Perjuangan Panjang Ozzy Sudiro Mendapatkan Hak Atas Tanahnya Daan Mogot Km 14 (1)

SECARA Yuridis berdasarkan fakta otentik, tanah di Jalan Daan Mogot Km 14 Jakarta Barat, sudah dibeli oleh keluarga Ozzy Sulaiman Sudiro. Jadi, hak pengolahan atas tanah seluas sekitar 6,2 Ha itu telah diover-alihkan atau dilepaskan kepada Muchtar A.W., keluarga Ozzy, pada 9 Agustus 1972, dengan bukti pembayaran Kwitansi di atas materai yang cukup.

“Muchtar AW adalah masih keluarga. Saya didaulat untuk ngurus surat 9 Girik itu terdiri dari 66.200 m2 Jl. Daan Mogot Km 14. Beliau ini eks pegawai Deppen, beli dari keluarga Dalih bin Kecil (Cs). Dibeli 1972,” ungkap Ozzy kepada Freedom News, Jum’at (28/6/2024).

Kabarnya kala itu, tanah tersebut mau dibeli oleh PN Pertamina. Tapi ternyata tidak dibeli, akhirnya tetap tanah tersebut kita jaga denga patok-patok, sampai lama sekali. Baru saya setelah 2014 saya beli saja supaya jelas kepemilikannya,” lanjutnya.

“Setelah ada pelepasan dari ayah, baru saya urus, tanah itu masih kosong. Selama ini digarap oleh Dalih Cs itu,” tegas Ozzy. Di sini sebenarnya Dalih Cs mendapatkan girik tersebut atas pemberian negara peralihan rehabilitasi melalui Girik PHB (pajak hasil bumi) tahun 1965 dan di peta Kopkamtib tahun 1973 untuk memperkuat statusnya.

Menurutnya, tanah itu selama ini aman-aman saja, karena secara fisik masih dikuasai oleh Dalih Cs. “Saya tingkatkan jadi Sertifikat. Girik ini tercatat (9 girik). Akhirnya lama-lama saya tahu di sini ada yang klaim, ternyata yang klaim itu dari Pertamina. Akhirnya saya cari tahu. Sehingga, saya stag lagi 2014, akhirnya saya tanya, ternyata Pertamina sedang dilaporin oleh Lie Lai Nio,” ujarnya.

Setelah dipelajari lebih jauh lagi melalui data dan berkas yang ada, Ozzy Sudiro baru tahui jika atas tanah Daan Mogot Km 14 itu telah diperjual-belikan oleh “mafia tanah”, meski yang menguasai Girik atau Letter C itu adalah Dalih Cs.

Berdasar data yang ada, Status Tanah ini awalnya yaitu Tanah Adat (Pertanian Ulayat terhadap hak perorangan/masyarakat). Jenis Alas Kepemilikan/Penguasaan Hak atas Tanah yaitu Girik /Letter C sebelum berlakunya PP 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

Kepemilikan Tanah Pemilik Awal atas tanah adalah Thie Tjoe Nio (WNA – Tionghoa) alas hak Girik/Letter C Nomor 148 seluas sekitar 6,2 Ha.

Pada 15 Agustus 1941 seluruh tanah tersebut di atas dijual kepada Lie Wie Sie (WNA – Tionghoa) Pemegang alas hak Girik/Letter C Nomor 859. Kemudian 24 September 1960, Terbit UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Pada 8 November 1960, Tanah oleh Lie Wie Sie diwariskan kepada dua orang anaknya: Lie Lai Nio (WNA – Tionghoa) dan Lie Sun Nio (WNA – Tionghoa). Lie Lai Nio mendapat warisan seluas 16.330 m2. Sedangkan Lie Sun Nio seluas 8.320 m2.

Bahwa berdasarkan UUPA Nomor 5 tahun 1960 yang disahkan dan diundangkan 24 September 1960 Pasal 9 ayat 1 bahwa “Hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa ..dst”.

Di ayat 2: “tiap-tiap Warga Negara Indonesia baik laki-laki maupun Wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah…dst”. Pasal 2 ayat 1 “hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik”.

Dengan demikian, lanjut Ozzy Sudiro, sesuai dengan Ayat 2, orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh Hak Milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan.

Demikian pula Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarganegaranya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraannya itu.

“Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung,” tutur Ozzy.

Karena hak milik tersebut tidak dilepaskan selama jangka waktu satu tahun oleh Lie Lai Nio dan Lie Sun Nio, maka terhitung sejak 10 November 1961 status tanah Jalan Daan Mogot Km 14 menjadi tanah negara, yang mana hal ini dapat dubuktikan dengan surat jawaban Kelurahan Cengkareng Barat Nomer: 252/1.711.1 tanggal 17 Mei 2021 yang ditandatangani oleh Raden Ilham Agustian Lesmana, S.IP, Lurah Cengkareng Barat.

Bahwa perihal: Jawaban Surat Permohonan Informasi Girik C Nomer 1198 atas nama Lie Thay Nio dan Girik C Nomer 1199 atas nama Lie Swan Nio yang ditujukan kepada Napal Januar Sembiring yang isinya sebagai berikut:

Menindaklanjuti surat Saudara Nomer 11/NJSP/V/2021, tanggal 10 Mei 2021 Perihal Permohonan Informasi Girik C Nomer 1198 atas nama Lie Thay Nio dan Girik C Nomer 1199 Atas nama Lie Swan Nio apakah benar terdaftar dan tercatat di buku Letter C Kelurahan Cengkareng Barat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

“Bahwa berdasarkan Surat Kelurahan Cengkareng Barat Nomer 131/1.711 tanggal 07 Mei 2014 yang ditandatangani dan stempel, dan setelah kami lakukan pengecekan terhadap buku Catatan Daftar C, Kelurahan Cengkareng Barat bahwa Girik C Nomer 1198 tercatat atas nama Lie Thay Nio, namun terdapat coretan yang kami tidak memahami dan mengetahui arti dan maksudnya,” tulisnya.

“Adapun mengenai data kepemilikan serta peralihan hak yang tidak tercatat di dalam buku Catatan Daftar C, maka itu di luar sepengetahuan kami, Dan kami tidak mengetahui tentang lokasi dan obyek tanah yang dimaksud,” jelas Raden Ilham Agustian Lesmana, kala itu.

“Catatan: Hal ini membuktikan bahwa benar atas Girik C Nomer 1198 dan Girik C Nomer 1199 sudah dihapus atau gugur karena Undang-Undang yang berlaku, maknanya dalam Girik tersebut sudah dicoret sesuai dengan data Kelurahan,” tegas Ozzy Sudiro.

Jadi, “Kepemilikan atas nama Lie Thay Nio dan Lie Swan Nio itu sudah dicoret, karena berdasar UU yang berlaku. Mereka tidak punya hak lagi,” lanjutnya. (*)

Mochamad Toha, Bunayya Saifudin