Lawan Politiknya Tiada Henti Menjatuhkan Anies

Pendukung Anies janganlah menjadi kerumunan, jadilah sebuah ikatan, ibarat sapu lidi kalau hanya kumpulan sapu lidi tanpa diikat, Anda akan mudah dipatahkan dan diberaikan, ikatlah sapu lidi agar dapat digunakan untuk menyapu yang kotor.

Oleh: Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi

ANIES Baswedan memang tak bisa dibendung lagi, tuntutan perubahan sepertinya tak bisa ditawar lagi, fenomena inilah yang membuat penganut kemapanan rezim yang berkolaborasi dengan oligarki mencari cara dan celah bagaimana menjatuhkan Anies.

Adalah Jakarta International Stadium (JIS) mahakarya Anies ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta. JIS adalah simbol kemegahan Indonesia dan simbol nasionalisme bangsa. Betapa tidak stadion yang 100 % menggunakan tenaga ahli dalam negeri, ternyata mampu menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki stadion termegah, konon terbaik di Asia dan nomor sepuluh di dunia. Berbeda dengan Ibu Kota Negara (IKN) yang meski merupakan proyek nasional, ternyata minim nasionalisme, karena menggunakan tenaga ahli dari asing, sebuah ironi.

Tampak sekali kegalauan rezim yang berujung pada kebencian. Misalkan yang dilakukan oleh Erick Thohir, Menteri BUMN yang juga Ketum PSSI, dan Basuki Hadi Muljono, Menteri PUPR serta Heru Budi, Plt Gubernur DKI Jakarta.

Stadion yang dibangun dengan standar FIFA dengan konsultan yang sudah terbiasa membangun stadion berstandar FIFA di berbagai negara Eropa, tiba-tiba dikatakan tidak layak, karena katanya cuma ada satu pintu masuk, padahal ada 4 pintu besar dan beberapa pintu kecil yang tersebar di berbagai tribun. Rumputnya juga dikatakan tidak standar, lalu diganti dengan rumput golf.

Upaya menjatuhkan Anies tampaknya tidak lagi dilakuan secara sembunyi-sembunyi, sekarang sudah dilakukan secara kasar dan terang-terangan. Sebelumnya ada upaya mengkriminalisasi Anies melalui Formula E, lalu membegal Partai Demokrat lewat tangan KSP Moeldoko, dan tekanan kepada partai Nasdem dan PKS, namun upaya itu sampai kini belum menampakkan hasil. Sekarang melalui mahakarya Anies dicari salahnya dan dijadikan komoditas politik.

Bagi Istana dan oligarki, Anies Baswedan adalah ancaman, karena Anies dianggap sebagai calon yang tidak bisa diatur dan didikte, sehingga Anies harus diganggu dan kalau perlu dibatalkan dalam pencalonannya. Segala daya upaya akan dilakukan.

Ibarat bertarung, mereka tak lagi malu melakukan pengeroyokan, karena memang sudah tak ada pilihan lagi. Sportifitas sudah tak perlu lagi bagi mereka.

Tampaknya oligarki dan Istana tak akan lelah berupaya untuk menjatuhkan Anies, apalagi para buzzer peliharaan yang juga sudah semakin kehilangan akal sehatnya, sehingga tidak menutup kemungkinan akan dicari cara-cara yang menina bobokkan para pendukung Anies, lalu digoreng isu bahwa Anies adalah bagian dari yang mereka goreng itu.

Isu haji salah satu contohnya, mereka sudah bikin produksi konten yang memfitnah Anies dengan kata-kata kotor tukang bohong naik haji, menghilangkan foto Anies ketika bertemu calonnya, bahkan mempersoalkan haji Anies yang mendapatkan undangan dari Kerajaan Saudi Arabia.

Bukan tidak mungkin sambutan luar biasa dan istimewa dari Kerajaan Saudi kepada Anies itu akan dijadikan bahan baru untuk menjatuhkan Anies, misalkan Anies itu antek Arab, Anies itu wahabi dan segala fitnah agar Anies jelek di mata publik. Bagi mereka fakta-fakta itu bisa dikaburkan dengan persepsi. Sehingga mereka tak akan lelah membangun image jelek tentang Anies.

Akan terjadi dialek yang menarik antara pendukung Anies dan pendukung calon lain dari Istana dan oligarki. Bagi calon Istana dan oligarki, persepsi menjadi penting, karena ketiadaan prestasi dan rekam jejak yang baik, sementara bagi Anies, fakta adalah penting, karena fakta merekam jejak prestasi yang sudah dilakukan Anies. Ingat paska Pilkada DKI 2017, mereka goreng persepsi untuk menjatuhkan Anies dengan hal-hal yang tidak terbukti.

Mereka yang pro perubahan dan bersama Anies ada baiknya bermain dalam tataran kenyataan untuk membangun persepsi, lebih banyak menyajikan data prestasi Anies, fokus saling membantu menebarkan kenyataan baik yang dilakukan oleh Anies dibanding hal-hal yang tidak produktif lainnya. Karakter pendukung Anies yang kebanyakan emosional dan reaktif, suka dipuji, tak mau berbagi, merasa paling baik dan menang adalah titik lemah yang harus segera diperbaiki.

Pendukung Anies janganlah menjadi kerumunan, jadilah sebuah ikatan, ibarat sapu lidi kalau hanya kumpulan sapu lidi tanpa diikat, Anda akan mudah dipatahkan dan diberaikan, ikatlah sapu lidi agar dapat digunakan untuk menyapu yang kotor.

Ini juga sejalan dengan kata bijak yang disampaikan oleh Sayyidina Ali, bahwa kebenaran yang tidak terorganisir akan mudah dikalahkan oleh kejelekan yang terorganisir.

Sudah saatnya pendukung Anies dan yang pro perubahan untuk Indonesia yang lebih baik mengikatkan diri dalam barisan perubahan, taat komando dan berjalan diatas aturan pimpinan barisan. (*)