Di Mata Pendukung Lawan, Anies Dianggap Paling Ideal

Satu kejujuran telah mereka ungkapkan. Meski sesungguhnya kita sudah sangat sering mendengar ungkapan ini dari banyak ulama, aktivis, dan politisi. Karena alasan kedekatan, loyalitas kepada partai, dan alasan lainnya, mereka tak ikut mendukung Anies.

Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

SUATU malam, di rumah seorang pengusaha di Jakarta Barat, kami terlibat dalam sebuah obrolan. Santai tapi berbobot.

Hadir di situ orang-orang penting. Ada anggota DPR, kepala daerah, pengusaha, bahkan sejumlah jenderal. Jumlahnya kurang dari 10 orang.

Obrolan menyesuaikan isu yang sedang hangat. Mulai isu Partai Golkar yang sedang dalam proses dikudeta Ketua Umumnya, Airlangga Hartarto, demo buruh tanggal 10 Agustus 2023 nanti, hingga Pilpres 2024.

Semua terlibat dalam debat, kecuali para jenderal. Mereka diam, hanya sebagai pendengar setia. Konsisten menjaga etika profesi: tidak terlibat dalam politik praktis. Tak ada satu kata pun yang mereka keluarkan. Sesekali mereka senyum, mungkin sekadar untuk menghargai semangat para politisi yang sedang beradu data dan argumentasi.

Yang hadir di rumah saudagar kaya itu adalah orang-orang dari lintas partai. Ada yang berasal dari partai pengusung Anies Baswedan. Ada dari partai pengusung Ganjar Pranowo. Ada juga dari partai yang mengusung Prabowo Subianto. Cukup lengkap.

Demi alasan disiplin, mereka yang ikut dalam obrolan malam itu menunjukkan loyalitasnya. Keukeuh mendukung keputusan partainya. Rasa optimisme masing-masing terlihat jika capres yang diusung partai mereka akan menang. Mereka masing-masing bicara dengan data survei, argumentasi, dan analisisnya. Diskusi malam yang menarik dan makin lama makin seru.

Jauh dari kesan emosional. Semua menyuguhkan argumentasi rasional. Maklum, mereka adalah para politisi senior. Sudah sangat matang. Usia rata-rata di atas 50 tahun. Ada yang di atas 60 tahun. Para politisi kawakan.

Semakin malam, obrolan politik di meja makan semakin mengasyikan. Seduhan kopi dan beberapa jenis jajan pasar telah memberi energi untuk terus melanjutkan obrolan. Temanya menarik, karena tentang masa depan bangsa.

Kepulan asap rokok menambah imajinasi politik yang semakin mempesona lawan bicara. Tampak para pendukung Anies Baswedan yang tetap konsisten dengan keyakinan data dan analisisnya. Bahwa 2024, Anies Baswedan lah presidennya. Begitu juga pendukung Ganjar dan Prabowo.

Meski berdebat hebat tentang siapa yang akan menjadi pemenang Pilpres 2024, tapi mereka sepakat dalam satu pendapat: "Hanya Anies Baswedan yang mampu membawa masa depan bangsa ini lebih baik". Dalam hal ini, mereka satu suara. Mereka satu pemikiran.

Mereka satu kata: Anies yang paling mampu dan layak. Itu diungkapkan oleh masing-masing orang yang terlibat dalam obrolan malam itu. Jujur dan objektif. Sebuah pengakuan dari hati yang jernih dan pikiran independen.

Rekam jejak, integritas, dan kapasitas Anies Baswedan diakui. Anies Baswedan yang paling layak memimpin negeri ini ke depan. Anies Baswedan paling menguasai berbagai persoalan bangsa, dan yang paling siap dengan gagasan serta rencananya membawa negara ini menjadi lebih baik ke depan.

Satu kejujuran telah mereka ungkapkan. Meski sesungguhnya kita sudah sangat sering mendengar ungkapan ini dari banyak ulama, aktivis, dan politisi. Karena alasan kedekatan, loyalitas kepada partai, dan alasan lainnya, mereka tak ikut mendukung Anies.

Itulah dilema yang kita sering dengar dari sejumlah tokoh dan politisi. Mereka yakin Anies Baswedan adalah calon pemimpin bangsa yang paling ideal untuk saat ini. Satu pengakuan yang jujur.

Tapi sayangnya, mereka kehilangan hak independensinya karena telah terikat kontrak dengan partai atau capres lawan. (*)