Jokowi Akan Terhina

Negara sudah tidak ada lagi aturan atau konstitusi yang mengikat ketaatan para penguasa dan kekuasaan, semua bisa direkayasa sesuai syahwat, birahi, nafsu, kepentingan, dan kekuasaan politiknya.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

"PENGUASA paling celaka adalah penguasa yang membuat rakyatnya sengsara". (Umar bin Khathab)

Keruntuhan etika yang melanda Mahkamah Konstitusi tidak terlalu mengejutkan saat kekuasaan, para politisi dan law makers sudah bersekutu mencampakkan standar etikanya ke tong sampah.

Saat jagad politik sudah diawaki oleh hukum kekuasaan yang dijalankan oleh boneka atas remote bandit, badut dan bandar politik, berjalan digdaya di negara ini.

Demi perintah kekuasaan, MK dengan jumawa bisa mengubah UU yang bukan wewenangnya. Saat hiruk-pikuk rakyat, aktivis, dan pakar hukum di seluruh Nusantara bereaksi protes, DPR buru-buru ambil posisi melaksanakan perintah MK segera menyesuaikan UU tentang syarat anak ingusan agar lolos sebagai cawapres.

Jokowi seperti memiliki ilmu gendam dari warisan nenek moyangnya dengan pengawalan para suhu Oligarki begitu digdaya DPR hanya sendiko dawuh melaksanakan titah majikannya.

Negara sudah tidak ada lagi aturan atau konstitusi yang mengikat ketaatan para penguasa dan kekuasaan, semua bisa direkayasa sesuai syahwat, birahi, nafsu, kepentingan, dan kekuasaan politiknya.

Republik ini sudah membusuk sejak UUD 1945 diganti UUD 2002. Jagad politik nasional diperankan oleh perampok politik yang membuat hukum demi penguasa untuk melegalisasi suatu perampokan kekuasaan secara berjamaah.

Lagi-lagi publik tanpa kecuali yang merasa sebagai para pendekar hukum dan pakar politik sampai tenggelam, harus setia sebagai jongos politik, menelan kegalauan dan kepiluan berkepanjangan.

Sebagian aktivis oposisi siuman sadar ketidak-keberadaannya selalu keok kala main dadu. Sesekali tetap cuap-cuap, marah-marah, gusar, mengeluh tanpa arah dan kanal yang tidak jelas. Kesadaran merasa hina dan dihinakan mereka dipaksa harus menjadi budak, bahkan akan digembalakan anak ingusan.

Harapan tinggal pada kesadaran dan keberanian rakyat semesta Indonesia, negara sudah di ujung senja bubar atau masih bisa dipertahankan ketika penguasaan sudah liar, bebas berdansa, pesta mabok kepayang ala UUD 2002.

Para penguasa saat ini mau sadar atau tidak, jangan pernah berpikir sedikit pun bahwa rakyat dalam monarki, teokrasi dan aristokrasi, demokrasi, taat hukum tak ada artinya. Semua sudah terbukti bahwa penguasa yang berkuasa di punggung harimau ia akan jatuh menyedihkan.

Apa belum cukup pelajaran dari Soekarno dan Soeharto di mana keduanya memiliki jasa besar dan kekuasan yang besar dalam waktu yang panjang tapi tetap saja harus terhina di ujung hidupnya. Jokowi sudah sangat dekat akan mengalami kehinaan dan kepedihan di ujung kekuasaannya. (*)