Pertarungan Politik: PDIP Kena Karma Perjanjian Batu Tulis

Selama ini PDIP melecehkan Jokowi dengan sebutan petugas partai, maksudnya meniru Partai Komunis China (PKC). Sebutan Presiden sebagai petugas partai jelas bertentangan dengan sistem negara berdasarkan Pancasila dan itu harus diakhiri, sebab Indonesia bukan negara komunis.

prihandono

Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila

GEGAP-gempitanya perpolitikan pilpres kali ini semakin seru. Dengan adanya Putusan MK yang membuat seluruh lapisan masyarakat marah, mulai dari para pakar politik, pakar hukum menuduh perbuatan itu merusak hukum di negeri ini.

Ya memang agak aneh di negeri ini putusan MK dianggap luar biasa merusak demokrasi sehingga 16 profesor ahli hukum ikut mengecam, tapi tidak bersuara ketika UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 yang jauh lebih dahsyat daya rusaknya.

PDIP-lah yang harus bertanggungjawab terhadap rusaknya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini termasuk yang terjadi dengan putusan MK. Mengapa?

Karena, motor dari penggantian UUD 1945 dan Pancasila dengan UUD 2002 dengan dasar Liberalisme, Kapitalisme adalah Ketua Fraksi PDIP Yakob Tobing sehingga tatanan kenegaraan berubah menjadi seperti sekarang ini.

Kemudian dilahirkan banyak lembaga seperti KPK, MK, tetapi nyatanya lembaga-lembaga tersebut justru tidak bisa diharapkan justru menjadi alat perusak kehidupan hukum di negeri ini.

Pertarungan politik semakin seru, ketika Joko Widodo sudah menjadi kekuatan besar dan melebihi kekuatan PDIP di DPR, PDIP pun berteriak menuduh Jokowi berkhianat tetapi bukannya kalau soal berkhianat PDIP itu jagonya?

Jangankan soal Perjanjian Batu Tulis, terhadap Soekarno saja berani berkhianat dengan Mengganti UUD 1945, yang berakibat pada hilangnya negara yang di Proklamasikan Soekarno Hatta Jum’at, 17 Agustus 1945. Itu sama artinya mencabut gelar Proklamator pada Soekarno Hatta. Apa sadar yang telah dilakukan PDIP itu?

Begitu juga dengan perjanjian “Batu Tulis” begitu mudahnya berkhianat, jadi jangan mengeluh kalau sekarang dikhianati oleh Jokowi. Dan harus melakukan instropeksi terhadap kelakuan politik selama ini.

Harusnya PDIP dan Megawati sadar apa yang terjadi selama ini segera membangun kesadaran untuk kembali pada UUD 1945 dan Pancasila, karena cara itulah untuk meminta maaf pada pendiri negeri ini, meminta maaf pada Soekarno Hatta itu tidak cukup membangun patung di semua kota sementara negara yang diperjuangkan puluhan tahun dengan harta, darah, nyawa, kamu hancurkan dengan mengganti UUD 1945 dengan Dasar negara Pancasila menjadi UUD 2002 dengan dasar Liberalisme Kapitalisme.

Perjanjian Batu Tulis merupakan ikrar Ketua Umum atau Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto yang diteken keduanya pada 16 Mei 2009. Prabowo awalnya ingin peran wakil presiden dikuatkan laiknya perdana menteri. Tapi, Mega menolak usul itu karena dianggap menentang konstitusi. Prabowo menerima kesepakatan karena diberi janji bakal disokong menjadi presiden pada Pemilu 2014.

Berikut ini isi perjanjian Batu Tulis satu dekade lebih silam:

Kesepakatan Bersama PDI Perjuangan atau PDIP dan Partai Gerindra dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia 2009-2014. Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden. Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden.

1.Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra) sepakat mencalonkan Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden dan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2009.

2.Prabowo Subianto sebagai wakil presiden, jika terpilih, mendapat penugasan untuk mengendalikan program dan kebijakan kebangkitan ekonomi Indonesia yang berdasarkan asas berdiri di kaki sendiri, berdaulat di bidang politik, dan kepribadian nasional di bidang kebudayaan dalam kerangka sistem presidensial. Esensi kesepakatan ini akan disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri pada saat pengumuman pencalonan calon presiden dan calon wakil presiden serta akan dituangkan lebih lanjut dalam produk hukum yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

3.Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto bersama-sama membentuk kabinet. Berkaitan dengan penugasan pada butir dua di atas, Prabowo Subianto menentukan nama-nama menteri yang terkait. Menteri-menteri tersebut adalah Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pertahanan.

4.Pemerintah yang terbentuk akan mendukung program kerakyatan PDI Perjuangan dan delapan program aksi Partai Gerindra untuk kemakmuran rakyat.

5.Pendanaan pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 ditanggung secara bersama-sama dengan persentase 50 persen dari pihak Megawati Soekarnoputri dan 50 persen dari pihak Prabowo Subianto.

6.Tim sukses pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dibentuk bersama-sama melibatkan kader-kader PDI Perjuangan dan Partai Gerindra serta unsur-unsur masyarakat.

7.Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.

Hari-hari ini PDIP merasa dikhianati oleh Joko Widodo sebagai petugas partai, Megawati tak berani tegas seperti saat memecat Budiman Sujatmiko. Ketika berhubungan dengan Prabowo, lain dengan masalah Gibram Rakabuming Raka, seakan Megawati mati kutu membisu .

Mungkin juga apa yang terjadi dengan PDIP kini kena karma Perjanjian Batu Tulis, berkoalisinya Prabowo dan Jokowi menjadi kekuatan besar melebihi PDIP.

Boleh saja Masiton Pasaribu dan Panda Nababan berteriak mau memasgulkan Jokowi, apa ya bisa dengan kekuatan Koalisi Indonesia Maju (KIM). Sebut saja ada Partai Golkar, Demokrat, PAN, PBB, Gelora, Garuda, hingga PSI. Tentu saja pertarungan politik kali ini memang seakan-akan berhadap- hadapan, seakan perang bubat tetapi kita tidak tahu apa yang ada di balik layar.

Selama ini PDIP melecehkan Jokowi dengan sebutan petugas partai, maksudnya meniru Partai Komunis China (PKC). Sebutan Presiden sebagai petugas partai jelas bertentangan dengan sistem negara berdasarkan Pancasila dan itu harus diakhiri, sebab Indonesia bukan negara komunis.

Sekarang Megawati dan PDIP menjadi besar karena Jokowi yang selama ini elitnya ikut berpesta- pora dalam kekuasaan Jokowi dan ingin cuci tangan merasa tak berdosa terhadap rakyat Indonesia, menjadi Partai Terkorup dan tidak berani membuat UU pembuktian terbalik seperti yang diucapkan Bambang Pacul dalam rapat di DPR.

Sadarlah jika esok anak cucu kita sengsara dan dijajah lagi oleh China ya akibat ulah Megawati dan PDIP. (*)