Indonesia Dilelang

Membawa kepiluan berkepanjangan, rakyat hanya sebagai objek politik. Partai tanpa sadar sebagai jongos Oligargi. Anggota dewan dan Presiden semua bersekutu dalam kolam yang sama dan sadar tidak sadar perilakunya menjadi tiran dan mengarah ke otoriter.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

PARA pemodal asing bukan hanya campur tangan pada hampir semua partai politik di Indonesia. Tetapi sudah bisa menguasai hampir semua partai politik.

Pada setiap Munas, Kongres, Muktamar sebagai kekuasaan tertinggi mengatur kehidupan jalannya partai, Taipan Oligarki sangat mudah cawe-cawe ambil posisi sebagai sponsor. Dampak ikutannya, semua partai harus tunduk kepada pemilik modal atau para bohir bandar politik. Denyut kehidupan, langkah kebijakan partai langsung menjadi bebek lumpuh (lume duck).

Tidak ada partai politik yang tidak memiliki kaki tangan para bohir pemilik pemodal. Petinggi partai menawarkan harga lelang yang ditawarkan di Munas, Kongres, Muktamar, atau apapun namanya.

Para bandar politik tidak kalah cepat merespon. Penuhi semua biaya pelaksanaan dan beri uang happy-happy bagi para pesertanya semuanya akan kesurupan. Beri seragam, satukan suara pilih dan tentukan ketuanya.

Modal para bohir bandar politik tidak lebih dari 1 triliun rupiah sudah memiliki dan menguasai satu partai, sudah bisa dicucuk hidungnya harus berjalan sesuai arahan peluit sponsornya.

Sembilan naga taipan oligarki sudah sangat paham harga dan cara membeli partai politik. Konon harga lazim disepakati 9 partai politik masing masing @1 triliun rupiah, total 9 triliun rupiah adalah harga yang murah meriah bagi mereka.

Bukan hanya partai, anggota DPR juga dibeli. Ketika saatnya harus mengegolkan sebuah UU, para taipan kembali beraksi, beli suara masing masing anggota DPR 575 orang, taruhlah harga masing-masing anggota DPR RI minimal Rp 10 miliar, @ anggota angkanya hanya Rp 5,75 triliun (kalau ini dibulatkan jadi Rp 6 triliun).

Total para taipan hanya mengeluarkan uang recehan Rp 15 triliun sudah menguasai partai politik dan memiliki boneka di DPR RI, siap bekerja sesuai perintah tuannya.

Nyasar saat pencapresan tiba, konon, taipan cukup mengeluarkan 40 sampai 50 triliun rupiah saja, semua sudah dalam kendalinya. Hanya dengan modal total 55 triliun - 65 triliun rupiah Indonesia sudah dikangkangi, dibeli, dikuasai para taipan.

Tidak usah ada patungan biaya antar para taipan, berkaca dari kasus Benny Tjokro yang mampu membobol 3 BUMN Asuransi sekaligus (Jiwasraya, Asabri, dan AJB Bumiputera 1912) senilai Rp 52,58 triliun, sudah mampu melunasinya.

Bahkan konon, dana yang dirampok oleh Benny Tjokro (satu orang China) sebesar Rp 74,58 triliun itu fakta berbasis data, bukan opini yang dibangun. Sudah bisa beli Indonesia.

Begitu murahnya Indonesia saat ini. Kemerdekaan dicapai dengan mengorbankan darah, nyawa, dan harta para pejuang kemerdekaan, bisa diperjualbelikan dengan cara biadab.

Puncak kegelapan ketika partai politik merampok mengambil-alih seolah olah sebagai suara rakyat. Merasa sebagaimana superbodi kekuasaan seperti masuk dalam sistem kekuasaan partai komunis, mendefinisikan dan menempatkan para pejabat negara termasuk presiden sebagai boneka Taipan Oligarki.

Membawa kepiluan berkepanjangan, rakyat hanya sebagai objek politik. Partai tanpa sadar sebagai jongos Oligargi. Anggota dewan dan Presiden semua bersekutu dalam kolam yang sama dan sadar tidak sadar perilakunya menjadi tiran dan mengarah ke otoriter.

Dalam tubuh bangsa ini sedang terjadi perilaku permisif dan ambivalensi kesadaran berbangsa dan negara. Negara dalam kondisi mendung gelap berjalan tanpa arah. Diperparah dengan terjadinya partai, anggota, DPR, dan Presiden bersekutu akan menjual negara dengan harga lelah dan murah.

Pemodal asing dan taipan oligarki yang menguasai partai politik lebih bahaya dibandingkan dengan pasukan perang. Untuk menguasai Indonesia tidak perlu mengirim pasukan perang, kapal selam, nuklir. Cukup kuasai partai partai politik, presiden, dan anggota DPR – di Indonesia sudah bisa dikuasai. (*)