Guncangan Dunia, Pemilu yang Panjang: Seberapa Besar Ketangguhan Indonesia
Tentu ada pihak dalam lingkaran elit yang menginginkan ekonomi jatuh atau kacau, untuk ambisi memenangkan Pemilu 2024. Ini harus dijawab dengan baik oleh kabinet pemerintahan yang satu pandangan. Kepentingan bangsa dan negara dan cinta tanah air dan bangsa.
Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
HARI ini Equador, salah satu negara Amerika Latin ekonominya terhenti karena dilanda kemelut politik. World Economic Forum mengeluarkan peringatan 10 hal yang akan mengguncang dunia dalam dua tahun ke depan dan dalam 10 tahun ke depan. Guncangan utama akan datang dari Artifisial Intelijen, perang bersenjata dan perubahan iklim.
Ekonomi dunia kehilangan oportunity, lingkungan biodiversity collaps dan polarisasi sosial alibat politik. Kekuatan pemerintah sedang diuji seberapa kuat menghadapi keadaan ini dan tetap dapat meraih momentum membalikkan keadaan, mengubah masalah dunia menjadi kesempatan untuk Indonesia.
Ini bukan Omon-omon (mengutip ucapan Prabowo Subianto), tapi sesuatu yang secara nyata telah dilakukan dan bisa dilanjutkan dengan tekanan yang lebih kuat pada 3 agenda utama yakni hilirisasi sumber daya alam (SDA), transisi energi berbasis kekuatan sendiri dan hilirisasi digital dengan meningkatkan kemampuan SDM.
Sekali lagi ini bukan omon-omon bahwa hilirisasi yang sudah dilakukan jika diperluas pada seluruh komoditas strategis maka akan menghasilkan nilai sedikitnya 10 kali lipat dari apa yang diperoleh saat ini. Indonesia telah memulai dari nikel dan bisa diperluas pada setidaknya beberapa komoditas tambang lainnya, perkebunan dan perikanan.
Bagaimana dengan masalah lingkungan hidup, transisi energi dan penurunan emisi? Kini, Indonesia adalah kekuatan utama dunia dalam hal ini. Karena memiliki kekayaan hayati dan biodiversty terluas dan terlengkap di dunia dan potensi green energy yang besar, maka Indonesia telah didaulat dunia sebagai climate super power, atau penentu arah peyelamatan iklim global atau lebih jauh penentu dalam bekerjanya semua agenda keuangan dunia dalam urusan penurunan emisi global. Asalkan jangan lagi memakai teori angin dalam urusan emisi.
Sementara dalam hal hilirisasi digital Indonesia memiliki tantangan besar dalam masalah sumber daya manusia namun memiliki modal besar dalam sikap keterbukaan atau penerimaan terhadap pengembangan digitalisasi.
Lihatlah netizen Indonesia bagaimana kemampuannya "memporak porandakan" dunia digital, seluruh dunia sudah merasakan kekuatan netizen Indonesia. Pembangunan infrastruktur digital sekarang memang masih terhambat akibat korupsi tower ugal-ugalan yang dilakukan Menkominfo, membutuhkan langkah baru untuk memperbaiki kekurangan infrastruktur.
Indonesia memang sejauh ini tidak menjadi penonton dalam diplomasi disrupsi global saat ini, tidak dalam posisi hanya membawa omon-omon saja. Kepemimpinan Indonesia dalam G20 telah banyak menggolkan agenda besar dalam agenda digitalisasi, transisi energi dan keseimbangan global baru.
Indonesia juga memainkan peran penting di APEC dan ruang lebih kecil di ASEAN, semua adalah oportunity yang besar.
Namun yang harus menjadi perhatian utama dalam tahapan pemilu yang panjang dan melelahkan adalah bagaimana konsolidasi elit pemerintahan yang mengalami polarisasi supaya tetap dengan agenda negara. Pemilu dua putaran memang tidak terlalu baik untuk bisa mendapatkan momentum terbaik dari perubahan besar dunia saat ini.
Tentu ada pihak dalam lingkaran elit yang menginginkan ekonomi jatuh atau kacau, untuk ambisi memenangkan Pemilu 2024. Ini harus dijawab dengan baik oleh kabinet pemerintahan yang satu pandangan. Kepentingan bangsa dan negara dan cinta tanah air dan bangsa.
Jangan menyeret lagi elemen bangsa dalam politik polarisasi yang tajam. Ngono mas-mas e... (*)