Google Rilis Fitur Multipencarian Berbasis AI di AS, Cari Informasi Lewat Gambar
Jakarta, FreedomNews - Google meluncurkan fitur multipencarian baru berbasis kecerdasan buatan (AI). Fitur ini memungkinkan pengguna melakukan pencarian dengan gambar dan teks secara bersamaan menggunakan ponsel. Masih terbatas di Amerika Serikat (AS). Mengutip dari reuters, Kamis, 18 Januari 2024 perangkat smartphone seperti Pixel 8 dan Pixel 8 Pr dan seri baru Samsung Galaxy S24 akan dapat menggunakan multipencarian dengan gerakan tanpa berpindah aplikasi mulai 31 Januari. Google memperoleh sebagian besar pendapatannya dari pasar pencarian online. Mereka tengah bersaing dengan Microsoft, yang selama 1 tahun terakhir juga agresif dalam meningkatkan fitur pencarian dengan sentuhan kecerdasan buatan generatif (AI).
Bulan lalu, Google – yang pernah disebut-sebut sebagai pemimpin dalam memacu penelitian AI – meluncurkan model AI Gemini yang telah lama ditunggu-tunggu, seiring upaya perusahaan untuk mengejar Microsoft dalam perlombaan AI. Dalam perkembangan lain, kehadiran AI telah membuat Google menata ulang organisasi mereka dan melakukan PHK terhadap sejumlah divisi. Google memberhentikan ratusan karyawan di tim penjualan periklanannya, pada hari Selasa, 16 Januari 2024. Langkah ini menambah tanda-tanda bahwa PHK akan terus berlanjut tahun ini, karena perusahaan berupaya mengadopsi perangkat lunak dan otomatisasi kecerdasan buatan untuk meringankan beban kerja.
Pekan lalu, Google mengatakan akan memberhentikan beberapa karyawan di unit Voice Assistant, tim perangkat keras yang bertanggung jawab atas Pixel, Nest dan Fitbit, serta di tim augmented reality-nya. “Unit solusi pelanggan Google, yang melayani klien pengiklan tingkat menengah, akan menjadi tim inti untuk pertumbuhan di masa depan,” kata perwakilan Google. Kehadiran AI seperti pisau bermata dua. Memberi manfaat sekaligus ancaman menurut sejumlah CEO global. Dari survei terhadap lebih dari 4.700 CEO di seluruh dunia dirilis PwC, Senin, 15 Januari 2024, sebanyak 45% di antaranya khawatir bisnis mereka tidak akan dapat bertahan dalam satu dekade ke depan tanpa adanya terobosan baru.
Jumlah CEO yang merasakan kekhawatiran terhadap masa depan bisnis mereka karena kedua faktor tersebut di atas naik dari 39% pada tahun lalu. “Hal ini akan secara signifikan mengubah cara perusahaan dalam menciptakan, memberikan, dan memperoleh nilai tambah dalam 3 tahun ke depan,” kata Global Chairman of PwC Bob Moritz dilansir dari Associated Press (AP). Kendati lebih dari separuh CEO mengatakan AI akan membuat produk atau layanan mereka lebih baik, tetapi 69% menyatakan pekerja mereka masih memerlukan pelatihan agar mampu menggunakan teknologi itu.
Para petinggi perusahaan tersebut juga khawatir dengan dampak AI dalam meningkatkan risiko keamanan siber dan misinformasi. Seperti halnya AI, perubahan iklim juga dianggap sebagai peluang sekaligus risiko. (dtf/Tek)