Penerimaan Bea Cukai Anjlok 11,7%, Tersulut Hilirisasi Bauksit Cs Hingga Pengendalian Rokok

Jakarta, FreedomNews - Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan kepabeanan & cukai sebesar Rp256,5 triliun hingga 12 Desember 2023. Realisasi tersebut turun 11,7% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penruunan ini terutama dipicu oleh penerimaan bea keluar yang baru mencapai Rp12,3 triliun atau anjlok sebesar 68,5% secara tahunan (year-on-year/yoy). Bea keluar biasanya dikenakan untuk produk ekspor seperti batu bara, nikel, hingga CPO.

Sri Mulyani menjelaskan, terkontraksinya penerimaan bea keluar juga disebabkan oleh kebijakan pelarangan ekspor oleh pemerintah guna mendorong hilirisasi, sehingga tidak ada penerimaan bea keluar untuk beberapa komoditas. “Bea keluar mengalami pukulan yang paling dalam, berkali-kali begitu ada kebijakan pelarangan ekspor atau dilarang ekspor untuk hilirisasi memang konsekuensinya bea keluarnya langsung tidak ada, karena tadinya dia ekspor raw material, sekarang dia tidak lagi ekspor. Oleh karena itu, penerimaan bea keluarnya menjadi turun,” katanya, dikutip Senin (18/12/2023).

Sri Mulyani mencontohkan, bea keluar tembaga turun sebesar 0,3% yoy, yang dipengaruhi oleh penurunan volume ekspor tembaga sebesar 5,8% dan penurunan harga hingga 6,5%. Sementara itu, bea keluar bauksit turun hingga 89% yoy karena berhentinya ekspor sejak Maret 2023. Di sisi lain, penurunan bea keluar juga dipengaruhi oleh penurunan harga produk sawit sebesar 28,1%. Penerimaan bea keluar dari produk sawit ini pun mengalami penurunan sebesar 81,3%.

“Sawit sebagai kontributor juga di bea keluar, harganya mengalami penurunan yang sangat dalam 28,1%. Jadi, walaupun volumenya naik 6,2%, tapi harganya jatuh 28,1%, maka penerimaan bea keluar untuk sawit turun,” jelasnya. Selain bea keluar, penerimaan bea masuk hingga 12 Desember 2023 pun mengalami penurunan tipis sebesar 0,1% yoy dengan realisasi sebesar Rp47,6 triliun. Penurunan ini kata Sri Mulyani dikarenakan terjadi penurunan nilai impor sebesar 7,8% hingga Oktober 2023 dana danya peningkatan penggunaan free trade agreement (FTA) yang mencapai 34%, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang sebesar 33,6%. Sementara itu, penerimaan kepabeanan & cukai utamanya ditopang oleh penerimaan cukai yang mencapai Rp196,7 triliun hingga 12 Desember 2023.

Secara bersamaan, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mengalami penurunan 3,7% yoy, sebagai dampak dari kebijakan untuk menyeimbangkan pengendalian konsumsi, keberlangsungan tenaga kerja, dan pengawasan rokok ilegal. Kemenkeu mencatat, terjadi penurunan produksi hasil tembakau sebesar 1,8% hingga Oktober 2023 dan berdampak pada penurunan tarif efektif sebesar 1,3%. “Produksi rokok mengalami penurunan terutama pada golongan I dan II. Kenaikan cukai rokok yang rendah di golongan III terutama kretek dan linting menyebabkan produksi di golongan III naik, lebih tinggi dibandingkan golongan I dan II yang tarif cukainya jauh lebih tinggi. Ini yang harus terus kita awasi agar kebijakan CHT yang memang tujuan salah satunya menurunkan produksi, karena ini konsumsi yang dibatasi, bisa berjalan,” jelasnya.(dtf/keu/bns)