Geger "Maduramart": Madura Kaya Migas, Tapi "Dimiskinkan" Pemerintah
Kalau dibeginikan terus, berarti Pemerintah memancing dan mengkondisikan rakyat di Madura ini akhirnya tidak mengindahkan Pemerintah. Sama saja dengan memelihara benih-benih sparatisme di Madura, seperti Aceh yang pernah diperlakukan tidak adil. Di sana awalnya juga soal minyak.
Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News
KEGELISAHAN pengusaha Ritel Waralaba Minimarket atas kehadiran ratusan sampai ribuan Warung Madura yang tersebar di berbagai daerah dan kota-kota besar lainnya, tidak akan terjadi jika orang-orang Madura sudah tahu kalau Pulau Madura itu kaya Migas.
Dapat dipastikan, tak hanya pengelola Warung Madura saja yang akan pulang kembali ke Madura, tukang sate, tukang air keliling, dan pedagang rongsokan, bakal pulang meninggalkan tanah rantau untuk segera mengkapling-kaping tanahnya di Madura.
Data dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menyebutkan, Pulau Madura memiliki sekitar 104 blok sumber minyak dan gas bumi (migas). Kini setidaknya sudah 20 blok diantaranya yang dieksploitasi. Salah satu blok di antaranya terletak di Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep.
Blok ini dari Lapangan Terang-Sirasun-Batur atau lebih dikenal dengan Blok Raas. Blok Raas mulai produksi sejak Mei 2012, dan dikelola oleh PT Kangean Energy Indonesia (KEI). Rata-rata operator migas di sana mampu memproduksi hingga 240 juta kaki kubik/hari.
Sedianya, hasil migas ini dialirkan melalui pipa bawah laut ke Bali, seperti gas Blok Kangean yang dialirkan ke Jawa melalui Porong. Produksi gas Lapangan Pagerungan Besar, Kecamatan Sapeken, Sumenep itu 1,174 miliar kaki kubik dan lifting kondensat mencapai 13,2 juta barel.
Ini baru terungkap setelah terjadi ledakan pipa gas di Jalan Tol Surabaya-Gempol Km 38 pada 22 November 2006. Melalui pipa sepanjang 370 km (di bawah laut), landing point-nya di Porong. Dari Porong ke kawasan industri Gresik 50 km (di darat), setiap harinya mengalir 200 juta kaki kubik (BCF) gas dari Blok Kangen ke Gresik.
Blok Kangean dikelola PT Arco Bali North (ABN), PT Arco Blok Kangean (ABK), PT Bayound Petroleum Indonesia (BPI), dan PT Energi Mega Persada (EMP) Ltd. Gas ini disuplai untuk 25 industri di Gresik, seperti PT Petrokimia, PT Gas Negara, dan PT PLN Distribusi Jawa-Bali.
“Tapi, berapa nilai keuntungan hasil eksploitasinya tidak ada masyarakat Madura yang tahu. Mereka hanya tahu, hasil sumber migas itu disedot dan dialirkan ke Pulau Jawa,” ungkap Harun Al Rasyid, Ketua Benteng Madura (BENRA), kepada Freedom News.
Perlu dicatat, pada Selasa, 6 November 2013, beberapa tokoh Madura (Achmad Zaini MA, Alm. KH Nuruddin A. Rachman, KH Djakfar Shodiq, HM Rawi, Laksamana Purn Achmad Soetjipto) ketika itu menemui Menko Perekonomian (Hatta Rajasa).
Kala itu, para tokoh Madura ini menyampaikan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perihal Penetapan Pulau Raas Madura sebagai Landing Point Blok MDA-MBH Milik HCMK-Husky (pada 23 Oktober 2013).
Surat kepada Presiden SBY itu ditandatangani oleh 17 ulama, sesepuh, tokoh masyarakat, dan akademisi asal Madura. Antara lain: Alm KH Nuruddin A. Rachman (Ketua MUI Jatim, Jubir Ulama Madura), HR Ali Badri Zaini (Ketua Umum HIPASBI-Himpunan Persaudaraan Antar Suku Bangsa Indonesia, HM Rowi (Ikatan Keluarga Madura-Ikamra).
Termasuk juga, Letjen TNI (Purn) Arie Sudewo (mantan Ka-BAIS), Laksamana TNI (Purn) Achmad Soetjipto (mantan KSAL, Ketua Umum Persatuan Purnawirawan AL), dan Drs. H. Harun Al-Rasyid, MSi (kala itu mewakili Pemuda Madura dan Ketua Forum Komunikasi Cendekiawan Madura-FKCM).
Menurut Harun, dari 20 blok migas yang ada di Madura, sampai sekarang tidak ada yang landing di Madura, tetapi dibawa ke mana-mana. Kalau Presiden tidak perhatikan, masyarakat Madura akan berontak. Setidaknya, 40 ribu penduduk Raas akan bergerak.
“Kita sudah cukup dibodohi, diabaikan, dan tidak diperhatikan,” tegas Harun. Padahal, semua blok yang sudah dieksploitasi itu sumbernya ada di darat (onshore), “Tapi disedot miring dari lepas pantai sehingga kita tidak tahu berapa banyak yang sudah mengalir selama ini,” lanjutnya.
Sekarang, Pemerintah Pusat harus memperhatikan soal ini. “Katanya, merdeka. Kalau diginikan terus dan tidak diperhatikan oleh Pemerintah Pusat, Madura mau berontak. Bahkan, mungkin lebih baik merdeka saja,” ungkap Harun dengan nada keras.
Sudah sejak 1978, ratusan triliun rupiah kekayaan migas Madura disedot ke Jakarta, seperti Blok Kangean. “Kurang sabar apa orang Madura, minyaknya diambilin, tapi listrik tidak dialiri. Orang Madura terpaksa kerja jadi TKI segala meninggalkan daerahnya,” ujar Harun.
Selama ini, hasil migas Madura hanya dinikmati orang luar Madura. Terkait dengan surat kepada Presiden SBY yang dikirim tersebut, menurut Harun Al Rasyid, Hatta Rajasa mendukung langkah para tokoh Madura ini.
Dan, “Pak Hatta akan segera lapor presiden tentang migas Blok Raas itu,” ungkapnya. Adakah kedatangan Presiden SBY ke Madura selama 3 hari (menginap dua malam) terkait dengan surat tersebut?
“Semoga kedatangan Presiden SBY membawa kebaikan bagi Madura. Apalagi jika terkait dengan migas Madura,” kata Harun. Pada Rabu hingga Jum’at, 4-6 Desember 2013, Presiden SBY secara mendadak mengadakan kunjungan ke Madura.
Selama 3 hari kunjungan itu presiden menginap di Pamekasan dan Sumenep. “Selama bumi ini ada, belum pernah terjadi presiden nginap di Madura sampai 2 malam,” ujar Harun. Karena itu, ia dan keluarga besar masyarakat Madura mengucapkan terima kasih atas kunjungannya.
Jelas, dalam hal ini, Presiden SBY telah memberikan perhatian penuh, utamanya soal migas Madura. Kalau mau konsisten dengan Suramadu yang disiapkan untuk membangun industri Madura, mengapa itu tidak dibangun di Madura?
Mengapa harus ditarik ke Bali. Kalau di Madura bisa untuk membangun pembangkit listrik, sehingga listrik Madura tidak bergantung dari Jawa. Ini juga untuk membangun industri seperti pabrik pupuk dan sebagainya.
Kalau dibeginikan terus, berarti Pemerintah memancing dan mengkondisikan rakyat di Madura ini akhirnya tidak mengindahkan Pemerintah. Sama saja dengan memelihara benih-benih sparatisme di Madura, seperti Aceh yang pernah diperlakukan tidak adil. Di sana awalnya juga soal minyak.
Masyarakat Madura berharap, Pemerintah Provinsi dan Pusat nantinya mengawal kepentingan masyarakat secara proporsional. Mereka harus memimpin dengan nurani. Perlu dicatat, industri bagi masyarakat Madura sebenarnya sudah tidak asing lagi.
Di Madura pernah mempunya industri tekstil (Maduratex). Bangunan bekas industri tekstil itu pun hingga kini masih tampak teronggok di Jalan Raya Kamal yang menuju Pelabuhan Kamal, Madura. Hingga kini, Madura juga masih punya industri garam yang berpusat di Kalianget.
Itulah fakta nilai ekonomis Madura yang selama ini kurang diperhatikan oleh Pemerintah Pusat. Hasil sumber migasnya disedot ke Jakarta hanya untuk mengisi kantong segelintir pengusaha, bukan kembali ke Madura. Sehingga, faktanya, Madura tetap “miskin”.
Seorang teman yang bekerja di Schlumberger Limited (bahasa Prancis: [ʃlum.bɛʁˈʒe, ʃlœ̃-], baca: Slumberse), sebuah perusahaan penyedia jasa ladang minyak, pernah observasi di berbagai pulau di Indonesia.
Pulau Madura ternyata memang pulau terkaya dengan sumber migasnya, setidaknya di Indonesia. “Ternyata, SDA Madura sangat kaya. Jika dikelola dengan baik dan benar, Madura bisa makmur,” katanya. (*)