Puan Merasa PDIP Dikhianati Partai Pendukung Pemerintah

Dewan Kolonel menolak Ganjar, karena dianggap tidak layak naik kelas dari Gubernur Jawa Tengah menjadi Presiden RI. Belakangan Dewan Kopral yang dipimpin Immanuel Ebenezer justru membelot tidak lagi mendukung Ganjar, mereka malah mendukung Prabowo.

Oleh: Selamat Ginting, Analis Komunikasi Politik Universitas Nasional (UNAS)

PUAN Maharani merasa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dikhianati partai-partai politik pendukung pemerintahan Joko Widodo jelang pemilihan umum (pemilu) 2024.

Frasa pengkhianatan itu bisa dibaca secara politik dalam pidato Puan saat apel siaga pemenangan PDIP dalam Pemilu 2024 di Semarang. Puan mengatakan, ada perlawanan besar, kawan jadi lawan (politik).

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Puan Maharani menyebutkan, adanya tantangan besar menuju Pilpres 2024 yang dihadapi partainya. “Ada tantangan besar, ada perlawanan besar. Kawan jadi lawan (politik), banyak pihak yang ingin melihat kita pecah, ingin melihat kita lemah," jelas Puan ketika menghadiri acara Apel Siaga Pemenangan Pemilu 2024 di Stadion Jatidiri Semarang, Jawa Tengah, Jumat (25/8/2023).

PDIP kini merasa ditinggalkan sendirian oleh partai-partai politik pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Terutama setelah Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Amanat Nasional (PAN) batal bergabung dalam koalisi bersama PDIP.

Kedua partai tersebut bergabung dengan koalisi bersama Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mengusung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden (capres). Poros Prabowo ini menjadi lebih dominan daripada koalisi PDIP yang mengusung Ganjar Pranowo yang juga mendukung pemerintahan Jokowi.

Saya menduga pidato Puan menyindir koalisi partai yang bergabung mendukung Prabowo dari Partai Gerindra. Batalnya Golkar dan PAN bergabung dalam koalisi bersama PDIP, serta ancaman PPP untuk tinggalkan koalisi bersama PDIP. Itulah yang dimaksud kawan jadi lawan politik. Sama saja PDIP merasa dikhianati.

Ambivalensi Jokowi

Dengan komposisi berdasarkan jumlah suara hasil pemilu 2019, maka poros pendukung Prabowo yang terdiri dari Gerindra, PKB, PAN, dan Golkar mencapai sekitar 41,50 persen (265 kursi). Sementara poros pendukung Ganjar yang terdiri dari PDIP dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hanya sebesar 23,85 persen (147 kursi).

Dengan komposisi itu, maka jangan salahkan jika publik menerjemahkan poros Prabowo sebagai representasi politik pro-status quo pendukung pemerintahan Jokowi. Sementara poros pendukung Ganjar justru tidak diasosiasikan seperti itu.

Hal ini antara lain akibat ambivalensi perilaku politik Jokowi terhadap Prabowo maupun Ganjar. Ibaratnya Jokowi menaruh telur di dua keranjang dengan komposisi dua pertiga untuk Prabowo dan sepertiga untuk Ganjar. Politik dua muka ini dibaca secara politik untuk mengamankan diri dan keluarganya kelak setelah Jokowi lengser dari kursi kepresidenan.

Instrumen politiknya bisa dilihat bukan hanya karena empat partai koalisi pemerintah yang mendukung Prabowo. Di sisi lain, relawan garis keras pendukung Jokowi juga berbalik arah dari semula mendukung Ganjar, kini mendukung Prabowo. Bahkan, ketua umum relawan Projo Budi Arie Setiadi diberikan tempat istimewa sebagai Menkominfo.

Lemahnya Soliditas

Lemahnya soliditas di dalam tubuh PDIP tersebut menjadi salah satu faktor konflik politik di kandang banteng. Pada 2022 muncul istilah Dewan Kolonel yang mendukung Puan Maharani untuk melawan Dewan Kopral yang mendukung Ganjar Pranowo. Dewan Kolonel yang dicetuskan oleh Johan Budi, dipimpin oleh Trimedya Panjaitan. Diisi oleh para anggota DPR dari PDIP yang mewakili 11 komisi dan disetujui Puan Maharani.

Dewan Kolonel menolak Ganjar, karena dianggap tidak layak naik kelas dari Gubernur Jawa Tengah menjadi Presiden RI. Belakangan Dewan Kopral yang dipimpin Immanuel Ebenezer justru membelot tidak lagi mendukung Ganjar, mereka malah mendukung Prabowo.

Selain itu, penetrasi politik penolakan terhadap Ganjar juga semakin dalam terjadi di dalam kandang banteng. Antara lain dari kader senior Effendi Simbolon yang menyatakan dukungan secara implisit terhadap Prabowo.

Begitu juga dengan Budiman Sujatmiko, secara eksplisit mendukung Prabowo. Efeknya, Budiman dipecat PDIP. Terakhir Rifqinizamy Karsayuda mengundurkan diri dari statusnya sebagai kader dan anggota DPR RI dari PDIP pada Kamis (24/8/2023).

Faktor Jokowi effect membuat PDIP didera gempa politik dengan skala richter yang mengguncang kandang banteng. Apel di Semarang yang dipimpin Puan bagaikan orang nervous (grogi) politik dan mengharapkan Jokowi lebih berpihak kepada Ganjar daripada kepada Prabowo. (*)