"From Zero to Hero": Bisnis Warungan Bisa?

Setiap transaksi, menunjukkan pattern setiap pelanggan, yaitu produk apa yang dibeli, berapa jumlahnya, juga waktu pembelian secara reguler. Respon pelanggan terhadap barang yang dibeli dan keluhan terhadap pelayanan.

Oleh: Sri Istiqamah, Coach Pegawai BUMN

Stigma Receh Bisnis Warungan

BANYAK orang terperangkap stigma bisnis warungan adalah bisnis receh. Dilihat sebelah mata dan gak keren. Pemiliknya seringkali dianggap rendah, kurang berpendidikan dan bisnisnya dianggap easy peasy alias mudah dijalankan. Pernah punya pikiran seperti itu? Saya pernah!

Namun stigma itu runtuh. Bisnis warungan yang sumber pendapatannya dari selisih harga barang yang cuma receh, ternyata merupakan pasar sesungguhnya. Tempat transaksi dan perputaran uang. Ia merupakan ujung tombak dari berbagai prinsipal besar, lokal maupun multinational.

Lihat Unilever yang mewakili 400 merek di lebih dari 190 negara dan memiliki 149.000 orang karyawan di seluruh dunia. Unilever perusahaan global, bisnis warungan yang terlihat easy peasy, ternyata menopang prinsipal seperti Unilever.

Warungan sebenarnya sama saja dengan mart-mart yang menjamur di berbagai kota, biasa disebut retailer. Hal yang membedakannya, sistem yang digunakan modern atau tradisional.

Perjalanan Mengenal Bisnis Warungan

Kebijakan transformasi program Beras Sejahtera (Rastra) menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada 2016 di institusi tempat saya bekerja, membuat saya mengenal lebih dekat bisnis warungan. BULOG kehilangan pendapatan dari captive market program Rastra. Saya ada di dalam tim yang merintis pilot project Program Rumah Pangan Kita (RPK), yang merupakan program rintisan pengganti program Rastra yang dieliminasi oleh Pemerintah.

RPK adalah rekayasa proses bisnis melalui jaringan distribusi berupa program mitra binaan yang membuka akses ke konsumen akhir. Melalui proses yang terjal pada akhirnya program RPK bisa menjadi ujung tombak. Akhirnya para mitra binaan ini dapat memberikan kontribusi cukup besar dan menghidupkan sektor ritel BULOG.

Saya pernah melakukan penelitian mengenai jaringan mitra binaan itu. Hasilnya, masyarakat menilai positif karena program RPK mendorong peningkatan kinerja prinsipalnya. Responden berpendapat peningkatan kinerja berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan. Melalui program warungan ini, BULOG membangun image dan brand baru “Produk Kita” menggantikan image sebagai penyedia beras miskin.

Jaringan warungan ini bersintesis menjadi potensi pasar pada tatanan logistik dan rantai suplai global. Selain itu juga berpotensi menjadi outlet pertemuan pasar, baik bagi pasar offline maupun online yang memungkinkan pengelolanya menjadi leading sector dengan multiple objectives.

Publikasi penelitian tersebut, dapat diakses melalui portal jurnal internasional Ijebmr edisi September 2020 dengan link http://ijebmr.com/link/609. Betewe, model bisnis jaringan warungan ini kemudian banyak diikuti oleh principal lainnya seperti Toko Tani, SRC, Tani Hub dan sejenisnya.

Era Vuca dan Pelanggan

Di era VUCA, Volatile (bergejolak), Uncertain (tidak pasti), Complex (kompleks), dan Ambiguity (tidak jelas), pebisnis menghadapi resiko yang besar. Technologies disruptive, dunia kian terkoneksi dan terindependensi bisa menyebabkan chaos global. Kita lihat bagaimana situasi perekonomian global sejak Covid19. Pebisnis yang survive adalah mereka yang align bersama kondisi chaotic dan bersiap dengan strategi-strategi.

Salah satu yang perlu dicermati adalah menguatnya posisi pelanggan dan perubahan perilaku pelanggan akibat semakin terbukanya informasi. Pelanggan makin sadar akan value for time, mereka menginginkan service yang dapat diakses selama 24/7. Kemudian Consumer Right, sadar akan hak-haknya dan memiliki pendapat sendiri. Makin berani mengajukan keluhan apabila tidak mendapat pelayanan yang baik. Mereka juga menginginkan One to One Service, pelayanan yang customize.

Tips Bisnis Warungan

Bagaimana tips untuk memulai dan mengembangkan bisnis warungan? Layaknya suatu bisnis, hulu dan hilirnya harus diseimbangkan. Mulai dengan membuat model bisnis. Model untuk membantu pebisnis memahami elemen-elemen pada proses bisnisnya.

Model yang paling mudah dipahami adalah bisnis model canvas (BMC) yang memvisualisasikan konsumen, pengeluaran biaya, cara kerja dan sebagainya. Model bisnis membuat kita fokus pada proses memulai dan mengembangkan bisnis. Bagi usaha yang sudah berjalan, tentunya berguna untuk melakukan evaluasi dan perbaikan.

Beberapa poin yang perlu dicermati, pertama, pembiayaan dan pilihan bisnis yang dijalankan sesuai modal yang dimiliki. Pada situasi chaotic saat ini, perlu cermat dalam mengambil pilihan yang sesuai. Misalnya bisnis outlet pangan, kuliner dan kebutuhan harian. Di dunia ritel disebut FMCG (Fast Moving Consumer Goods).

Indofood, Unilever, Coca Cola, Pepsi dan Nestle adalah perusahaan FMCG terkenal. Produk-produk FMCG memiliki usia simpan yang cenderung pendek dan mudah rusak. Pebisnis harus memiliki kemampuan untuk menjual secara cepat. Namun, permintaan konsumen akan produk FMCG sangat tinggi karena digunakan harian.

Kedua, tempat usaha yang visible dan mudah diakses. Apakah perlu sewa tempat? Pada era teknologi sekarang, memulai usaha di rumah pun bisa tetap visible. Ini dapat diabaikan dengan melakukan tips ketujuh.

Ketiga, jangan lupa untuk selalu mendalami pangsa pasar. Pilih produk yang dibutuhkan oleh segmen pasar yang ingin dilayani. Bicara segmen, pasti terkait harga dan produk yang dibutuhkan pelanggan. Seringlah mengamati pasar, bisa mengintip ritel modern dan mengikuti trend e-commerce.

Keempat, jika kocek memungkinkan buat desain warung yang menarik dan nyaman bagi pelanggan. Namun jangan terlalu fokus pada desain warung yang akhirnya menghabiskan banyak modal.

Tips keenam, kemampuan mencari supplier yang memiliki chemistry dengan kita. Paling penting adalah tangan pertama dan jalin relasi dengan baik agar bisa mendapat kemudahan suplai. Tentunya menumbuhkan trust hingga mendapatkan skema pembayaran yang menguntungkan bagi cash flow.

Tips ketujuh yaitu digital transform. Di era VUCA ini, walaupun warungan, mengikuti trend warungan berbasis digital akan bermanfaat. Gunanya untuk pencatatan yang lebih akurat, keperluan kasir, pengelolaan stok, melihat perkembangan sales. Juga untuk kebutuhan Customer Relation Management (CRM) atau segala sesuatu yang terkait dengan konsumen dan suplier.

Strategi CRM untuk Bertumbuh

CRM adalah strategi bisnis yang memadukan proses, manusia dan teknologi. Mengapa strategi CRM? Perlu! Untuk kepentingan pebisnis dan pelanggan.

Bagi pebisnis adalah upaya menyeimbangkan bisnis dari hulu ke hilir dengan mengontrol aktivitas entitas lain di luar bisnisnya. Seperti pihak pemasok, pelanggan, sampai relasi antar entitas dalam proses bisnis. Sedangkan bagi pelanggan, terpenuhi kebutuhan dan harapannya. Jika kepuasan pelanggan terlampaui dan terjalin hubungan mutual benefit, pelanggan pun menjadi loyal.

CRM membantu pebisnis sejak pelanggan melakukan engagement dengan mengambil data pelanggan, seperti nama, alamat, nomor kontak hingga tanggal lahir jika memungkinkan.

Setiap transaksi, menunjukkan pattern setiap pelanggan, yaitu produk apa yang dibeli, berapa jumlahnya, juga waktu pembelian secara reguler. Respon pelanggan terhadap barang yang dibeli dan keluhan terhadap pelayanan.

Data pelanggan dari transaksi merupakan informasi penting bagi pebisnis untuk mulai membuat keputusan terkait bisnisnya. Juga dalam menerapkan strategi marketing dan promosi yang tepat. Pebisnis dapat memanjakan pelanggan dengan pesan customize di hari-hari istimewa.

CRM memberi pengalaman istimewa bagi pelanggan hingga tak pindah ke lain hati. Paling penting, tips warungan di atas dapat mudah dilakukan. (*)