Di Balik Keberanian Mahasiswa Tantang Para Capres
Pemimpin yang benar-benar berkualitas tidak akan ragu untuk berbicara dengan terbuka di hadapan mahasiswa, akademisi, dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, undangan semacam ini adalah langkah yang berani dalam memberdayakan masyarakat untuk membuat keputusan yang lebih cerdas dalam pemilihan pemimpin negara.
Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta dan CEO Narasi Institute
DENGAN penuh keberanian, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) telah mengundang seluruh calon presiden dan bakal calon presiden untuk menghadiri panggilan ke kampus, dengan tujuan yang jelas untuk merespons tuntutan atas keberanian mereka sendiri.
Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang, secara tegas menyatakan kesiapannya untuk menggali dan memahami secara mendalam setiap aspek pemikiran yang melandasi calon-calon pemimpin.
Melalui undangan tersebut, BEM UI tidak hanya mengajak calon presiden untuk hadir, tetapi tentunya event tersebut akan mengungkapkan aspirasi mahasiswa serta menginisiasi perdebatan substansial yang mampu menggugah argumen-argumen yang dibawa oleh para calon.
Penegasan ini tidak hanya terwujud sebagai sebuah panggilan, tapi juga sebagai sebuah tantangan nyata kepada calon-calon presiden untuk membuktikan kualitas pemikiran mereka dalam wacana yang lebih mendalam dan kritis.
Konteks undangan ini muncul erat kaitannya dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah merevisi Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu. Pasal tersebut merumuskan pembatasan terhadap penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dalam kampanye pemilu.
Undangan ini adalah respons BEM UI atas putusan MK tersebut, yang memberikan celah hukum bagi institusi-institusi pendidikan untuk mengajak semua calon pemimpin ke dalam diskusi publik. Pandangan ini menggarisbawahi bahwa demokrasi yang matang haruslah melibatkan institusi akademik sebagai tempat di mana visi, gagasan, dan rencana calon pemimpin dapat diuji secara substansial.
Pentingnya undangan ini juga mengacu pada isu lebih mendalam terkait orientasi calon pemimpin. Melki Sedek Huang menegaskan bahwa masa depan bangsa Indonesia tidak boleh bergantung pada pemimpin yang hanya mengandalkan strategi kampanye, pencitraan, dan janji kosong.
Tantangan ini tentunya sangat menguji nyali dari para calon presiden. Sudah saatnya bagi setiap calon pemimpin untuk menjalani uji kapasitas dan substansi mereka di panggung kampus, tempat di mana pertimbangan ilmiah dan kebijakan yang matang lebih diutamakan daripada sekadar bermain dengan narasi retorika.
Dengan begitu pada saat pemilu nanti publik tidak lagi seperti beli kucing dalam karung karena masyarakat tidak benar-benar mengetahui sejauh mana kapasitas intelektual dari masing-masing calon presiden.
Menguji Pikiran Capres
Penting bagi masyarakat untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang isi pikiran calon presiden (capres) yang akan memimpin negara. Undangan yang diajukan oleh BEM UI kepada calon-calon presiden merupakan langkah penting dalam membuka ruang untuk menguji kualitas intelektual dan wawasan para calon pemimpin.
Bukanlah rahasia bahwa kemampuan berpikir jernih, mengkaji isu kompleks, dan merumuskan solusi inovatif adalah atribut yang tidak bisa diremehkan dalam seorang pemimpin. Oleh karena itu, melalui debat dan diskusi yang serius di lingkungan kampus, kita dapat menggali lebih dalam tentang pandangan calon presiden terhadap berbagai isu nasional dan internasional.
Menghindari Pencitraan
Terlalu sering, dalam proses pemilihan, kita disajikan dengan kampanye yang lebih mengedepankan pencitraan dan janji-janji manis, sementara substansi dari rencana dan pandangan calon pemimpin seringkali terabaikan. Dengan mengundang calon-calon presiden untuk berbicara di lingkungan kampus, kita dapat menempatkan fokus pada substansi program dan ide mereka.
Ini adalah cara untuk menghindari jebakan kampanye kosong yang hanya mengandalkan retorika tanpa dasar yang kuat. Masyarakat memiliki hak untuk menilai calon pemimpin berdasarkan gagasan dan rencana nyata yang mereka usung, bukan hanya berdasarkan promosi dangkal.
Tempat Pencarian Kebenaran
Peran kampus dalam membentuk opini publik dan memperkuat proses demokrasi tidak boleh diremehkan. Kampus adalah tempat di mana penelitian, analisis mendalam, dan pemikiran kritis berkembang.
Dengan membuka pintu bagi calon-calon presiden untuk berdialog dengan mahasiswa dan akademisi, kita menciptakan ruang untuk pembahasan yang berbasis pengetahuan dan informasi yang faktual.
Gagasan-gagasan yang dihasilkan dari diskusi semacam ini akan memiliki landasan yang lebih kuat dan lebih mampu mengatasi kompleksitas tantangan yang dihadapi negara kita.
Memberdayakan Masyarakat dalam Pemilihan Pemimpin: Mengedepankan Transparansi dan Akuntabilitas
Mengundang calon-calon presiden untuk berpartisipasi dalam debat di kampus adalah bentuk transparansi dan akuntabilitas yang sangat dibutuhkan dalam sebuah demokrasi. Ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melihat bagaimana calon pemimpin berpikir, merespons pertanyaan yang tajam, dan menjelaskan visi mereka secara lebih mendalam.
Pemimpin yang benar-benar berkualitas tidak akan ragu untuk berbicara dengan terbuka di hadapan mahasiswa, akademisi, dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, undangan semacam ini adalah langkah yang berani dalam memberdayakan masyarakat untuk membuat keputusan yang lebih cerdas dalam pemilihan pemimpin negara.
Dalam mengejar gagasan yang lebih baik, melibatkan calon presiden dalam debat di kampus adalah langkah strategis untuk membuka pintu bagi diskusi yang mendalam, untuk menghindari kampanye kosong, dan memberdayakan masyarakat dengan informasi yang lebih kaya.
Dengan cara ini, kita dapat merumuskan pandangan yang lebih jernih tentang calon-calon pemimpin, sehingga dapat membuat keputusan yang lebih tepat dalam memilih pemimpin yang memiliki kapasitas untuk memimpin negara dengan baik. (*)