Gibran Batal, Prabowo Gagal, Jokowi Terjungkal

Absolut Pemilu 2024 itu harus dilaksanakan tanpa Jokowi. Jokowi yang karena ulahnya mesti sudah terjungkal. Konstitusi mengatur mekaniske penjungkalan. People power adalah sarana yang efektif untuk itu. Anda tidak percaya? Boleh dicoba.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

GONJANG-ganjing Putusan MK yang telah berhasil meloloskan Gibran Rakabuming Raka semakin kencang. Ketua Majelis Kehirmatan MK Jimly Asshiddiqie memberi sinyal atas pelanggaran kode etik yang berakibat pada pembatalan.

Di samping itu Peraturan KPU belum menyesuaikan dengan Putusan MK sehingga pendaftaran Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka tidak memenuhi syarat.

Serangan pada MK dari publik cukup dahsyat, begitu pula "perpecahan" internal di kalangan hakim MK. Efek dari Putusan kontroversial dengan 3 (tiga) hakim setuju mutlak 2 (dua) hakim berbeda alasan (concurring opinion) dan 4 (empat) hakim menolak (dissenting opinion). Jika MKMK bekerja maksimal maka potensial Putusan batal. Gibran pun ikut batal.

Bagaimana nasib Prabowo? Meski aturan memberi peluang untuk adanya penggantian, namun efek psiko-politis akan dirasakan. Pegangan kuat untuk memeluk Jokowi akhirnya terlepas. Prabowo pun akan bimbang dalam negoisasi ulang koalisi. Mengorbankan mitra demi Gibran ini menggores luka. Prabowo gagal untuk dua hal. Jokowi dan mitra koalisi.

Prabowo akan terus gagal dalam membangun konsistensi. Karena sudah terbiasa berada di ruang ambivalensi. Konstituen pun mulai kabur atau lari dan akan terus berlari menjauhi.

Tinggal Joko Widodo yang merenung sendiri dalam sepi. Hari-hari kekuasaan semakin tidak pasti. Ketika Gibran batal maka PSI pun tidak akan bersinar. Kaesang Pangarep, sang putra kedua, hanya berperan dalam permainan komedi putar. Menjadi Ketum abal-abal. Dua putera yang telah dimusuhi rakyat dan tidak memiliki masa depan itu membuat Jokowi pusing tujuh keliling.

Dipastikan Jokowi akan berjalan dengan badan limbung. Keganasan kekuasaan akan segera memangsanya. Meskipun mahir dan nekad dalam berbohong tetapi sejarah tidak pernah bisa dibohongi. Hari-hari kejayaannya akan berakhir. Ketika bingkai bagaikan sempurna dan kuat di sanalah kerapuhan dan kelemahan itu berada.

Kasus Putusan MK yang melegitimasi nepotisme menjadi pintu reaksi besar. Tanggal 20 Oktober 2023 mahasiswa telah mengawali aksi. Tentu bukan terakhir kali.

Bila saja 5 hari berturut-turut tanpa jeda mahasiswa berdemonstrasi akan lain hasilnya. Tidak perlu sampai malam karena itu melanggar. Cukup sampai sore saja, tetapi berulang tiap hari. Dengan gelombang yang semakin membesar. Tempatnya bukan di Patung Kuda tetapi di Gedung DPR-MPR. Menggedor dan mengusik kenikmatan wakil-wakil rakyat.

Rezim keluarga adalah alasan efektif untuk bergerak menuju pemakzulan. Ada mahasiswa, buruh, emak-emak, santri-ulama serta kelompok perlawanan lainnya. Suasana jenuh dan kesal pada rezim Jokowi sudah terasa di mana-mana. Hancur-hancuran bernegara di bawah kepemimpinannya.

Jokowi sendiri seperti merasa kuat. Tetapi sebenarnya ia sedang menghitung waktu untuk tumbang. Urusan MK dapat membuat dirinya terjungkal. Ditambah persoalan lain yang menjadi hutang. Utang uang, proyek, pelanggaran HAM, Rempang, China, IKN dan lainnya.

Daya beli rakyat yang terus melemah dan harga-harga yang melambung menjadi kekuatan besar bagi rakyat untuk berontak dan melawan.

People power mengalir mencari pintu. Dahulu saat terjadi kudeta PKI adalah pintu aksi rakyat untuk menumbangkan Soekarno. Ketika itu Soekarno kuat dan mampu mengendalikan seluruh kekuatan politik, termasuk TNI dan PKI.

Kondisi ekonomi menjadi pintu masuk gerakan untuk meruntuhkan Soeharto. Di tangan Soeharto digenggam semua kekuatan partai politik, ormas dan TNI. DPR MPR juga lumpuh. Tapi, semua berubah dengan cepat. Suara kritis yang dimulai oleh Petisi 50 menemukan momentum perubahan pada saat kekuasaan mencapai puncaknya.

Jokowi mengulangi kembali. Padahal sudah ada warning dari Petisi 100 yang mendorong pemulihan kedaulatan rakyat. Jokowi dan oligarki telah menodai dan merenggut paksa kehormatan demokrasi. Tampilan sederhananya menjadi topeng dari perilaku jahat dalam bidang politik, hukum, ekonomi, dan agama. Wajah dari kepalsuan moralitas – the face of the falsity of morality.

Jokowi akan segera terjungkal sebelum Pemilu 2024 berlangsung. Rakyat merasakan bahaya akan keberadaan Jokowi jika ia masih ikut mengendalikan Pemilu 2024. Jokowi yang "sekarat" itu dapat berbuat semaunya untuk menyelamatkan kekuasaan dari penghukuman rakyat. Ia butuh boneka pelanjut dan pengaman.

Absolut Pemilu 2024 itu harus dilaksanakan tanpa Jokowi. Jokowi yang karena ulahnya mesti sudah terjungkal. Konstitusi mengatur mekaniske penjungkalan. People power adalah sarana yang efektif untuk itu. Anda tidak percaya? Boleh dicoba.

"Nothing is impossible. Anything can happen as long as we believe". (*)