APBN Kosong Ibukota Baru Bodong
Namun apa boleh buat ternyata rancangan ini kosong, karena tidak ada dana soft bank dan SWF yang mengisinya. Sehingga buru-buru pemerintah Jokowi berangkat ke Tiongkok untuk membujuk pemerintah negara tersebut agar memberi uang kepada Indonesia sehinga bisa mempercepat IKN.
Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
NAMANYA Ibu Kota Negara, mestinya dibangun oleh negara bukan oleh negara lain atau investor asing. Barangkali itulah alasan mengapa IKN harus kembali didanai oleh APBN. Tapi masalahnya IKN dirancang tepat pada saat APBN sedang bolong.
Dalam Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2022, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023, Diundangkan tanggal 27 Oktober 2022 telah mengamanatkan proyek IKN, lengkap dengan bagaimana pendanaannya dan darimana sumber dananya. Bahkan, dalam UU APBN disebutkan IKN adalah salah satu agenda prioritas.
Disebutkan pada Pasal 49 (1) Dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus lbu Kota Nusantara, Pemerintah menetapkan Bagian Anggaran untuk Otorita Ibu Kota Nusantara.
(2) Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang untuk Ibu Kota Nusantara.
(3) Penetapan Bagian Anggaran untuk Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan oleh Menteri Keuangan. (4) Pengawasan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(5) Pelaksanaan persiapan, pelaksanaan pembangunan, dan/atau pemindahan Ibu Kota Negara dapat dilakukan oleh kementeiat negara/lembaga sesuai tugas dan fungsinya dengan anggaran yang bersumber dari APBN.
Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 26 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kegiatan prioritas" antara lain untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara/sentra pertumbuhan ekonomi baru dan/atau tahapan pelaksanaan pemilihan umum.
Penjelasan Pasal 32 Ayat (1) Huruf a Penggunaan tambahan dana SAL termasuk untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan/atau prioritas yang timbul pada tahun anggaran berjalan antara lain untuk menurunkan pembiayaan utang, cadangan belanja Ibu Kota Nusantara/sentra pertumbuhan ekonomi baru, cadangan belanja pemilihan umum, cadangan kompensasi, cadangan kurang bayar DBH, dan/atau cadangan kurang bayar subsidi.
Namun, tampaknya pada saat UU APBN ini dibuat dan ditetapkan IKN sebagai agenda prioritas, telah disadari bahwa APBN tidak akan sanggup, karena ya memang uang lagi susah. Apalagi, APBN Indonesia sejak lama sudah sekarat. Lebih besar pasak daripada tiang.
Ya tiangnya tidak bisa berdiri alias patah. Mengetahui hal ini pemerintah dan DPR membuat agar IKN ini menjadi beban pemerintahan berikutnya.
Sebagaimana disebutkan dalam UU APBN tersebut bahwa Fokus pada Pembangunan Infrastruktur: Pengeluaran infrastruktur kemungkinan akan berlanjut di bawah pemerintahan berikutnya, termasuk untuk pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur, meskipun presiden berikutnya mungkin pula memiliki prioritas yang berbeda.
Disebutkan pula bahwa Otoritas Penanaman Modal Indonesia, yang didirikan pada Februari 2021, dimaksudkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur selama beberapa tahun ke depan dari gabungan dana pemerintah dan asing serta swasta, termasuk melalui divestasi aset pemerintah, seperti jalan tol.
Hal ini dapat membantu membiayai lebih banyak infrastruktur dari waktu ke waktu, karena secara bertahap memulai kegiatannya.
Walaupun APBN menyebut IKN sebagai prioritas, teryata isi uangnya tidak ada. Sehingga, diajaklah berkhayal tentang dana aneh-aneh yang diharapkan akan datang masuk ke dalam proyek IKN. Apa itu, yakni dana Sovereign Wealth Fund (SWF) dan dana Soft Bank.
Sebagaimana disebutkan bahwa selain itu, belanja pembayaran kontribusi Pemerintah pada lembaga internasional dan Trust Fund pada tahun 2023 diperkirakan sebesar Rp 77,3 miliar atau mengalami kenaikan sebesar 7,4 persen terhadap outlook tahun 2022 yang diperkirakan sebesar Rp 67,0 miliar.
Untuk pemberian fasilitas penyiapan proyek pada tahun 2023 yang diperkirakan sebesar Rp 346,5 miliar dan akan dipergunakan untuk: (1) kebutuhan dana proyek KPBU IKN Nusantara, dan (2) mendukung penyiapan proyek KPBU non-IKN antara lain untuk penyiapan proyek sedang berjalan maupun proyek-proyek baru yang akan masuk ke dalam pipeline. Sedangkan kebutuhan anggaran untuk memberikan dukungan pada proyek KPBU diperkirakan sebesar Rp 26,9 miliar.
Selanjutnya, pembangunan infrastruktur melalui pembiayaan anggaran diarahkan untuk memenuhi kebutuhan investasi Pemerintah, dengan arah kebijakan pembiayaan investasi, antara lain: (i) mengembangkan pembiayaan inovatif melalui penguatan peran BUMN, BLU, sovereign wealth fund (SWF), dan special mission vehicle (SMV) sebagai dukungan alternatif pembiayaan yang efisien dalam mendukung akselerasi pembangunan infrastruktur yang menjadi program prioritas nasional;
(ii) mendukung percepatan pembangunan infrastruktur, khususnya terkait pembangunan IKN, dan proyek-proyek infrastruktur yang ditargetkan selesai paling lambat tahun 2024; (iii) mendukung pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR); serta (iv) mendukung pembebasan lahan yang diperlukan dalam penyelesaian proyek strategis dan prioritas.
Namun apa boleh buat ternyata rancangan ini kosong, karena tidak ada dana soft bank dan SWF yang mengisinya. Sehingga buru-buru pemerintah Jokowi berangkat ke Tiongkok untuk membujuk pemerintah negara tersebut agar memberi uang kepada Indonesia sehinga bisa mempercepat IKN.
Tapi pemerintah Tiongkok sudah tahu kalau uang mereka tersebut tidak mendapat jaminan dari APBN Indonesia. Karena di dalam UU APBN skema pembayaran dari Tiongkok tidak disebutkan.
Lalu karena tidak ada harapan maka kembali IKN disandarkan oleh pemerintah bandar property dalam negeri. Lah kita tahu sektor property Indonesia tengah sekarat, terbelit utang.
Boro-boro bangun IKN. Apa jika kosong terus akan diserahkan ke BUMN Pertamina untuk bangun? Bisa saja, tapi utang pemerintah dalam bentuk utang subsidi dan kompensasi BBM bayar dulu-lah. (*)