Biadab! Penanganan Terhadap Unjuk Rasa Warga Pulau Rempang

Jakarta, FreedomNews - Penanganan aksi unjuk rasa yang dilakukan aparat keamanan terhadap warga pemilik tanah adat di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, memprihatinkan, biadab dan tidak manusiawi. Penanggulangan masa yang dilakukan secara represif itu telah menimbulkan korban luka-luka, gangguan kesehatan dan trauma psikologis pada anak-anak.

"Perlakuan tim gabungan Polri, TNI dan pegawai Polisi Pamong Praja setempat selain melanggar prinsip-prinsip Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (declaration of human rights), juga melabrak norma Pancasila dan nilai-nilai peradaban Melayu," kata Ketua Pimpinan Pusat (PP) Partai Ummat Bidang Advokasi Hukum, Juju Purwantoro dalam keterangannya yang diterima FreedomNews, di Jakarta, Senin, 11 September 2023.

Hal itu disampaikan Juju Purwantoro menanggapi tragedi kemanusiaa atas Megaproyek Pembangunan Kawasan Pulau Rempang yang akan dijadikan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City, Batam, Kepulauan Riau. Peristiwa pilu tersebut terjadi ketika aparat gabungan, terutama polisi yang menembakkan gas air mata ke arah massa pada Kamis, 7 September 2023 pekan lalu.

Aparat gabungan, khususnya polisi diterjunkan menghadang dan membubarkan warga setempat yang sedang berunjuk rasa membela dan memperjuangkan hak serta keadilan demi lahannya yang sah sebagai Warga Negara Indonesia Indonesia (WNI).

"Perlakuan dengan menindas hak dan keadilan rakyat tersebut, selain melanggar prinsip-prinsip Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (declaration of human rights), juga melabrak norma Pancasila nilai-nilai peradaban Melayu," ujar Juju.

Warga berjumlah sekitar 17.000, menempati 16 titik lokasi kampung-kampung tua di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Mereka telah bermukim sejak 1834. Dengan demikian, kata Juju, demi hukum (agraria), mereka sudah berhak memiliki, karena telah ratusan tahun menguasai, dan menempati lahan tersebut.

Sesuai konstitusi UUD45 Pasal 28 I ayat (4), "Warga Negara Indonesia memiliki hak konstitusi secara hukum untuk dilindungi dan diberikan keadilan oleh Negara."

Sedangkan prinsip UU No 5 Tahun 1960 tentang Agraria, berbunyi, _"Penguasaan dan pemanfaatan atas tanah, air, dan udara harus dilakukan berdasarkan asas keadilan dan kemakmuran bagi pembangunan masyarakat yang adil dan makmur."___

"Negara wajib hadir membela hak-hak, menjamin keamanan, serta keselamatan warga negaranya di pulau tersebut," ujar Juju.

Apa pun bentuk aktivitas yang akan dilakukan demi pembangunan nasional dan alasan investasi, penanganan unjuk rasa tidak dengan cara melanggar hukum (againts the law).

Menurut Juju, rezim Joko Widodo alias Jokowi tutup mata dengan sejarah orde baru (orba), yang sering mengorbankan warganya, dengan melanggar hukum HAM (Hak Asasi Manusia) dan represif kepada rakyatnya dengan alasan demi proses pembangunan.

Oleh karena itu, aparat kepolisian harus segera menghentikan cara-cara kekerasan dan kriminalisasi dengan menjalankan Perkapolri (Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia) No.8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Perkapolri No. 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak dalam Penanggulangan Huru Hara.

Pemerintah harus membatalkan relokasi paksa yang akan menggusur paksa 17.000 warga Melayu Kampung Rempang, yang telah ratusan tahun hidup dan tinggal secara turun temurun tinggal di pulau tersebut. (MD/Anw).