Demi Wujudkan Swasembada Beras, DPR Dorong Pergantian Kepala Bapanas
Jakarta, FreedomNews – Minimnya produksi pangan yang selalu dijawab dengan impor, menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Prabowo Subianto yang akan dilantik pada 20 Oktober 2024. Perombakan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang getol melakukan impor pangan, mendesak dilakukan. Kalau tidak, swasembada beras hanya tinggal impian.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto menyebut, tingginya angka ketimpangan lahan yang dimiliki petani di Indonesia. Di mana, jumlah petani gurem yang lahannya sekitar 1.800 m2, mendominasi.
“Studi saya menemukan ketimpangan aset tanah di Indonesia ini, cukup bikin miris. Sekitar 56% petani di Indonesia adalah petani gurem. Luas lahan mereka hanya 1.800 meter persegi. Itu jelas tidak cukup untuk menopang kebutuhan hidup,” papar Teguh, Jakarta, dikutip Kamis (12/9/2024)..
Sedangkan petani dengan luas lahan rata-rata 5,4 hektare yang disebutnya petani kaya, jumlahnya kecil sekali. Tak lebih dari 5,4 persen saja. “Artinya, ketimpangan kepemilikan aset tanah di kalangan petani di Indonesia, sudah sangat luar biasa. Dan, petani miskin akan sulit untuk bangkit dan tumbuh,” ungkapnya.
Dengan ketimpangan lahan yang cukup luar biasa ini, anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS Johan Rosihan justru khawatir impor beras menjadi semakin leluasa. Selama ini, Bapanas yang dipimpin Arief Prasetyo Adi selalu jor-joran dalam menentukan impor beras.
“Sejak dilantik menjadi Kepala Bapanas pada 21 Februari 2022, banyak sekali catatan evaluasi dari kinerja Arief Prasetyo Adi. saya kira perlu penyegaran di tubuh Bapanas,” kata Johan.
Pertama, menurut Johan, untuk menjaga Cadangan Pangan Pemerintah (CPP), Bapanas selalu mengandalkan impor pangan. Di sisi lain, Bapanas gagal menyerap hasil panen petani. “Catatan kedua, sepanjang 2022 hingga saat ini, selalu terjadi kenaikan harga pangan pokok, khususnya beras,” ungkapnya.
Yang paling bikin miris lagi, lanjut Johan, Bapanas gagal mendorong produksi pangan di dalam negeri khususnya beras dan jagung. Seolah sengaja agar ketergantungan impor semakin tinggi.
“Kemudian muncul demurrage beras impor akibat kebijakan Bapanas yang melakukan impor ugal-ugalan dan tata kelola logistik yang buruk,” ungkapnya.
Dengan catatan-catatan yang buruk itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi sudah selayaknya dicopot, menyusul pencopotan Dirut Perum Bulog Bayu Krishnamurti oleh Menteri BUMN Erick Thohir (Etho).
“Soal penggantian personal, kita serahkan kepada yang berwenang. Namun dari sisi kinerja dan kebijakan, memang harus dievaluasi total terkait urusan pangan dari hulu sampai hilir,” ujarnya, menekankan.
Pada Senin (9/9/2024), Kementerian BUMN melakukan pergantian di tubuh Perum Bulog. Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi digantikan Wahyu Suparyono.
Selain itu, pemerintah juga menunjuk Marga Taufik sebagai Wakil Direktur Utama (Wadirut), dan Sudarsono Hardjosoekarto sebagai Direktur Human Capital. “Betul sore (Senin) pukul 17.00 WIB,” kata Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Arwakhudin Widiarso.
Seperti diberitakan, Bayu menjabat Dirut Perum Bulog sejak Desember 2023. Dia menggantikan Budi Waseso melalui Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-341/MBU/12/2023 pada tanggal 1 Desember 2023 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-anggota Direksi Perum Bulog.
Dalang Skandal Impor Beras
Sebelumnya, seperti dilaporkan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, pihak yang paling bertanggung jawab dalam berbagai kekacauan akibat impor beras adalah Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Hal ini ia utarakan, guna menanggapi dicopotnya Bayu Krisnamurthi sebagai Dirut Perum Bulog, sementara Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi aman-aman saja.
“Bulog hanya berfungsi sebagai pelaksana impor beras, atas perintah Bapanas. Dengan kata lain, Bulog tidak bisa berinisiatif sendiri melakukan impor beras,” kata Anthony kepada pers di Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Semua rencana impor beras, lanjut dia, dikoordinasikan oleh Bapanas, termasuk cara penggunaan transportasi impor dengan menggunakan kontainer, yang menyebabkan demurrage.
“Oleh karena itu, pihak yang paling bertanggung jawab atas kekacauan impor beras selama ini adalah Bapanas, baik jumlah kuantitas impor beras yang mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, maupun tata cara yang diduga ada markup serta demurrage yang merugikan keuangan negara,” ungkap dia.
Anthony turut menyinggung soal Bapanas secara struktur berada langsung di bawah koordinasi dan kendali Presiden Joko Widodo.
“Artinya, patut diduga keras, impor beras yang akhirnya mengakibatkan kerugian keuangan negara ini juga atas sepengetahuan Presiden Jokowi,” ujar dia.
Karena itu, dirinya menilai pencopotan Dirut Bulog hanya sebagai ‘kambing hitam’ atas kekisruhan impor beras ini, yang sebenarnya bukan tanggung jawab Dirut Bulog secara langsung.
“Tetapi, Menteri BUMN tidak bisa mengganti Kepala Bapanas yang sebenarnya merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas kekisruhan impor beras, karena penggantian Kepala Bapanas merupakan wewenang Presiden. Dan dalam hal ini, Presiden nampaknya melindungi sepenuhnya Kepala Bapanas,” tegas Anthony Budiawan. (Mth/*)