Operasi “Langit” Anies – Imin yang Kecoh Istana
Masih ada surat itu Gus? “Ada masih ada dan itu jimat yang tidak boleh di… ada saksi-saksinya juga, jangan dibalik-balik saya mengudeta Gus Dur, saya yang dikudeta tetapi saya terima saya enggak (kudeta), itulah yang terjadi,” lanjut Cak Imin.
Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News
PRESIDEN Joko Widodo yang selama ini cawe-cawe dalam Pilpres 2024, kali ini benar-benar telah dibuat “mati kutu” dan kecolongan. Meski Jokowi sesumbar bahwa semua lembaga intelijen sudah melaporkan kepadanya, sehingga ke mana arah partai diketahuinya, toh faktanya bergabungnya PKB ke Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) lolos dari pantauan Istana.
Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa dirinya mengetahui semua hal berkaitan partai politik. Tak hanya itu, ia juga mengaku telah memegang data parpol hingga arah haluan parpol yang bersumber dari informasi intelijen. “Saya tahu dalamnya partai seperti apa. Partai-partai seperti apa, saya tahu, ingin mereka menuju ke mana, saya juga ngerti,” ujar Jokowi.
Hal itu diungkapkan Jokowi saat membuka acara Rakernas Relawan Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Kota Bogor, Sabtu (16/9/2023).
Jokowi menambahkan, dirinya mendapatkan data yang berkaitan partai politik sangat lengkap. Ia menyebut informasi partai-partai itu didapat dari laporan intelijen dan lembaga intelijen kepadanya. “Informasi yang saya terima komplet dari intelijen saya di BIN, dari intelijen di Polri ada, dari intelijen TNI saya punya BAIS, dan informasi-informasi di luar itu, angka data, survei semuanya ada,” lanjut Jokowi.
“Saya pegang semua dan itu hanya miliknya presiden karena langsung, langsung ke saya,” ungkap Presiden Jokowi. Namun, ternyata intelijen yang dimiliki Presiden Jokowi itu tak berhasil memantau pertemuan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang berlangsung sampai 4 kali di rumahnya.
Padahal, pertemuan itu berlangsung jauh sebelum Deklarasi Capres – Cawapres, Anies – Cak Imin, Sabtu (2/9/2023) di Hotel Majapahit, Surabaya.
Penjajakan itu dilakukan setelah terjadi tanda-tanda Partai Demokrat akan mundur dari KPP karena wakilnya di Tim 8 selalu melontarkan ancaman, jika Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tidak dipilih Anies sebagai Cawapresnya, Demokrat akan keluar. Dan benar. Ancaman itu menjadi kenyataan.
"Kenekatan" Cak Imin gabung Anies adalah fakta yang sangat mengejutkan dan tidak terbayangkan sebelumnya oleh Jokowi. Langkah Cak Imin ini makin membuyarkan semua skenario Jokowi untuk menjegal Anies setelah sebelumnya Ketum Partai NasDem Surya Paloh juga hengkang dari koalisi Istana.
Mengutip tulisan Sholihin MS, Pemerhati Sosial dan Politik, hengkangnya Cak Imin dari kendali Jokowi membawa pengaruh sangat signifikan pada kekuatan Jokowi:
Pertama, Cak Imin sangat tahu betul segala kebusukan Jokowi dan rezimnya, terutama permainan kecurangan di Pilpres 2019.
Jokowi tentunta sangat khawatir kalau-kalau Cak Imin dan Surya Paloh buka-bukaan rahasia dapur Jokowi di Pengadilan dan membeberkan semua rahasia itu. Jika itu dilakukan Cak Imin, mampuslah sudah perjalanam politik Jokowi.
Gertakan Jokowi melalui Ketua KPK Firly Bahuri untuk menersangkakan Cak Imin bakal mental (gagal). Surya Paloh dan Cak Imin siap untuk "menghancurkan" Jokowi jika sampai rezim Jokowi bikin ulah kepada Anies dan Cak Imin.
Kedua, Cak Imin sebagai representasi NU kultural memiliki massa yang sangat besar di kalangan nahdhiyyin.
Berbeda dengan PBNU Yahya Cholil Staquf yang didukung NU struktural yang tidak signifikan, kekuatan NU kultural jauh lebih besar daripada NU struktural yang saat ini arahnya sudah makin melenceng.
Jadi secara peta politik, bersatunya Anies – Cak Imin telah menghimpun hampir seluruh kekuatan elemen bangsa: NU – Muhammadiyah, Cebong – Kampret, Nasionalis – Religius, dan berakhirnya pembelahan bangsa.
Ketiga, Bergabungnya Cak Imin dengan Anies menyempurnakan sisi kelemahan dan kekurangan Anies.
Jika DKI, Banten, dan Jabar adalah basisnya Anies, maka Jateng dan Jatim, dua propinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia adalah basisnya Cak Imin (Nahdhiyyin). Jadi duet Anies –Cak Imin hampir dipastikan akan memenangkan kontestasi Pilpres 2024, bahkan bisa satu putaran.
Keempat, Duet Anies – Cak Imin telah mematikan langkah Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Prabowo yang telah "menelantarkan" Cak Imin sangat kecolongan dengan keputusan Cak Imin yang gabung KPP.
Kini mereka kelabakan dan sangat sulit untuk bisa menemukan cawapres yang bisa mengimbangi popularitas Cak Imin. Tidak Yeni Wahid, tidak pula Mahfud MD, apalagi Erick Thohir. Siapa pun cawapres mereka dipastikan gagal.
Kelima, Anies – Cak Imin adalah takdir Allah untuk mengakhiri kekuatan rezim Jokowi yang penuh kepalsuan.
Pertemuan Anies – Cak Imin adalah keputusan takdir Allah Yang Maha Kuasa, sehingga dalam perjalanannya penuh keajaiban dan hal-hal yang tidak terduga. Oleh karena itu, duet Anies – Cak Imin adalah skenario Allah yang bakal menghancurkan skenario Jokowi dan oligarki taipan.
Tahun 2024 adalah tahun perubahan. Skenario apa pun yang akan dilakukan Jokowi dan rezimnya dipastikan akan digagalkan Allah.
Dalam keadaan panik itulah, Jokowi buru-buru memanggil Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf yang masih setia kepada Jokowi (malam-malam) datang menemui. Isi pembicaraan bisa ditebak tentang strategi "menjatuhkan” Anies – Cak Imin dan menjauhkan Kaum Nahdliyyin dari Cak Imin (PKB).
Rancang bangun duet Anies – Cak Imin sebenarnya sudah dilakukan, sejak Jokowi ingin “kawinkan” Prabowo dengan Ganjar ketika kunjungan bersama di Jawa Tengah, yang fotonya jalan bertiga di tengah sawah itu.
Pertemuan Anies dan Imin sudah berlangsung empat kali secara langsung. Keduanya juga bertemu di rumah Anies. Itupun tanpa setahu Surya Paloh. Pertemuan Imin dan Jazuli Fawaid dengan Anies tak terbaca media dan Istana.
Pertemuan terakhir pada Rabu malam lalu (30/8/2023) di Resto Kayangan, Jakarta. Surya Paloh bertemu Imin untuk kesepakatan Imin sebagai Bacawapres. Rapat itu dihadiri Imin dengan tiga pengurus, Paloh dengan 4 pengurus.
Setelah rapat, Surya Paloh memanggil Anies di kantor DPP Nasdem. Untuk dipaksa gandeng Imin. Anies mikir beberapa menit. Selanjutnya setuju. Dan rencana deklarasi langsung dikebut. Sabtu, 2 September 2023, digelar.
Dalam Podcast Tempo “Bocor Alus Politik”, narasi pertemuan Anies – Cak Imin ini sempat beredar. Bahwa skenario tersebut telah melibatkan sebuah lembaga negara, sehingga peta pilpres menjadi kacau-balau.
Meski tak disebut nama lembaganya, Kepala BIN Budi Gunawan sempat panik karena ditanya oleh Ketum PDIP Megawati dan Presiden Jokowi. Karena, nama yang disebut Stevanus Pramono dalam podcast itu adalah lembaga punya Bambang Gunadi, plesetan dari Budi Gunawan (BG).
Konon, BG sekarang ini kalang kabut, karena harus klarifikasi soal operasi “langit” yang lolos dan tidak terpantau Istana. Tidak hanya BG saja. Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dibuat penasaran, siapa “bermain” di belakang Anies – Cak Imin ini. Jawaban Anies dalam program “Mata Najwa”, mastermind itu adalah Tuhan.
Jegal Imim
Tampaknya, upaya untuk menjegal Anies – Cak Imin masih terus berjalan. Selain melalui KPK, juga upaya konflik PKB masa lalu diungkit kembali. Muhaimin dituding telah mengkudeta kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pamannya sendiri. Benarkah?
Narasi ini dilontarkan kembali oleh Yeni Wahid, putri sulung Gus Dur. Dulu Muhaimin mengkudeta dan berkhianat juga pada Gus Dur. Itulah narasi yang kemudian disambung-sambungkan. Narasi itu setiap 5 tahun selalu muncul, setiap Pemilu maupun Pilpres dimunculkan, disiarkan tentu musiman saja, sebulan.
Dalam wawancara program “Mata Najwa” pula, Cak Imin membantahnya. “Tujuan saya berkhianat itu sama sekali tidak beralasan, bahkan ada yang bilang saya kudeta. Padahal yang benar adalah bahwa justru saya dikudeta, dikudeta oleh orang-orang yang kemudian justru memberhentikan saya bahkan saya dengan ikhlas berhenti dari ketua umum,” katanya.
Cak Imin mengaku, nonaktif hampir 1 tahun dan ia menyatakan terima atas pemberhentian Gus Dur, bahkan ia termasuk yang paling langka. Semua orang yang dipecat Gus Dur melawan, satu-satunya ketua umum yang dipecat Gus Dur tidak melawan hanya Cak Imin.
Cak Imin bahkan setelah menyerahkan, kemudian kepemimpinan diambil-alih oleh Ali Maskur dan Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid alias Yeni Wahid. “Ali Maskur sebagai Wakil Ketua Umum, Yeni sebagai Sekjen terjadi kepemimpinan lebih kurang setahun dan saya tidak ikut-ikut, tapi saya kembali menjadi salah satu ketua,” ujar Cak Imin.
Menurut Imin, dalam proses kepemimpinan Ali Maskur dan Yeni inilah hasil kudeta terhadap dirinya dan ia terima, nggak ada masalah. Tetapi di situ karena nggak legitimate bukan Ketua Umum maka harus mengganti Ketua Umum supaya bisa daftar ke KPU, karena harus daftar ke KPU maka yang sah di KPU adalah tanda tangan Imin sebagai Ketua Umum dan Yeni sebagai Sekjen, maka di titik temukan supaya bisa mendaftar.
Itu tidak mau, tidak bisa terjadi, karena tidak bisa terjadi maka kita cari jalan supaya PKB bisa ikut daftar. Jalan yang paling singkat itu ada legalitas atas kepemimpinan.
Nah, Imin Ketua Umum tanda tangan sendiri dengan Wakil Sekjen gak mungkin, Ali Maskur Wakil Ketua Umum tanda tangan dengan Sekjen nggak bisa diterima ini harus dicoba gak mungkin gagal begitu gagal ya sudah kita cari jalan salah satu-satunya adalah pengangkatan Yeni sebagai Sekjen, itu nggak sah karena Yeni diangkat bukan Muktamar, Yeni diangkat sebagai Sekjen di tengah jalan.
Nah penggantian itulah berkonsekuensi agak ribet segala macam ini jadi cerita keluarga itu. Karena itu tudingan yang kemudian diarahkan selalu ke Cak Imin. Ia enggan bicara soal ini karena urusan keluarga dan partai juga.
Bila itu terjadi nyaris PKB ditutup-tutupi, bahkan pengambilan nomor gak sah, karena Imin merasa Sekjen yang punya hak sama Ali Maskur, Imin Ketua Umum gak punya Sekjen. Akhirnya dicari jalan pengangkatan Yeni sebagai Sekjen, itu memang gak sah. Nah, dari situlah penggantian Sekjen Yeni kembali ke Sekjen Lukman Edy diakhiri KPU menerima, akhirnya sah bisa ikut pemilu.
Tapi, PKB sudah remuk. Nah, saat sudah macam-macam itu justru yang kemudian sampai hampir kacau ini nyaris gagal pendaftaran itu, Gus Dur memanggil Cak Imin.
“Nggak nyangka kamu mau saya berhentikan, mau Mas, buat apa saya berantem capek, sudah berkali-kali kita ini berantem. Ya sudah kamu bikin surat pengunduran diri sekarang, ini sudah ada drafnya siap saya tanda tangan surat pengunduran diri agar semua semut tahu apa yang terjadi?”
Semua orang belum tahu, surat pengunduran diri sudah disiapkan Gus Dur, Cak Imin tanda tangani agar bisa jalan di KPU. Ia serahkan kepada Gus Dur. “Apa yang terjadi, luar biasa surat saya terima kembali, Min tapi ini tolong kamu sendiri yang simpan, nanti kamu keluarkan kalau benar-benar saya membutuhkan, sampai hari ini tidak pernah diminta Gus Dur surat itu,” ungkap Cak Imin.
“Ini behind the scene yang sesungguhnya itu, ini sehingga Alhamdulillah bisa lolos ikut pemilu,” ungkap Cak Imin.
Masih ada surat itu Gus? “Ada, masih ada dan itu jimat yang tidak boleh di… ada saksi-saksinya juga, jangan dibalik-balik saya mengudeta Gus Dur, saya yang dikudeta tetapi saya terima saya enggak (kudeta), itulah yang terjadi,” lanjut Cak Imin.
Siapa saksi-saksi yang dimaksud Cak Imin itu? Konon, salah satunya adalah Alissa Qotrunnada, putri sulung Gus Dur. Jika ini dibuka Cak Imin, maka upaya jegal lewat putri kedua Gus Dur, Yeni Wahid, bakal gagal. (*)