Skenario Ganjar – Anies Terjadi Saat Ganjar Dikubur Jokowi

Kalau kita menyimak video yang viral “Ganjar – Anies” dengan mengutip pernyataan Surya Paloh itu adalah skenario saat Ganjar masih “dikubur” oleh Jokowi. Tapi saat ini Ganjar sudah petugas partai. Bukan “Boneka Jokowi”. Artinya, skenario itu sulit terjadi.

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News

WALIKOTA Solo yang juga putera pertama Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabung Raka, sudah menjadi magnet nomor wahid yang digadang-gadang dan diperebutkan oleh Bakal Capres Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Keduanya masih menunggu putusan gugatan ambang batas minimal usia 35 tahun yang diajukan sejumlah pihak di Mahkamah Konstitusi (MK). Selama ini, menurut perundangan, batas minimal untuk pasangan Capres – Cawapres adalah 40 tahun.

Jika akhirnya MK mengabulkan gugatan tersebut, dapat dipastikan, Gibran maju Pilpres 2024. Ketua DPP PDIP Puan Maharani sendiri sudah memberi sinyal positif pada Gibran yang bakal dijodohkan sebagai Bacapres Ganjar Pranowo.

Tak mau kalah dengan PDIP, sejumlah Relawan Prabowo juga mendesak agar Prabowo menarik Gibran sebagai bacapresnya. Dus, Gibran pun sekarang sedang jadi rebutan Ganjar dan Prabowo. Siapa “pemenang” Gibran? Bukan Prabowo, bukan Ganjar. Namun ya tetap Jokowi!

Di luar itu, berkembang pula wacana menggandengkan Ganjar dan Anies. Adalah Ketua DPP Said Abdullah yang mengusulkannya. Setelah melihat hasil survei Litbang Kompas, kepada wartawan, Senin (21/8/2023), Said menilai Anies bukan kompetitor yang patut diremehkan elektabilitasnya.

Said kemudian bicara kalau keduanya dapat bergabung menjadi satu kekuatan pada 2024 nanti. Artinya, kalau Anies bergabung dengan Ganjar, mantan Gubernur DKI Jakarta ini akan dijadikan bacawapresnya, bukan bacapres. Itulah yang dimaksud Said Abdullah.

“Apalagi jika keduanya bisa bergabung menjadi satu kekuatan, tentu akan makin bagus buat masa depan kepemimpinan nasional kita ke depan, sama-sama masih muda, cerdas, dan enerjik," kata Said Abdullah.

Mimpi Ketua Banggar DPR RI itu tentu saja tidak mudah diterima Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) yang mengusung Anies Baswedan. KPP ini terdiri dari tiga partai: NasDem, Demokrat, dan PKS. Mereka sepakat mengusung Anies sebagai Capres KPP, bukan Cawapres.

Tampaknya, wacana yang disampaikan oleh Said Abdullah setelah politisi PDIP asal Sumenep itu menyimak berita lama di CNN Indonesia (31 Mei 2022) yang pada Selasa sore (22/8/2023) viral kembali di grup-grup WhatsUps.

Dalam tayangan yang sudah lebih dari 122.437 x ditonton itu, Ketum Partai NasDem Surya Paloh melontarkan usulan duet Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan pada Pilpres 2024. Duet Ganjar – Anies diharapkan mampu mengakhiri polarisasi di masyarakat agar tidak terulang seperti pemilu 2014 dan 2019.

Apakah menjodohkan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan adalah langkah strategis NasDem? atau sekedar testing the water? Untuk membahasnya lebih dalam CNN Indonesia News Room Mengadakan Dialog dengan Ketua DPP Nasdem Sugeng Suparwoto dan Direktur Eksekutif lSI Djayadi Hanan.

Begitulah narasi yang tertulis di kanal CNN Indonesia pada 31 Mei 2022 tersebut. Tampaknya ada yang sengaja menyebar kembali berita dan tayangan lawas dari CNN Indonesia itu hanya untuk “memetakan” dan memecah konsentrasi KPP pengusung Anies Baswedan.

Gayung bersambut. Juru Bicara Tim 8 KPP Sudirman Said mengatakan, wacana memasangkan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan (duet Ganjar – Anies) yang direspons positif oleh kedua kubu menunjukkan politik Indonesia yang semakin sehat dan dewasa.

“Semua pihak membuka kemungkinan bekerja sama dengan pihak lainnya. Tidak ada yang secara apriori menolak atau mengharuskan bermitra dengan siapapun. Yang menyatukan perjuangan politik kita haruslah cita-cita memajukan bangsa,” kata Sudirman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/8/2023).

Meski begitu ia merasa wacana tersebut sulit – meski tak mustahil – untuk bisa terwujud. Sebab, katanya, di kalangan internal poros koalisi sudah sama-sama tahu bahwa Anies telah mengantongi satu nama cawapres saat ini.

“Spesifik soal memasangkan Anies dan Ganjar kan baru muncul belakangan. Di samping itu, di koalisi soal nama cawapres sudah mengerucut ke satu nama. Semua pemimpin partai politik anggota KPP sudah mengetahui arah keputusan soal pasangan. Bila ada perubahan tentu akan melalui pembahasan dan persetujuan kolektif,” ucap Sudirman.

Lebih lanjut dia menjelaskan, seiring munculnya duet dengan Ganjar, malah semakin menegaskan Anies diusung untuk maju sebagai bacapres pada Pilpres 2024.

“Capres KPP Anies Baswedan. Sejauh ini semua partai pengusung (KPP) memiliki komitmen dan confident yang tinggi bahwa Anies Baswedan adalah jawaban dari situasi dan kondisi bangsa ini. Karena itu tidak ada perubahan dalam soal pencalonan Anies sebagai bacapres,” tuturnya.

Jika skenario memasangkan Anies dengan “orang Istana”, seperti Ganjar atau Gibran Rakabuming Raka, berhasil maka dapat dipastikan Demokrat dan PKS akan mundur pada saat pendaftaran di KPU nanti. Anies pun bakal gagal ikut kontestasi Pilpres 2024.

Tampaknya, inilah skenario pamungkas supaya Anies tidak bisa maju Pilpres 2024 karena ditinggal Demokrat dan PKS. Skenario pamungkas ini terjadi setelah berbagai upaya untuk menjegal Anies secara politis maupun yuridis yang diduga dilakukan Istana selalu tak berhasil.

Dengan kegagalan Anies ikut kontestasi Pilpres 2024, maka skenario dua paslon capres – cawapres seperti yang diinginkan Presiden Jokowi dan pentolan CSIS Jusuf Wanandi, maka Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo bisa melaju dengan pasangannya untuk memenangkan Pilpres 2024.

Siapapun pemenangnya, tidak masalah. Toh, keduanya masih “orang Istana” juga. Tinggal itung-itungan saja nantinya, siapa yang harus dimenangkan oleh KPU. Apakah Ganjar dan Erick Thohir seperti yang pernah dibocorkan “Wanita Emas” Hasnaeni Moein dari Ketua KPU Hasyim Asy’ari? Ataukah harus diubah menjadi, misalnya, Prabowo – Gibran?

Hanya waktu yang akan menjawab itu semua. Karena, hingga tulisan ini dibuat, baik Prabowo Subianto maupun Ganjar Pranowo belum juga menentukan siapa yang bakal digandeng sebagai cawapresnya berdasarkan keputusan partai pengusungnya.

Demikian pula halnya dengan Anies Baswedan. Meski Anies mengaku sudah mengantongi nama cawapresnya, namun hingga kini belum juga mau menyebutkannya. Yang jelas, sebelumnya ada nama Erick Thohir dan Airlangga Hartarto yang tertarik untuk dipasangkan dengan Anies.

Namun, karena ada syarat tambahan harus bersih dari potensi kasus hukum, keduanya pun mundur teratur. Mungkin keduanya merasa menjadi “sandera” Gedung Merah Putih, sehingga tidak berani untuk maju dan terus terang ingin menjadi cawapres Anies Baswedan.

Erick Thohir ingin digandeng Prabowo pun juga ada syaratnya. Menteri BUMN yang juga Ketua Umum PSSI ini harus “menyelesaikan” dulu dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar yang juga digadang-gadang menjadi cawapresnya Prabowo. Konon, Cak Imin memasang “harga” tiketnya super mahal yang tidak mungkin bisa dipenuhi Erick Thohir.

Satu-satunya peluang yang masih terbuka bagi Erick Thohir adalah dengan usaha keras untuk bisa dijadikan sebagai cawapres Ganjar Pranowo. Lobi tingkat tinggi elit partai pengusung pun sekarang sedang dilakukan, termasuk dengan bohir Ganjar.

Bagaimana dengan Anies Baswedan? Masih teruskah ada upaya penjegalan dari pihak Istana? Siapakah nama cawapres yang sudah ada di sakunya? Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kah? Gatot Nurmantyo kah? Atau malah Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Perikanan dan Kelautan?

Jika melihat fakta di lapangan, maka antusiasme warga masyarakat yang didatangi Anies Baswedan selama ini menginginkan mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut terpilih menjadi Presiden RI. Tentunya, Anies harus segera menentukan dan mengumumkan siapa nama cawapresnya itu.

Kalau kita menyimak video yang viral “Ganjar – Anies” dengan mengutip pernyataan Surya Paloh, itu adalah skenario saat Ganjar masih “dikubur” oleh Jokowi. Tapi saat ini Ganjar sudah petugas partai. Bukan “Boneka Jokowi”. Artinya, skenario itu sulit terjadi.

Selain itu, Surya Paloh sendiri sudah antipati terhadap Megawati Soekarnoputri, Ketum PDIP, yang pernah dikritisinya secara tidak langsung dengan kalimat: “Jangan sombong jika berkuasa. Sebab, roda politik itu berputar”. Jadi, sangat tidak mungkin mimpi Said Abdullah itu bisa terwujud.

Untuk menghindari berbagai statement terutama dari internal KPP, Anies harus kendalikan partai-partai pendukungnya dulu. Sehingga tidak semua harus ber-statement. Jangan terjebak jebakan agitasi dan propaganda lawan politik.

Tunjuk saja perwakilan dari partai-partai pendukung yang berhak berstatement ke publik. Jangan ikut-ikuan bikin gaduh, agar pendukungnya tidak lari ke capres-capres lainnya karena sudah gak berempati/bersimpati lagi dengan Anies dan para pendukungnya. Itu yang harus segera dilakukan Anies.

Lihat saja berita “Ganjar – Anies”. Gara-gara tayangan lama ini, sekarang jagad media dan medsos jadi ramai. Bahkan, selevel Rocky Gerung pun terpancing. Dalam Kanal Rocky Gerung Official saat diwawancarai wartawan Hersubeno Arief juga mengomentari manuver Said Abdullah itu. (*)