Bisakah Presiden Jokowi Menggantang Asap?
Sekarang mumpung Jakarta sedang diselimuti asap yang sebagian besar disebabkan oleh hasil pembakaran BBM dan LPG, maka segeralah presiden mempersiapkan gantang dan petugas ahli gantang.
Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
JAMAN dulu ada pepatah seperti menggantang asap. Apa artinya yakni melakukan perbuatan yang sia-sia. Tapi sekarang asap wajib digantang karena itu akan menentukan berapa denda yang harus diterima akibat memproduksi asap. Asap apa yang digantang, salah satunya, yakni asap dari bahan bakar fosil minyak, gas dan batubara dan bahan bakar yang menghasikan karbon dioksida lainnya.
Sekarang ini semua negara tengah dipaksa menurut pada rezim perdagangan karbon. Kalau tidak menurut maka banyak sekali sanksi yang akan diterima oleh negara tersebut, mulai dari dijauhi oleh investasi, dijauhi oleh perbankan, terkena pembatasan perdagangan, dan terakhir terkena pajak karbon dalam perdagangan internasional.
Sebaliknya jika negara itu menjalankan kesepkatan iklim global yang telah ditandatangani dan diratifikasi (sesuai mekanisme negara masing-masing), maka uang akan datang berbondong- bondong, mengapa? Karena uang juga terdesak atau terkena denda jika masih membiayai kegiatan ekonomi yang menghasilkan emisi karbon dan merusak lingkungan terutama sekali yang merusak hutan.
Oleh karenanya semua negara harus menggantang asap, semua industri harus menggantang asap, semua perusahaan harus menggantang asap. Karena sekarang asap ini telah diberi nama karbon. Tentu saja Indonesia, karena Indonesia telah menandatangani kesepakatan iklim global dan telah meratifikasi menjadi UU.
Bagaimana menggantang asap? Emisi karbon 1 liter BBM setara dengan 2,4 kilogram (kg) CO2e. Membakar 1 kg batubara bituminus akan menghasilkan 2,42 kg karbon dioksida. Setiap 1 kg LPG menghasilkan 1000 gram karbon. Itu asap yang dihirup oleh orang Jakarta setiap harinya. Ingat, oksigen adalah nutrusi terbaik bagi otak. Otak bisa tidak berfungsi kakau tidak ada asupan oksigen yang cukup. Jadilah malas mikir.
Nah, Presiden Joko Widodo sendiri telah berjanji kepada UNFCCC, kepada G20, dan kepada JETP akan menurunkan emisi karbon. Nah, tuna memenuhi janji tersebut maka Presiden Jokowi dan para pembantunya harus menggantang asap secara benar dan jujur. Jika salah hitung sengaja atau tidak sengaja maka selamanya gantangan asap di Indonesia akan dianggap hoax.
Nah, bisa jadi nantinya datang orang lain yang akan menggantang asap di Indonesia untuk diperdagangkan. Nantinya Indonesia harus membayar mahal sekali asap yang digantangkan tersebut, membayar pajak karbon, membayar bea masuk perdaganban ke negara lain, membayar bunga yang tinggi dan lain sebagainya.
Sekarang mumpung Jakarta sedang diselimuti asap yang sebagian besar disebabkan oleh hasil pembakaran BBM dan LPG, maka segeralah presiden mempersiapkan gantang dan petugas ahli gantang.
Sehingga, nanti bisa menyusun program mengurangi emisi karbon supaya uang negara bisa diselamatkan dan ada uang sedikit-sedikit untuk bangun IKN.
Apalagi kalau asap di DKI Jakarta, Depok, Tanggerang, Bekasi bisa diatasi maka asap hitam di langit Jakarta tidak lagi memiliki ketebalan nomor satu di dunia. (*)