggembirakan.
Begitu juga Prabowo yang juga belum memperlihatkan titik terang siapa nama Bacawapresnya. Wacana menduetkan dirinya dengan putera Jokowi, Gibran Rakabuming Raka tampaknya juga tidak mudah.
Gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) agar batas usia Capres dan Cawapres diturunkan dari 40 tahun ke 35 tahun belum tentu berhasil. Upaya yang diduga dimaksudkan agar Gibran bisa lolos sebagai Bacawapres Prabowo juga menuai berbagai penentangan.
Apalagi posisi Anwar Usman sebagai Ketua MK yang juga sekaligus adik ipar Jokowi ramai diperbincangkan. Karena dia rentan tersandung kepentingan pribadi dalam memutuskan soal batas usia di atas maupun sengketa pemilu kelak. (*)