Duet Anies-Cak Imin: Jangan Terpancing!

Kalau PKB hanya sekadar bergabung dengan KPP, bisa jadi tidak akan memicu reaksi yang begitu keras. Tapi kalau sampai Cak Imin dijadikan Bacawapres Anies, bukan mustahil pengaruh Gusdurian akan merontokkan perolehan suara Anies.

Oleh: Nasmay L. Anas, Wartawan Senior

MENGGEMPARKAN. Ini gempa politik. Memang belum mampu merontokkan sendi-sendi dari kehidupan berbangsa dan bernegara, tapi guncangannya begitu dahsyat. Anda semua sudah tahu.

Dan, tidak sedikit pula dari Anda yang tiba-tiba terhenyak, bukan? Saat munculnya pemberitaan, Anies Rasyid Baswedan diduetkan dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar, sebagai Bakal Calon Presiden (Bacapres) dan Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres).

Partai Demokrat bereaksi keras. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief bahkan menyebut Anies Baswedan berdarah dingin dan pengecut. Pernyataan keras Andi Arief ini menggambarkan Demokrat sangat kecewa. Karena menganggap ini keputusan sepihak Anies. Sebab itu, Demokrat memutuskan akan segera gelar rapat di Cikeas, untuk putuskan sikap koalisi yang selama ini mereka dukung.

Tentu banyak yang ingin tahu. Apakah Demokrat akan tetap bertahan dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang ikut mereka gaungkan selama ini? Atau, apakah Demokrat benar-benar akan hengkang dari koalisi yang diharapkan banyak orang akan mampu melakukan perubahan dari kondisi caruk maruk saat ini?

Tidak bisa dihindari tentu saja, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh ikut terkena imbasnya. Paling tidak karena dia diketahui pernah mengadakan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak menginginkan Anies dan KPP. Baik yang diketahui publik maupun yang lolos dari pantauan publik. Karenanya dia dianggap bertekuk lutut di bawah tekanan istana.

Meski dengan tegas dia menolak tudingan mengambil keputusan sepihak, sebagaimana yang gtelah dilontarkan Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya, namun publik khususnya para pendukung Anies mengamini tudingan ini. Surya Paloh dianggap berkhianat, karena mengambil keputusan sepihak tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Demokrat dan PKS.

Bagaimanapun, menurut dia, Cak Imin belum resmi menjadi Bacawapres Anies Baswedan. Ketika bicara dengan awak media di Nasdem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta, Kamis (31/8/2023), Surya Paloh mengatakan, “Kemungkinan ke arah itu bisa saja terjadi. Tapi saya pikir, itu belum terformalkan sedemikian rupa sampai menit ini. Kita tunggu perkembangan 1-2 hari ini.”

Dan dia menambahkan, “Kalau persetujuan dalam arti kata mengangguk-angguk saja itu kan belum tuntas sepenuhnya.”

Meski demikian, lagi-lagi reaksi yang tidak diduga bermunculan di berbagai tempat di tanah air. Baliho berukuran besar duet Anies-AHY yang selama ini menghiasi berbagai tempat di sejumlah kota besar mulai dicopot. Di Kota Bekasi, misalnya, para pentolan Demokrat menurunkan baliho-baliho itu secara serentak sebagai bentuk protes.

Masih Gimmik

Sedemikian jauh, apakah kondisinya akan berkembang seperti itu? Menyaksikan dinamika politik yang berlangsung kian pesat memasuki tahun politik saat ini, ketika waktu pendaftaran Bacapres dan Bacawapres semakin dekat, semestinya semua pihak tidak mudah terpancing.

Ini mestinya dipandang sebagai gimik saja, yang membuat banyak mata terkelabui. Apalagi bagi para politisi yang bermain di lapangan. Kedewasaan dalam memandang setiap perkembangan politik mestinya tetap jadi pegangan.

Bagaimanapun, kalau kita mau tinjau lebih dalam, apakah Anies akan mengambil langkah semudah itu? Setelah melewati sejumlah tantangan dan rintangan selama ini. Dituding terlibat kasus korupsi yang tidak dia lakukan. Dipanggil penyidik KPK, dan bahkan bolak-balik akan ditersangkakan dalam kasus korupsi Formula E, yang tidak lain hanya dimaksudkan agar dia tidak ikut sebagai Bacapres.

Apalagi kalau kita ingat sejumlah pra-syarat atau kriteria yang pernah disampaikan Anies untuk mereka yang akan menjadi Bacawapresnya dalam Pilpres 2024 mendatang.

Pertama, 'kriteria 0'. Arti dari “0” itu adalah tidak bermasalah dan berani. Lantas siapa saja tokoh yang memenuhi kriteria tersebut? Apakah Cak Imin bisa dikatakan lolos dalam kriteria ini?

Tentu saja kita masih ingat, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali diminta agar terus melanjutkan pengusutan skandal kardus durian, yang diduga menyeret nama Cak Imin. Koordinator Aliansi Mahasiswa Jakarta Antikorupsi, Anzam, di Jakarta, Selasa (8/8/2023), juga meminta KPK untuk melanjutkan proses pencarian informasi skandal kasus kardus durian itu.

Sebelumnya, KPK kembali membuka kasus dugaan korupsi 'kardus durian' itu. Kasus ini terjadi pada 2014 silam. KPK menegaskan bahwa penyelidikan kasus kardus durian ini tidak dihentikan. Lembaga antikorupsi tersebut memastikan masih terus menyelidiki kasus itu. Kriteria kedua, adalah orang yang bisa membantu kemenangan. Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, Bacawapres dimaksud mestilah orang yang tepat untuk membantu kemenangan. Jangan orang yang malah membuat kalah.

Ketiga, Anies memerlukan bacawapres yang bisa membuat koalisi solid. Artinya, harus punya visi yang sama dengan dirinya dan membantu dalam proses pemerintahan bila kelak terpilih.

Keempat, chemistry-nya baik. Artinya Anies dan Bacawapres dimaksud punya chemistry yang baik sehingga bisa jadi dwitunggal.

Kalau kita mau kaji satu per satu di antara sejumlah kriteria itu, jelas bahwa dalam hal tidak bermasalah dan berani, Cak Imin tidak memenuhinya. Dia tersandung kasus kardus durian yang masih belum tertangani secara tuntas sampai saat ini.

Begitu juga dengan kriteria agar bisa membantu kemenangan.

Banyak pihak menilai bahwa dengan memilih Cak Imin, kemenangan Anies untuk meraup suara kalangan Nahdhatul Ulama (NU) di Jawa Tengah dan Jawa Timur akan dapat diraih. Padahal, banyak pihak menilai bahwa hal itu tidak akan mudah terjadi.

Bukan rahasia lagi, Cak Imin memiliki sejarah yang tidak baik dalam perebutan kepemimpinan PKB dari kubu mantan Presiden Abdurrahmah Wahid (Gusdur). Di samping keterbelahan NU Garis Lurus dan Garis Bengkok, pengaruh kalangan Gusdurian yang masih menjadikan Gus Dur sebagai idolanya juga tidak kecil. Dalam hal ini, jangan dibayangkan kalangan Gusdurian akan diam saja bila Anies memilih Cak Imin.

Kalau PKB hanya sekadar bergabung dengan KPP, bisa jadi tidak akan memicu reaksi yang begitu keras. Tapi kalau sampai Cak Imin dijadikan Bacawapres Anies, bukan mustahil pengaruh Gusdurian akan merontokkan perolehan suara Anies.

Dengan demikian, Cak Imin tidak sejalan dengan kriteria bisa membantu kemenangan.

Sedangkan kriteria bacawapres yang bisa membuat koalisi solid, yang punya visi yang sama dengan Anies dan bisa membantu dalam proses pemerintahan bila kelak terpilih, tampaknya juga mentok. Pertanyaannya: Apakah Anies dan Cak Imin berasal dari satu visi yang sama? Bagaimanapun, orang tahu Anies berasal dari keluarga Masyumi, sedangkan Cak Imin dari NU.

Kriteria keempat yang lebih pada kepribadian, apa chemistry-nya baik? Anies Basweda selama ini berkiprah dalam kesakralan dan ketulusan dunia pendidikan. Sementara Cak Imin adalah politisi yang paling tidak hampir tiga dekade terakhir sudah malang melintang dalam percaturan politik yang transaksional. Apakah keduanya punya chemistry yang sama?

Pertanyaan selanjutnya: Apakah Anies akan sanggup menjilat ludahnya sendiri? Apakah kriteria di atas tidak dimaksudkan untuk duetnya dengan AHY, ketika hanya AHY yang hampir pasti memenuhi semua kriteria itu? (*)